Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Derby della Capitale dan O Classico. Dua pecundang dari laga akbar di Serie A dan Primeira Liga akhir pekan lalu itu akan bersua dalam pertandingan leg II babak 16 besar Liga Champions, Kamis (7/3/2019) dini hari WIB. Roma , yang mengantongi keunggulan agregat 2-1, akan bertamu ke markas Porto, Estadio do Dragao.
ADVERTISEMENT
Meskipun harus menatap laga ini dengan modal kekalahan dari Benfica dan ketertinggalan agregat, Porto sebenarnya pantas untuk lebih diunggulkan. Pasalnya, musim ini pasukan Sergio Conceicao tersebut secara umum memang sukses tampil lebih meyakinkan ketimbang Roma. Di Liga Champions sendiri, sebelum kalah dari Roma di Olimpico, Porto sukses memetik lima kemenangan dan satu hasil imbang di fase grup.
Tak cuma itu, Porto juga sebenarnya punya rekor impresif di kompetisi lokal. Kekalahan dari Benfica itu merupakan yang pertama bagi mereka dalam 25 pertandingan di semua ajang domestik yang meliputi Primeira Liga, Taca de Portugal, dan Taca de Liga. Porto juga saat ini masih bersaing ketat di jalur perebutan juara liga dengan ketertinggalan dua poin dari Benfica yang ada di puncak klasemen.
ADVERTISEMENT
Sekarang, kita bandingkan capaian itu dengan Roma. Tim asuhan Eusebio Di Francesco ini adalah biangnya inkonsistensi, apalagi jika harus bermain di kandang lawan.
Di Serie A, I Lupi sudah kalah lima kali dalam partai tandang, termasuk laga derbi melawan Lazio akhir pekan lalu. Meskipun laga digelar di Olimpico, secara teknis, Lazio-lah saat itu yang jadi tuan rumah. Di Liga Champions, mereka menelan dua kekalahan dari tiga partai tandang. Plus, jangan lupakan pula bagaimana Roma digunduli Fiorentina 1-7 di Artemio Franchi pada ajang Coppa Italia. Ini merupakan faktor yang sama sekali tidak bisa dianggap sepele.
Tren buruk Roma dalam partai tandang itu sebenarnya juga bisa dilacak sampai musim lalu di ajang Liga Champions. Mereka memang berhasil sampai ke semifinal, tetapi Daniele De Rossi dkk. selalu kalah saat bertamu ke kandang lawan. Dari tiga pertandingan, mereka kebobolan 10 gol. Ini, sekali lagi, bukan urusan remeh, apalagi jika pertaruhannya sebesar di fase gugur Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Nah, dengan keadaan yang mengkhawatirkan seperti ini, apa yang bisa dilakukan Roma untuk mempertahankan keunggulan mereka. Lalu, bagaimana dengan Porto? Mampukah mereka memanfaatkan rekor tandang Roma yang buruk untuk melaju ke babak berikut?
Bagi Roma , jawabannya sederhana saja: Optimalkan Edin Dzeko. Ini bukan jawaban klise karena kenyataannya, Dzeko adalah penampil terbaik Roma di Liga Champions musim ini. Sejauh ini sudah ada 5 gol dan 3 assist yang berhasil dibukukan striker Bosnia-Herzegovina itu dari 5 pertandingan. Namun, angka-angka itu hanyalah apa yang tampak di permukaan.
Secara overall, Dzeko tampil jauh lebih garang di Liga Champions ketimbang di Serie A. Di Serie A sendiri Dzeko sebenarnya sudah mengemas 13 gol, tetapi mantan pemain Wolfsburg itu jarang sekali menunjukkan gestur bersemangat ketika tampil di liga. Lain ceritanya dengan penampilannya di Liga Champions. Menghadapi lawan-lawan yang bermain lebih terbuka, pemilik dua gelar Premier League itu begitu ganas dalam menekan lawan dan mencari ruang tembak.
ADVERTISEMENT
Keganasan Dzeko itu bisa ditilik lewat statistik lain yang dia catatkan. Menurut WhoScored, pria 32 tahun ini sanggup menembak sampai 4,6 kali, memenangi 4,6 duel udara, melakukan 1,4 dribel, dan melepas 1,4 umpan kunci di setiap laganya. Tak ada pemain Roma lain yang mendekati catatan milik Dzeko ini.
Untuk mengoptimalkan peran Dzeko, tentunya Roma tak boleh membiarkan dirinya bekerja sendirian. Dalam pertandingan nanti kemungkinan Di Francesco akan memainkan pola 4-3-3 dan pola ini memiliki potensi besar untuk memberi Dzeko segala yang dia butuhkan.
Di kiri Dzeko ada Stephan El Shaarawy yang merupakan kreator peluang ulung. Lewat kecepatan, teknik, dan kemampuan menembaknya, eks pemain Genoa tersebut bisa meringankan tugas Dzeko dalam memimpin lini depan Roma. Namun, bukan El Shaarawy yang rasanya bakal betul-betul pegang peran protagonis, melainkan Nicolo Zaniolo yang main di sisi kanan Dzeko.
ADVERTISEMENT
Dua gol Roma di leg I lalu semuanya berasal dari Zaniolo. Berkat bantuan Dzeko yang memiliki daya kreasi hebat itu, Zaniolo bisa melesakkan dua gol ke gawang Iker Casillas. Namun, bukan berarti alumnus akademi Internazionale ini bakal bergantung pada Dzeko. Zaniolo bisa menjadi kreator untuk dirinya sendiri seperti yang dia tunjukkan lewat gol solo run ke gawang Sassuolo serta bisa jadi opsi sekunder jika serangan Roma via Dzeko pampat.
Di belakang trio itu De Rossi akan mendampingi dua gelandang muda, Lorenzo Pellegrini dan Bryan Cristante. Sederhananya, De Rossi adalah jangkar, Pellegrini adalah distributor bola, Cristante adalah gelandang serbaguna yang bisa juga jadi pencetak gol terutama dalam situasi bola mati. Dalam situasi menguasai bola, Roma bisa bermain dengan pakem 4-1-4-1.
ADVERTISEMENT
Lalu, ketika tidak menguasai bola, formasi 4-3-3 Roma itu akan bersalin rupa menjadi 4-5-1. Menghadapi Porto yang bermain dengan pakem klasik 4-4-2, formasi Roma tadi bisa memberi keuntungan numerikal secara natural. Roma bisa menutup jalur serangan utama Porto, yaitu sisi sayap, dengan mudah.
Meski begitu, Roma adalah tim yang rentan sekali berbuat kesalahan. Porto yang punya pemain-pemain berteknik bagus dan cepat bisa dengan mudah pula menghukum kesalahan-kesalahan tersebut. Bahkan, hukuman bisa diberikan dengan cara yang tidak biasa mereka lakukan. Pada leg I, misalnya, gol Adrian Lopez Alvarez lahir lewat umpan lambung. Adrian sendiri sukses memanfaatkan buruknya koordinasi pertahanan Roma yang terlena usai unggul dua gol.
Bagi Porto, menunggu pemain Roma membuat kesalahan seharusnya menjadi opsi kedua. Opsi pertama mereka, tentu saja, adalah mengambil inisiatif serangan. Sisi kiri pertahanan Roma bisa jadi incaran yang empuk dengan seringnya Aleksandar Kolarov pergi meninggalkan sarang dan lambatnya Federico Fazio dalam bergerak. Kolaborasi Moussa Marega-Jesus Corona bisa begitu mematikan jika Roma alpa dalam menjaga konsentrasinya. Ingat, satu gol saja sudah cukup bagi Porto untuk meloloskan diri ke perempat final.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pada dasarnya kans kedua tim untuk keluar sebagai pemenang terbuka lebar. Hasil pertandingan ini akan ditentukan oleh siapa yang lebih banyak berbuat salah dan siapa yang mampu mengkapitalisasinya. Porto layak diunggulkan, tetapi Roma pun tak boleh dicoret begitu saja.