news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menanti Matteo Guendouzi Mekar Lebih Dini

30 Juli 2018 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Matteo Guendouzi dalam pertandingan ICC menghadapi PSG. (Foto: Getty Images/Suhaimi Abdullah)
zoom-in-whitePerbesar
Matteo Guendouzi dalam pertandingan ICC menghadapi PSG. (Foto: Getty Images/Suhaimi Abdullah)
ADVERTISEMENT
Tiga menit. Menurut Johan Cruyff, hanya sedemikianlah waktu yang dimiliki seorang pesepak bola untuk benar-benar mengolah Si Kulit Bulat di lapangan hijau. Oleh karenanya, legenda sepak bola Belanda itu berkata, hal terpenting bagi seorang pemain adalah bagaimana dirinya berlaku di sisa waktu yang ada.
ADVERTISEMENT
Cruyff, di situ, sedang berbicara soal pergerakan tanpa bola. Bagaimana seseorang mencari ruang untuk menerima umpan, merusak bentuk pertahanan lawan, dan mengeksploitasi segala lubang yang ada. Namun, satu hal yang Cruyff lupa adalah, di tiga menit tadi, terkadang yang dilakukan seorang pemain bisa lebih penting ketimbang bergerak secara apik dalam 87 menit lainnya.
Jika tak percaya, tengok apa yang dilakukan Wayne Rooney pada 2002 lalu. Kala itu, Rooney yang masih berusia 16 tahun memperkenalkan diri kepada dunia lewat sebuah sepakan spektakuler. David Seaman, penjaga gawang kawakan Inggris yang sudah malang melintang di level tertinggi sejak Rooney belum dilahirkan, dibuatnya tak berdaya.
Hari itu, 19 Oktober 2002, Rooney hanya bermain selama sepuluh menit di Goodison Park. Jika rata-rata dalam 90 menit seorang pesepak bola hanya menguasai bola selama tiga menit, bisa dibayangkan betapa minimnya Rooney mengolah bola pada hari itu. Namun, ya, itu tadi. Terkadang, apa yang dilakukan seorang pemain dengan bola jauh lebih penting ketimbang kala dirinya sedang bergerak tanpa bola.
ADVERTISEMENT
Matteo Guendouzi adalah contoh lain. Sabtu (28/7/2018) akhir pekan lalu, di bawah kungkungan hawa panas dan lembab khas Singapura, Guendouzi melakukan apa yang dulu pernah dilakukan Rooney: Memperkenalkan diri pada dunia.
Laga antara Arsenal dan Paris Saint-Germain (PSG) belum genap berusia setengah jam ketika Guendouzi, dengan teknik dan kematangan laiknya seorang pemain yang sepuluh tahun lebih tua, memberi umpan ala Andrea Pirlo kepada Pierre-Emerick Aubameyang.
Seperti yang biasa dia lakukan sebelumnya, Guendouzi bermain sebagai quarterback bagi timnya. Beroperasi di antara lini belakang dan lini tengah, pemuda 19 tahun itu melepas umpan yang hanya bisa dilakukan Carson Wentz dengan tangannya. Ada jarak sekitar 60 meter antara dirinya dan Aubameyang, tetapi apalah artinya jarak jika sudah berhadapan dengan teknik sehebat itu.
ADVERTISEMENT
Tanpa gangguan berarti, bola kiriman Guendouzi itu mendarat di kaki Aubameyang. Penyerang asal Gabon itu, dengan kecepatan dan kelincahannya, merangsek ke kotak penalti PSG. Aubameyang sempat mengecoh salah seorang pemain belakang Les Parisiens sebelum melepas tembakan ke gawang Gianluigi Buffon. Namun, sepakan eks pemain Milan itu masih terlalu lemah dan bisa diamankan dengan mudah oleh Buffon.
Jika Aubameyang gagal mencetak gol kala itu, tentunya Guendouzi tak layak dipersalahkan. Biar bagaimana, pemuda berdarah Maroko itu sudah melakukan apa yang semestinya dia lakukan. Toh, pada akhir pertandingan Guendouzi juga kebanjiran pujian. Bagi para suporter Arsenal, yang lebih penting dari kemenangan 5-1 atas PSG itu adalah bagaimana mereka menemukan pemain dengan potensi sebesar dirinya.
ADVERTISEMENT
Guendouzi datang ke Arsenal pada 11 Juli 2018 dengan biaya 7 juta poundsterling. Untuk ukuran bursa transfer yang sudah mengalami inflasi gila-gilaan, harga tersebut sangatlah murah. Apalagi, ketika si pemain mampu menunjukkan apa yang dia tampilkan di Singapura tadi.
Nyaris tak ada ekspos akan kedatangan Guendouzi. Saat itu, pembicaraan yang muncul cuma soal bagaimana dia merupakan pemain potensial dan Arsenal adalah tempat berkembang yang sempurna baginya. Untuk The Gunners, narasi macam itu sudah basi. Mereka sudah terlalu sering melakukan hal demikian pada era kepemimpinan Arsene Wenger dan hasilnya pun, sebagian besar, nihil.
Namun, ada yang berbeda dari Guendouzi. Dia didatangkan setelah Wenger lengser dan orang yang bertanggung jawab atas pembelian ini adalah orang yang pernah membuat Borussia Dortmund jadi penantang serius bagi Bayern Muenchen meski sumber dayanya terbatas. Namanya Sven Mislintat dan setelah dia datang, wewenang Wenger dalam hal perekrutan pemain resmi dicabut.
ADVERTISEMENT
Mislintat datang ke Arsenal pada pertengahan musim 2017/18. Dia didatangkan tak lama setelah 'Meriam London' merekrut eks direktur olahraga Barcelona, Raul Sanllehi. Guendouzi memang bukan rekrutan pertama Mislintat untuk Arsenal. Kurang lebih setengah tahun sebelum dia datang, Arsenal sudah lebih dulu mendaratkan Kostas Mavropanos atas rekomendasi Mislintat. Namun, justru Guendouzi-lah yang bisa lebih dulu mencuri perhatian secara luas.
Agak puitis, memang, ketika Guendouzi 'memilih' untuk memperkenalkan dirinya pada laga menghadapi PSG. Sebab, sebagai bocah yang lahir hanya sepelemparan batu dari Paris, dia dulu sempat mengenyam pendidikan di akademi milik PSG. Pendidikan itu pun berlangsung cukup lama. Guendouzi masuk di umur enam tahun dan pergi saat sudah berusia 15 tahun.
Setelah meninggalkan PSG, Guendouzi berlabuh ke akademi milik Lorient. Keputusan Guendouzi pindah ke klub Prancis Barat Laut itu cukup menarik. Sebab, ketika itu Lorient masih sangat kental dengan pengaruh Christian Gourcuff, pelatih yang disebut sebagai Wenger-nya Liga Prancis karena sama-sama mengusung sepak bola ofensif dan sama-sama bertahan lama di satu klub. Gourcuff sendiri melatih Lorient antara 2003 sampai dengan 2014.
ADVERTISEMENT
Di Lorient, Guendouzi menemukan momentum untuk menjadi pesepak bola sesungguhnya. Selama dua tahun dia menimba ilmu di akademi sebelum melakoni debut pada 2016. Ketika itu, Lorient diasuh oleh Bernard Casoni, sosok yang menjuarai Liga Champions 1993 bersama Olympique Marseille.
Sayangnya, pada musim 2016/17 itu Lorient harus teregradasi ke Ligue 2. Casoni pun dipecat dan digantikan oleh mantan penjaga gawang Nantes, Mickael Landreau. Di bawah besutan Landreau, Guendouzi semakin matang saja. Namun, pemain bertinggi 185 cm itu agak kesulitan menembus tim utama Lorient. Sebab, oleh Landreau dia memang seperti 'dihukum' karena tak kunjung mau memperpanjang kontrak.
Guendouzi (tengah, oranye) saat masih bermain untuk Lorient. (Foto: AFP/Jean-Sebastien Evrard)
zoom-in-whitePerbesar
Guendouzi (tengah, oranye) saat masih bermain untuk Lorient. (Foto: AFP/Jean-Sebastien Evrard)
Faktanya adalah, Guendouzi memang enggan berlama-lama di Lorient. Apalagi, kala itu pun dia sudah masuk radar sejumlah klub kenamaan Eropa, seperti Roma dan Barcelona. Akhirnya, lewat manuver yang tidak banyak diketahui orang, Guendouzi justru jatuh ke pelukan Arsenal.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari dua pertandingan pramusim yang telah dia lakoni, bisa ditarik sebuah kesimpulan sementara bahwa Guendouzi adalah pemain tengah yang komplet. Dia tak hanya bisa mengumpan, tetapi juga berani berduel baik di darat maupun udara, punya kemampuan teknis yang apik untuk melewati lawan atau mencari keuntungan, serta memiliki kecepatan dan ketangkasan untuk bergerak tanpa bola.
Tak heran jika para suporter Arsenal begitu optimistis akan masa depannya. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang menyebut Guendouzi bisa lebih hebat dari Paul Pogba.
Anggapan itu, setidaknya untuk saat ini, memang prematur karena Guendouzi masih muda dan belum membuktikan apa-apa. Namun, jika potensi itu bisa terus dikembangkan, tak menutup kemungkinan Guendouzi bakal bisa segera bermain bersama Pogba dan membuktikan apakah benar dia lebih hebat dari seniornya itu. Sebab, meski punya darah Maroko, Guendouzi sudah menegaskan bahwa dirinya ingin bermain untuk Les Bleus.
ADVERTISEMENT
Yang jelas, kini ada misi jangka pendek yang harus diselesaikan oleh Guendouzi. Di Arsenal, dengan keberadaan Aaron Ramsey, Granit Xhaka, dan Lucas Torreira, dia belum tentu bakal jadi pilihan utama pelatih Unai Emery. Akan tetapi, jika terus mampu tampil brilian seperti di pramusim, ditambah apabila ada salah satu dari pemain utama yang cedera atau tampil buruk, bisa jadi Guendouzi akan mekar lebih cepat dari perkiraan.