news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kita Perlu Bicara soal Logo Baru Juventus

18 Januari 2017 11:20 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Logo baru Juventus (Foto: Juventus F.C.)
"I have seen the future of music in the 1970s. Now, Juventus have seen the future of football."
ADVERTISEMENT
Tahun 2013 lalu, duo elektronik Prancis, Daft Punk, merilis album pertama mereka sejak 2005. Album itu mereka beri judul Random Access Memories dan di sana, mereka menggandeng cukup banyak musisi papan atas, mulai dari Julian Casablancas (vokalis The Strokes) hingga Pharrell Williams. Bermaterikan lagu-lagu dengan nafas 1980-an yang kental, Random Access Memories sukses besar. Ia digilai banyak orang dan dipuji habis para kritikus.
Nama Giorgio Moroder boleh jadi asing bagi penikmat musik kekinian. Akan tetapi, bagi Daft Punk -- yang memang sudah senior, atau bagi mereka yang doyan berdansa-dansi pada dekade 1970-an sampai 1980-an dulu, Giorgio Moroder adalah seorang legenda. Di album Random Access Memories tersebut, Daft Punk juga tak lupa menyertakan sebuah lagu tribut untuk sang legenda, Giorgio by Moroder. Dalam bagian pembuka lagu itu, Moroder bercerita banyak soal bagaimana dia "melihat masa depan musik".
ADVERTISEMENT
Kemarin (17/1/2017), bertempat di Musem Sains dan Teknologi Leonardo da Vinci, Milan, Giorgio Moroder memenuhi undangan Andrea Agnelli, presiden Juventus, untuk menjadi salah satu pembicara dalam acara peluncuran logo baru Juventus. Sebagai sosok yang dikenal visioner, Moroder menyambut baik terobosan baru Juventus ini. Kata-kata yang jadi pembuka tulisan ini adalah buktinya. Ya, kata-kata tersebut memang berasal dari Giorgio Moroder, sang legenda musik elektronik.
***
Sosok Gianni Agnelli bisa dideskripsikan lewat banyak hal: playboy, fashionista, industrialis, penguasa, dan masih banyak lagi, Akan tetapi, jika ada satu hal yang sudah pasti tak pernah luput dari deskripsi mengenai L'Avvocato -- julukannya, adalah bahwa dia merupakan pencinta Juventus sejati. Malah, kalau ada yang mengatakan bahwa tak ada orang yang (pernah) mencintai Juventus seperti Gianni Agnelli, mereka sama sekali tidak salah.
ADVERTISEMENT
Bukti kecintaan Gianni Agnelli pada Juventus bisa dilihat melalui kata-katanya yang, dalam bahasa Inggris, berbunyi seperti ini:
Ya, huruf 'J'. Dan di logo baru Juventus, huruf 'J'-lah yang menjadi nyawa utama. Tentu tanpa melupakan nyawa mereka yang lain: warna hitam dan putih.
Logo itu sendiri baru akan mulai secara resmi digunakan pada bulan Juli 2017 mendatang. Meski begitu, satu tujuan kecil Juventus dari peluncuran logo baru ini sudah tercapai: menjadikan 'Juventus' sebagai bahan omongan.
Logo Juventus tersebut sontak membelah fans sepak bola jadi dua kelompok besar: mereka yang pro dan yang kontra. Bagi mereka yang pro, logo ini dianggap sebagai sebuah langkah bisnis maju yang luar biasa. Daniel Nyari, seorang ilustrator dan desainer grafis yang bekerja untuk Bayern Muenchen, misalnya, menyebut bahwa langkah yang diambil oleh Juventus ini adalah rebranding paling berani dalam dunia olahraga. Alasan Nyari pun masuk akal. Baginya, logo baru ini sangat, sangat fleksibel karena bisa dengan mudah ditempatkan di mana pun, tak peduli apa jenis produknya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, upaya untuk mengkapitalisasi huruf 'J' ini juga merupakan langkah yang sudah dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa global pada umumnya. Tengok saja bagaimana Google mengkapitalisasi huruf 'G', Facebook mengkapitalisasi huruf 'F', dan masih banyak lagi. Langkah ini, tambah Nyari, dalam cuitan di akun Twitter-nya, merupakan sebuah langkah untuk membuat Juventus menjadi lebih dari sekadar klub sepak bola. Lebih dari itu, perubahan logo ini menurutnya merupakan langkah untuk membawa Juventus sebagai sebuah merek global.
Di logo tersebut, gambar banteng yang merupakan simbol Kota Turin, serta mahkota berwarna emas, dihilangkan. Dengan menghilangkan asosiasi mereka dengan kota tempat asal serta menghilangkan warna emas, Juventus secara langsung menyatakan dua hal. Pertama, Juventus tak lagi milik kota Turin atau Italia, melainkan milik dunia. Kedua, Juventus itu ya, hitam dan putih, bukan hitam, putih, dan emas.
ADVERTISEMENT
Hilangnya dua hal inilah yang menjadi salah satu sasaran kritik mereka yang kontra. Bagi mereka, Juventus dengan lancang sudah menghilangkan identitas dan sejarah mereka. Selain itu, ada juga yang mempermasalahkan kata yang digunakan untuk menyebut lambang baru ini. Bagi mereka, 'logo' adalah untuk perusahaan, sementara klub sepak bola harusnya menggunakan istilah 'crest' atau emblem.
Lambang sebuah klub sepak bola memang biasanya sentimental. Logo Manchester United dan Manchester City, misalnya. Jika ada satu hal yang tak bisa dilepaskan dari logo mereka, itu adalah gambar kapal. Sebuah gambar yang mereka gunakan untuk menegaskan identitas kota Manchester dan kemenangan mereka atas Liverpool. Kebanyakan lambang klub sepak bola terlihat seperti coat of arms yang biasa digunakan keluarga-keluarga terpandang pada masa lampau. Keengganan Juventus untuk menggunakan unsur-unsur tradisional inilah yang kemudian jadi sasaran tembak, karena bagi kebanyakan penggemar sepak bola, tradisi adalah segalanya. Itu pula mengapa mereka sangat membenci klub-klub yang 'membeli kesuksesan' seperti Manchester City atau RasenBallsport Leipzig.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, satu hal yang mungkin tidak diketahui para pengkritik tersebut adalah bahwa Juventus sebetulnya tidak serta merta menanggalkan sejarah dan tradisi mereka. Pertama, dua goresan yang membentuk huruf 'J' itu diambil dari dua perisai yang pernah ada di emblem-emblem lawas mereka. Kedua, sudah sejak lama Juventus sebenarnya ingin mengidentikkan diri dan mengkapitalisasi huruf 'J' tersebut.
Juventus, lewat logo baru mereka sebenarnya sedang membawa masa lalu dan -- meminjam kata-kata Andrea Agnelli, jalan hidup mereka, ke masa depan. Selain soal perkara perisai dan pernah digunakannya huruf 'J' pada masa lampau, Andrea Agnelli pun berusaha secara kaffah untuk mentransformasikan kata-kata sang paman, Gianni, menjadi sesuatu yang nyata, berwujud, serta bisa mendatangkan keuntungan.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya rebranding ini, Juventus menggandeng sebuah perusahaan konsultan merek yang berbasis di New York City, Interbrand. Perusahaan ini sendiri berdiri pada 1974 dan sejak itu, sudah memegang banyak klien raksasa seperti Thomson Reuters, Microsoft, Xerox, Nissan, dan Samsung. Dalam rilis resmi Interbrand, rebranding ini adalah pintu masuk ke sebuah era baru Juventus yang bertajuk 'Black and White and More'.
Juventus, sejak didirikan oleh sekelompok pelajar Kota Turin pada 1897, telah memiliki sembilan logo berbeda. Kini, menyambut tahun ke-120 eksistensi mereka, Juventus seperti benar-benar ingin membuka era baru. Tagline #2beJuventus yang mereka gaungkan kemarin jadi isyarat untuk era baru tersebut; era Juventus 2.0.
Sebenarnya, meski terkesan mendadak dan tiba-tiba, Juventus sudah mulai menggunakan huruf 'J' ini di banyak hal. J-TV, J-Cafe-J-Museum, J-Academy, hingga maskot mereka pun bernama Jay (mengacu pada cara penyebutan huruf 'J' dalam bahasa Inggris). Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Juventus Stadium pun sudah pernah disebut sebagai J-Stadium. Bagi mereka yang mampu membaca pertanda, seharusnya hal ini sudah tak lagi mengejutkan. Selain itu, bagi mereka yang masih tertinggal (baca: klub-klub Serie A lain), mau sampai kapan Juventus kalian biarkan melaju sendirian?
ADVERTISEMENT