Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Dua kekalahan beruntun setelah mengukir catatan 10 pertandingan tak terkalahkan. Begitulah AC Milan , perlahan meninggalkan konsistensi dan mengakrabi hasil buruk.
ADVERTISEMENT
Rossoneri pun gagal menyalip Inter di posisi ketiga. Alih-alih demikian, mereka justru kian dekat dengan Atalanta dan Lazio yang sama-sama mengoleksi 48 poin, cuma terpaut tiga angka dari Milan yang kini nangkring di peringkat keempat.
Jadi, tak ada alasan bagi Milan untuk gagal membungkus tiga poin saat menjamu Udinese pada giornata 30 Serie A, Rabu (3/4/2019) dini hari WIB. Lagipula, Paolo Scaroni selaku Presiden Milan sudah terang-terangan menginginkan timnya kembali meraih kemenangan.
Ketergantungan kepada Piatek
Sulit dimungkiri, kini Milan dalam kondisi buruk. Bahkan, mungkin yang terburuk di tahun ini. Kekalahan 2-3 dari Inter Milan dalam Derbi della Madonnina jadi pembukanya. Disusul kekalahan tipis 0-1 dari Sampdoria.
ADVERTISEMENT
Well, hasil negatif yang termutakhir itu terkait erat dengan kesalahan fatal Gianluigi Donnarumma saat laga belum genap berjalan semenit--33 detik tepatnya. Situasi menjadi rumit setelahnya. Milan tertinggal di awal pertandingan, di kandang lawan pula.
Padahal, mereka cenderung kesulitan saat tertinggal duluan dari lawan-lawannya. Kekalahan pasukan Gennaro Gattuso atas Inter juga berasal dari plot yang serupa. Kecolongan gol di awal laga lalu kesulitan untuk mengejar ketinggalan.
Sialnya, Krzysztof Piatek yang rutin jadi produsen gol justru tampil melempem dalam dua laga ke belakang. Ya, sepasang kekalahan yang ditelan Milan tak terlepas dari kegagalan penyerang asal Polandia itu mencetak angka.
Jangankan mengemas gol, melontarkan tembakan saja ia kesulitan. Cuma sebiji tembakan per laga yang mampu dilepaskan Piatek dalam dua pertandingan termutakhir.
ADVERTISEMENT
Tengok saja bagaimana tingginya kebutuhan Milan akan gol Piatek. Saat ia gagal mencetak gol, saat itu pula timnya kesulitan memetik kemenangan. Selain dari dua kekalahan teranyar, hasil imbang melawan Lazio juga dihiasi kegagalan Piatek mencetak gol.
Sebenarnya pemain yang diboyong dari Genoa itu juga kembali paceklik gol saat timnya menjamu Sassuolo di pekan 26 lalu. Beruntung, Milan tertolong dengan gol bunuh diri Pol Lirola--yang jadi gol satu-satunya dalam laga tersebut.
Gattuso punya dua opsi untuk mengatasi seretnya produktivitas timnya ini. Pertama, mengalokasikan daya serang ke sisi sayap--kepada Suso, Hakan Calhanoglu, dan Samu Castillejo--atau mengganti posisi Piatek sebagai penyerang utama. Oke, opsi kedua mungkin jadi pilihan yang sulit bagi Gattuso.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, perlu dipertimbangkan juga bila Milan masih punya Patrick Cutrone, penyerang 21 tahun yang tak buruk-buruk amat soal urusan mencetak gol. Sudah 9 kali ia membobol gawang lawan di seluruh pertandingan lintas ajang musim ini.
Terlebih, Cutrone relatif dalam kondisi yang lebih bugar ketimbang Piatek yang sudah melakoni 4 pertandingan dalam dua pekan--termasuk mentas bersama Polandia di jeda internasional lalu.
Menanti Tuah Tudor
Berbicara tentang rekam jejak pertemuan dengan Milan, kredibilitas Udinese tak layak dipandang sebelah mata. I Friulani berhasil mencuri dua kemenangan dan menahan imbang mereka dalam lima lawatan terakhirnya di San Siro. Cukup merepresentasikan potensi Udinese untuk merepotkan tuan rumah nanti.
ADVERTISEMENT
Bila Milan intens menerapkan pakem 4-3-3, tidak demikian dengan Udinese. Mereka sering bergonta-ganti format, sebagaimana yang tertuang juga di ranah pelatih. Ya, Udinese sudah mengganti tiga pelatih di musim ini. Dari Julio Velazquez ke Davide Nicola, hingga akhirnya kembali ke Igor Tudor--arsitek yang pernah membesut Udinese di musim lalu.
Namun, bukan berarti perubahan itu nihil hasil. Peralihan format ke sistem empat bek yang dipakai Tudor terbukti moncer. Genoa mereka gasak dua gol tanpa balas. Oh, iya, ini sekaligus jadi cleansheet pertama Udinese dalam tiga laga ke belakang.
Aspek ini yang layak menjadi sorotan, karena, ya, Tudor membuat pertahanan Udinese lebih kokoh. Ia tak mengutus sepasang full-back-nya untuk aktif membantu serangan. Sebaliknya, keduanya justru diinstruksikan untuk merapat demi membentuk blok bersama bek sentral. Sistem tersebut tampak di laga versus Genoa akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Marvin Zeegelaar dan Jens Stryger Larsen yang ngepos di sektor full-back, intens bergerak ke jantung pertahanan yang diisi William Troost-Ekong Sebastien De Maio. Skema seperti ini yang kemudian mematikan aksi Stefano Sturaro dan Ivan Radovanovic sebagai distributor di area sentral.
Udinese pun berhasil unggul 2-0 meski inferior soal catatan agresivitas dibanding Genoa. Mereka cuma mendulang 12 tembakan, nyaris setengah dari torehan Genoa yang mencapai 21. Cukup merepresentasikan kelebihan mereka dalam bertahan dan efektif dalam menyerang.
Cukup logis untuk mewajarkan pendekatan permainan Tudor yang defensif, mengingat posisi bek jadi peran yang dimainkannya selama masih merumput. Nah, di sini menariknya.
Sistem pertahanan anyar Udinese bakal jadi ujian selanjutnya bagi Milan yang sedang mengalami pengeroposan di lini depan. Sekaligus momentum pertaruhan asa bagi Lucas Biglia dan kolega untuk finis di pos empat besar pada akhir musim.
ADVERTISEMENT