Sepak Terjang sang Pangeran Miskin, Muhammad bin Salman

16 Oktober 2018 18:47 WIB
Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman. (Foto: AFP/Tolga Ekman)
zoom-in-whitePerbesar
Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman. (Foto: AFP/Tolga Ekman)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada 16 Desember 2017, New York Times merilis sebuah certa mengenai sebuah kastil raksasa di dekat Versailles, Prancis, yang baru saja terjual dengan nilai 300 juta dolar AS. Kala itu, Times tidak menyebutkan siapa pembelinya karena pada saat itu identitas sang hartawan memang belum diketahui. Akan tetapi, kini siapa hartawan yang dimaksud sudah bukan misteri lagi.
Namanya Muhammad. Muhammad bin Salman. Baik Muhammad maupun Salman adalah nama yang jamak sekali ditemui di jazirah Arab sana. Namun, tentu saja, jika dia mampu membeli kastil seharga 300 juta dolar AS, sudah bisa dipastikan bahwa Muhammad bin Salman yang ini bukan manusia biasa dan faktanya memang begitu. Muhammad bin Salman adalah Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, putra Raja Salman bin Abdul Aziz.
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah dia ucapkan sendiri, Muhammad bin Salman, atau yang lazim disebut MbS dalam pergaulan politik internasional, adalah orang kaya, bukan orang miskin. Walau demikian, awalnya tidak begitu. Ketika masih remaja, tepatnya pada peralihan milenium lalu, MbS merasa bahwa -- menurut standar keluarga kerajaan Arab Saudi -- dia dan ayahnya adalah orang miskin.
Salman bin Abdul Aziz semestinya tidak pernah menjadi raja. Menurut garis keturunan yang ada, Salman hanya berada di posisi ketiga di bawah dua kakaknya, Sultan dan Naif. Akan tetapi, Sultan sudah meninggal dunia pada 2011 dan Naif menyusul setahun kemudian. Pada momen itulah Salman kemudian secara otomatis menjadi putra mahkota, sampai akhirnya, ketika kakaknya, Raja Abdullah, mangkat pada 2015, Salman pun jadi suksesor.
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi putra mahkota, Salman adalah seorang gubernur yang berkedudukan di ibu kota Arab Saudi, Riyadh. Selama 48 tahun dia mengemban jabatan tersebut dan selama itu, Salman praktis tidak pernah mengumpulkan kapita. Segala uang yang dia dapatkan adalah pemberian dari Abdullah. Tentu saja uang yang ada selalu mencukupi kebutuhan keluarga Salman, tetapi pada 2000, MbS merasa bahwa uang yang dimiliki keluarganya tidaklah cukup.
Maka dari itu, MbS kemudian berinisiatif. Dengan mengumpulkan uang tabungannya, dia berhasil mendapatkan 100 ribu dolar AS. Uang itu pun kemudian dia investasikan di bursa saham dan praktis, selama berkuliah jurusan hukum di Universitas Raja Saud, MbS menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan jual-beli saham.
Upaya MbS itu berbuah hasil. Ketika kuliahnya rampung, pria kelahiran 31 Agustus 1985 itu berhasil mendapatkan uang sampai ratusan juta dolar AS. Uang itulah yang nantinya akan dia gunakan untuk berinvestasi di tempat-tempat lain. Berdasarkan catatan Wall Street Journal, MbS saat ini mempunyai saham di sedikitnya tujuh perusahaan berbeda.
ADVERTISEMENT
Dari tujuh perusahaan itu, satu yang menonjol adalah Watan Industrial yang menyuplai bahan-bahan kimia untuk sejumlah perusahaan raksasa di Arab Saudi, termasuk Aramco -- perusahaan minyak plat merah yang bernilai lebih dari 2 triliun dolar AS. Di Watan, MbS menjabat sebagai direktur umum sekaligus pemilik 20 persen saham.
Petualangan MbS tidak sampai di sana. Di Arab Saudi sana ada sebuah firma investasi bernama Tharawat yang secara de jure merupakan milik adik MbS, Turki bin Salman. Disebut de jure karena firma tersebut 99 persen sahamnya dikuasai oleh Turki, tetapi secara de facto, MbS-lah yang mengontrol firma ini. Tharawat sendiri merupakan salah satu dari pemilik perusahaan telekomunikasi Jawraa.
Selain bermain di perusahaan-perusahaan seperti ini, MbS juga pernah terlibat sebagai broker penjualan 50 unit pesawat Airbus yang akan digunakan oleh Saudia Arlines. Menariknya, ini adalah jual-beli pesawat pertama yang dilakukan dengan pendanaan berbasis syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Singkat kata, sejak merasa sebagai orang miskin di kalangan keluarga kerajaan Arab Saudi, MbS sudah melakukan pelbagai cara untuk mengubahnya dengan beraksi di dunia niaga. Walau demikian, MbS punya kehidupan karier yang berbeda sebagai seorang pangeran.
Muhammad bin Salman dengan Vladimir Putin. (Foto: Pavel Golovkin/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad bin Salman dengan Vladimir Putin. (Foto: Pavel Golovkin/Reuters)
Selama dua tahun, MbS sempat bekerja sebagai konsultan untuk Komisi Ahli yang bekerja untuk kabinet pemerintahan Arab Saudi. Namun, itu tak bertahan lama. Sebab, pada 2009 saat berusia 24 tahun, dia dipanggil oleh sang ayah untuk menjadi penasihat pribadi.
Itulah awal mula perkenalan MbS dengan politik dan sejak saat itu, MbS tak pernah lagi bekerja di sektor privat. Setelah Sultan meninggal pada 2011, Salman dipromosikan menjadi deputi kedua perdana menteri sekaligus menteri pertahanan. MbS pun ikut dalam rombongan ayahnya tersebut.
ADVERTISEMENT
Walau demikian, MbS belum benar-benar menjadi orang kuat sampai tahun 2013. Saat itu, Salman sudah resmi menjadi putra mahkota dan salah satu caranya untuk mempersiapkan diri menjadi raja adalah dengan mulai membentuk bakal-bakal kebijakan yang dirumuskan lewat sebuah dewan pertimbangan. Dewan -- atau Diwan -- itu dikepalai oleh MbS.
Karier politik MbS semakin bertambahnya tahun semakin menanjak. Akhirnya, setelah melalui kematian dan suksesi, pada 2015 MbS resmi menjadi wakil putra mahkota. Saat itu, MbS memang belum langsung jadi putra mahkota karena masih ada nama sepupunya, Muhammad bin Naif, di daftar teratas. Walau begitu, pada 2015 tersebut peran MbS di pemerintahan Arab Saudi semakin krusial saja.
Pada Januari 2015, MbS ditunjuk sebagai menteri pertahanan dan langkah pertama yang dia perbuat adalah melakukan agresi militer ke Yaman. Agresi ini dilakukan bersama pasukan koalisi berisikan sembilan negara sebagai respons terhadap permintaan bantuan dari presiden Yaman, Adrabbuh Mansur Hadi, yang menghadapi kudeta bersenjata. Kudeta itu dilakukan oleh Gerakan Houthi yang juga dibantu oleh mantan presiden, Ali Abdullah Saleh.
ADVERTISEMENT
Invasi ke Yaman itu pada akhirnya membuat citra MbS langsung buruk. Pasalnya, dari invasi tersebut lantas muncul krisis kemanusiaan yang sampai saat ini belum rampung dan terus melebar melibatkan negara-negara sekutu, mulai dari Amerika Serikat sampai Korea Utara. Berdasarkan data dari PBB, lebih dari 8.000 orang tewas akibat pertempuran ini, termasuk lebih dari 500 warga Arab Saudi sendiri yang tinggal di perbatasan.
Perang Yaman (Foto: REUTERS/Khaled Abdullah)
zoom-in-whitePerbesar
Perang Yaman (Foto: REUTERS/Khaled Abdullah)
MbS tidak lama berada di posisi tersebut karena beberapa bulan kemudian, dia kembali mendapat promosi. Pada April, ayah empat anak ini diangkat menjadi deputi kedua perdana menteri sekaligus presiden dari Badan Urusan Ekonomi dan Pembangunan. Rupa-rupanya, di sinilah MbS baru benar-benar menunjukkan tajinya.
Setahun setelah dilantik sebagai wakil kedua perdana menteri presiden Badan Urusan Ekonomi dan Pembangunan tadi, MbS menelurkan sebuah konsepsi yang membuatnya jadi dikenal seantero dunia. Visi 2030, demikian nama konsepsi tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam konsepsi itu, MbS merencanakan perubahan besar-besaran, bahkan fundamental, dalam tatanan kehidupan sosial Arab Saudi. Selain itu, dia juga menyusun rencana agar negaranya tak lagi terlalu bergantung pada minyak sebagai sumber pendapatan. Salah satu cara agar Arab Saudi tak lagi bergantung pada minyak adalah dengan membuat negara tersebut lebih ramah terhadap turis.
Beberapa perubahan di bidang sosial yang dimaksud saat ini sudah bisa dilihat. Sekarang, wanita di Arab Saudi sudah diperbolehkan menyetir dan menghadiri acara-acara olahraga. Lalu, bioskop-bioskop serta tempat-tempat pertunjukan musik juga sudah dibuka di Arab Saudi. Raja Salman boleh jadi orang yang mengumumkan perubahan ini tetapi di balik itu semua ada MbS yang ingin menonjolkan citra sebagai muslim liberal.
ADVERTISEMENT
Selain perubahan-perubahan itu, MbS juga melakukan sebuah manuver pemberantasan korupsi, khususnya di kalangan keluarga kerajaan sendiri. Selama ini, keluarga kerajaan Arab Saudi memang begitu leluasa bergerak dengan mencampuradukkan bisnis negara dan bisnis pribadi. Pada November 2017, MbS mengeluarkan sebuah mandat yang berujung pada penangkapan besar-besaran anggota keluarga kerajaan Arab Saudi.
Sebelas pangeran, empat menteri, dan sejumlah pengusaha ditangkap dalam operasi tersebut. Walau begitu, banyak yang menganggap bahwa langkah MbS itu hanyalah sebuah aksi untuk melenyapkan lawan-lawan politiknya secara halus karena sang putra mahkota sendiri, lewat pembelian Airbus tadi, sebetulnya sudah mencampuradukkan bisnis negara dengan pribadi.
Wanita menyetir di Arab Saudi. (Foto: REUTERS/Zohra Bensemra)
zoom-in-whitePerbesar
Wanita menyetir di Arab Saudi. (Foto: REUTERS/Zohra Bensemra)
Bicara soal pelenyapan lawan politik, MbS memang jagonya. Martin Chulov, dalam kolomnya baru-baru ini untuk The Guardian, menceritakan bahwa MbS punya ketertarikan tersendiri pada pemimpin Rusia, Vladimir Putin. Namun, MbS tidak tertarik dengan cara menghadapi atau mengalahkan Putin, melainkan tertarik pada cara Putin yang selalu bisa lolos dari jerat hukum setelah melenyapkan lawan politiknya.
ADVERTISEMENT
Sejak pertama kali menjadi putra mahkota pada 2017, MbS semakin aktif saja dalam memberangus lawan-lawan politiknya. Pada Juni tahun tersebut, pria kelahiran Riyadh tersebut memerintahkan penangkapan terhadap 20 ulama dan cendekiawan yang dituduhnya sebagai anggota Muslim Brotherhood. Tak cuma para ulama dan cendekiawan itu saja, lima aktivis feminisme dan seorang jurnalis bernama Jamal Khashoggi juga jadi korban rezim MbS.
Agresivitas MbS itu sendiri sebenarnya tidak cuma dia tujukan kepada rakyatnya sendiri yang dianggap membangkang. Apa yang dia lakukan terhadap Qatar pada 2017 lalu, ketika MbS menjadi pemimpin dalam pemutusan hubungan diplomatik karena dirinya menganggap Qatar adalah sponsor teroris, merupakan wujud kebuasan MbS terhadap lawan-lawan politiknya di luar negeri.
Tak cuma Qatar, Kanada pun pernah menjadi sasaran tembak MbS. Agustus lalu, usai mendapat kritik soal pemenjaraan aktivis feminisme tadi oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, MbS menyalak. Menurutnya, Kanada sudah ikut campur dalam urusan dalam negeri Arab Saudi dan maka dari itu Arab Saudi pun berhak ikut campur dalam urusan dalam negeri Kanada.
ADVERTISEMENT
Pada intinya, ada beberapa sisi dari sosok Muhammad bin Salman ini. Ada sisi yang menunjukkan dirinya sebagai seorang pembawa perubahan, ada pula sisi yang menunjukkan bahwa seprogresif-progresifnya MbS, dia tetaplah produk monarki absolut yang, well, absolut. Itu semua, ujung-ujungnya, membawa kita semua pada kesimpulan bahwa MbS adalah sosok paham bahwa dia punya kuasa dan tidak takut menggunakan kekuasaan tersebut.
Old Trafford (Foto: Oli SCARFF / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Old Trafford (Foto: Oli SCARFF / AFP)
Baru-baru ini, MbS diberitakan berminat untuk membeli Manchester United dari tangan keluarga Glazer. Konon, tawaran sebesar 3 miliar poundsterling sudah dia siapkan untuk melakukan takeover. Namun, tawaran tersebut ditolak dan penolakan itu, seharusnya, adalah sebuah kabar baik bagi para pendukung Manchester United.
MbS memang kemungkinan besar akan melakukan pekerjaan lebih baik sebagai pemilik klub ketimbang Joel dan Avi Glazer, tetapi di balik itu semua ada sebuah upaya pencucian reputasi seperti yang dilakukan oleh keluarga Al Nayhan dari Abu Dhabi di Manchester City dan dinasti Al Thani dari Qatar di Paris Saint-Germain.
ADVERTISEMENT
Citra kotor kedua rezim tersebut erat kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia. Penangkapan orang-orang yang dianggap subversif serta penyiksaan terhadap mereka dianggap sebagai dua noda rezim Abu Dhabi yang paling besar. Manchester City sampai sekarang berhasil menjernihkan citra buram tersebut. Apalagi, duit dari Abu Dhabi itu juga digunakan untuk merevitalisasi wilayah kota tempat City berada.
Dari Qatar, situasinya agak sedikit berbeda di mana dosa terbesar pemerintah adalah pembunuhan terstruktur terhadap para pekerja migran yang ikut membangun infrastruktur Piala Dunia 2022. Selain itu, hak-hak minoritas, termasuk kaum LGBT, juga mendapat represi habis-habisan dari Doha. Lewat PSG, khususnya transfer Neymar Junior yang memecahkan rekor dunia itu, Qatar berusaha membersihkan reputasinya.
Dengan adanya penolakan Glazer terhadap tawaran dari MbS, Manchester United barangkali masih bakal begini-begini saja secara prestasi. Akan tetapi, setidaknya 'Iblis Merah' tidak terlibat dalam manuver-manuver sinister yang dalam jangka waktu panjang efeknya bisa lebih destruktif.
ADVERTISEMENT