Marcel Keizer dan Tradisi yang Terus Dipertahankan Ajax

18 Juni 2017 10:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keizer, pelatih anyar Ajax (Foto: Twitter @AFCAjax)
zoom-in-whitePerbesar
Keizer, pelatih anyar Ajax (Foto: Twitter @AFCAjax)
ADVERTISEMENT
Sepintas ada beberapa hal yang mirip di antara Peter Bosz dan Marcel Keizer. Pertama, keduanya sama-sama berkepala plontos; kedua, keduanya sama-sama pernah melewati satu fase di mana mereka duduk di sebuah meja dan menandatangani kontrak untuk membesut Ajax Amsterdam.
ADVERTISEMENT
Buat Bosz, fase itu sudah lama berlalu. Lebih dari setahun silam, tepatnya. Bosz, yang sebelumnya menangani Maccabi Tel Aviv, menandatangani kontrak selama tiga tahun untuk menjadi pelatih kepala Ajax. Namun, baru setahun kontrak berjalan, ia sudah memilih hengkang.
Ada kabar tak sedap di balik hengkangnya Bosz. Ia tidak dipecat, melainkan —seperti dikatakan oleh salah satu direktur Ajax, Edwin van der Sar— ada perbedaan pandangan antara Bosz dan para bos. Ketika kata sepakat tidak tercapai oleh kedua belah pihak, Bosz memutuskan untuk pergi.
Dari beberapa kabar yang dilaporkan media-media Belanda, Bosz bersitegang dengan asisten-asistennya sendiri, mulai dari asisten pelatih Dennis Bergkamp, pelatih kiper Carlo L’Ami, hingga pelatih kebugaran Bjorn Rekelhof.
ADVERTISEMENT
Bergkamp, L’Ami, dan Rekelhof adalah orang-orang lama Ajax. Mereka bukan staf bawaan Bosz. Pelatih berusia 53 tahun itu hanya membawa satu orang asisten, yakni Hendrie Kruzen, yang memang sudah lama mengikutinya melatih di berbagai kesebelasan. Menjelang akhir musim 2016/2017, dilaporkan bahwa Bosz sudah jarang berkomunikasi dengan Bergkamp dkk.
Kendati hanya membesut Ajax satu musim, Bosz punya pencapaian yang lumayan. Diberikan skuat yang relatif amat muda, ia mampu membawa raksasa Belanda itu finis di posisi kedua Eredivisie dan lolos ke final Liga Europa —sebelum akhirnya ditaklukkan Manchester United.
Bosz dipekerjakan Ajax karena ia adalah penggemar fanatik sepak bola ala Johan Cruyff, dedengkot legendaris Ajax yang terkenal dengan totaal voetbal-nya itu. Dengan menunjuk Bosz sebagai pelatih, Ajax bisa tetap mempertahankan sepak bola dan filosofi khas mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, Bosz tidak sekadar memainkan possession football dengan formasi 4-3-3 belaka. Jika di era sebelumnya bersama Frank de Boer, Ajax terlihat stylish, di era Bosz mereka tidak sekadar mendominasi penguasaan bola, tetapi juga menjadi lebih agresif.
Peter Bosz kini tangani Dortmund. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Peter Bosz kini tangani Dortmund. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
Bersama Bosz, Ajax berubah menjadi tim yang berusaha sebisa mungkin merebut penguasaan bola dari kaki lawan. Serangan lawan sudah langsung dicegat manakala bola masih dikuasai oleh para bek. Pressing ketat seperti inilah yang membuat pertandingan melawan Ajax bisa terasa melelahkan.
Bukan kebetulan juga apabila Borussia Dortmund, klub yang kini diarsiteki Bosz, menerapkan gaya pressing serupa sejak zaman Juergen Klopp hingga Thomas Tuchel. Tidak heran jika kemudian Dortmund memilih untuk menunjuknya sebagai pelatih anyar.
ADVERTISEMENT
Selepas Bosz pergi, Ajax pun langsung melakukan pencarian akan pelatih anyar. Menurut Van der Sar, pilihan mereka langsung jatuh kepada Keizer. Pria 48 tahun ini memang relatif asing di telinga sepak bola global karena memang jabatan sebelumnya hanyalah pelatih Jong Ajax —tim kedua Ajax yang berkompetisi di Eerste Divisie, level kedua sepak bola Belanda yang berada di bawah Eredivisie.
Keizer membawa Jong Ajax menduduki posisi kedua Eerste Divisie pada musim 2016/2017. Namun, bukan perkara pencapaian ini yang membuatnya ditunjuk menjadi pelatih Ajax dan diserahi kontrak berdurasi dua tahun.
Sebagai klub, Ajax merupakan sebuah institusi. Mereka, para pemain yang berada di dalamnya, diajari satu filosofi sejak masih di tim akademi. Filosofi tersebut terus digunakan hingga ke tim lapis kedua (Jong Ajax) dan tim utama. Bermain dengan formasi 4-3-3 dan menggunakan possession football adalah bagian dari filosofi ini.
ADVERTISEMENT
Maka, dengan menunjuk Keizer, Ajax pun mempertahankan tradisi mereka. Bosz dulu ditunjuk karena ia memainkan sepak bola yang diusung Johan Cruyff, dan begitu juga dengan Keizer sekarang yang, sebagai mantan pelatih tim lapis kedua Ajax, tentu paham karakteristik klub.
“Sedari awal, kami melihat bahwa Keizer adalah kandidat yang paling pas,” ujar Van der Sar seperti dilansir ESPNFC.
“Dia paham seluk-beluk pemain, bagaimana pembentukan tim di sini, dan punya filosofi yang sama dengan klub. Sebagai tambahan, dengan permainan luar biasa yang ditunjukkan timnya musim lalu, ia telah membuktikan bahwa ia begitu menjanjikan,” lanjut Van der Sar.
Pertanyaannya sekarang: dengan diwarisi skuat yang begitu muda, dan baru saja ditinggal kapten mereka, Davy Klaassen, yang hengkang ke Everton, bisakah Keizer membawa Ajax menyabet gelar juara yang musim lalu didapat Feyenoord di pekan terakhir?
ADVERTISEMENT