PSSI dan Hukuman kepada Suporter: Konsisten dalam Inkonsistensi

2 Maret 2019 9:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter Persib Bandung. Foto: Antara
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Persib Bandung. Foto: Antara
ADVERTISEMENT
Bobotoh -- pendukung Persib -- boleh senang, karena kerinduan untuk mendukung kembali 'Maung Bandung' di stadion dalam kompetisi liga akhirnya terobati untuk musim 2019. Namun, di sisi lain, kebahagiaan Bobotoh ini juga mencerminkan satu hal: Inkonsistensi PSSI.
ADVERTISEMENT
Tertuang dalam SK yang berkenaan dengan implementasi keputusan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang tidak dapat dijalankan karena infrastruktur kompetisi sekarang ini, ada beberapa jenis keputusan Komdis PSSI yang tidak bisa dilaksanakan karena terkait infrastruktur PSSI.
Salah satunya adalah mengenai hukuman terhadap individu/kelompok suporter. Maka, dengan basis seperti itu, PSSI pun memutuskan untuk mencabut hukuman larangan menonton kepada bobotoh, suporter Persib, serta kepada Yuli Sumpil dan Fandy, dua orang suporter Arema -- Aremania.
Pencabutan ini, dari segi Bobotoh dan Aremania, tentu hal yang melegakan. Terutama bagi bobotoh yang hukumannya terbilang berat. Namun, dari segi PSSI, tentunya ini menunjukkan satu hal yang busuk. Yaitu, inkonsistensi mereka dalam menerapkan hukuman, termasuk hukuman yang berkaitan dengan suporter.
ADVERTISEMENT
***
Untuk urusan memberikan hukuman kepada elemen-elemen yang melanggar dalam kompetisi sepak bola Indonesia, PSSI sebenarnya sudah memiliki badan tersendiri. Badan tersebut, dalam statuta PSSI, disebut sebagai Badan Yudisial. Dalam wujudnya, Badan Yudisial itu adalah Komisi Disiplin PSSI.
Kehadiran Komdis di dalam tubuh asosiasi sepak bola Indonesia tersebut menjadi salah satu cara yang diterapkan untuk mengurangi tindakan-tindakan melanggar yang mungkin dilakukan klub kelak. Dalam praktiknya, memang banyak keputusan-keputusan apik yang diambil oleh Komdis ini.
Dengan adanya Komdis ini pula, klub-klub akan sedikit lebih segan untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran. Efek kehadiran Komdis ini juga sudah merambah ke suporter. Sebagai bagian dari elemen sepak bola Indonesia, suporter juga tak luput dari pantauan Komdis.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam praktiknya, terkadang Komdis sebagai ujung tombak PSSI dalam menghukum pelanggar kerap melakukan sebuah hal yang merupakan cermin dari inkonsistensi. Mari sejenak kembali pada 2007 silam. Kala itu, ada babak 8 besar Liga Indonesia XIII antara Persiwa melawan Arema.
Rusuh suporter Arema Foto: ANTARA FOTO/H Prabowo
Di pertandingan tersebut, Aremania melakukan sebuah tindakan perusakan yang cukup parah. Kecewa akan kepemimpinan wasit, mereka merusak Stadion Brawijaya, markas Persik, bahkan sampai membakar jala gawang.
Komdis bertindak tegas. Aremania pun dijatuhi sanksi tidak boleh menyaksikan laga Arema selama tiga tahun. Namun, seiring waktu berjalan, pengurangan justru terjadi. Hukuman Aremania jadi dua tahun plus tanpa menggunakan atribut. Alasan Arema pernah jadi suporter terbaik dijadikan dasar pengurangan hukuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga terjadi ketika Persebaya kena hukum PSSI pada Januari 2007. Ketika itu, Nurdin Halid yang menjabat sebagai Ketua Umum PSSI memberikan keringanan hukuman langsung untuk Persebaya.
Awalnya ‘Bajul Ijo’ dikenai hukuman tidak boleh menggelar laga kandang selama satu tahun. Namun, akhirnya hukuman itu dikurangi menjadi larangan menggelar laga kandang selama tiga laga, plus masa percobaan enam bulan dan denda sebesar 500 juta. Hal ini sontak mengundang keanehan tersendiri.
Soal Persib, sebelum tahun 2018 ini, mereka juga pernah mendapatkan keringanan hukuman pada 2017 silam. Mungkin, lebih tepatnya hal tersebut merupakan kesimpangsiuran tersendiri.
Awalnya, buntut kerusuhan yang menewaskan Ricko Andrean, Persib terkena hukuman lima laga tanpa penonton. Namun, akhirnya hukuman lima laga tanpa penonton itu malah berubah jadi lima laga tanpa penonton yang beratribut. Alhasil stadion tetap penuh, karena Bobotoh tetap datang dengan menggunakan atribut biasa.
ADVERTISEMENT
Itu baru Persebaya, Arema, dan Persib. Sebenarnya masih banyak kasus pengurangan hukuman lain yang kerap terjadi di sepak bola Indonesia, dengan PSSI sebagai aktornya.
***
Memang, tidak selamanya kesalahan dalam konsistensi penerapan aturan ini jadi milik Komisi Disiplin PSSI. Ada juga andil dari Komisi Banding selaku komisi yang menerima banding dari elemen sepak bola Indonesia yang merasa keberatan dengan hukuman Komdis.
Namun, perkara konsistensi hukuman, terutama dalam kasus hukuman terhadap Bobotoh, Yuli Sumpil, dan Fandy yang tiba-tiba dicabut tanpa alasan logis dan jelas ini, sudah semestinya PSSI berpikir, bahwa kelak kejadian ini akan memengaruhi integritas PSSI itu sendiri.
Jangan sampai hukuman yang sudah ditegakkan oleh tangan sendiri malah dicabut pula oleh tangan sendiri. Tanpa alasan yang jelas pula.
ADVERTISEMENT