Sulitnya Manchester United Berjaya di Bawah Mourinho

6 Agustus 2018 21:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mourinho kala memimpin latihan Manchester United. (Foto: AFP/Paul Ellis)
zoom-in-whitePerbesar
Mourinho kala memimpin latihan Manchester United. (Foto: AFP/Paul Ellis)
ADVERTISEMENT
“Tim di pertandingan ini bukanlah tim saya. Mayoritas yang bermain di laga ini bahkan bukan pemain saya. Pemain saya bahkan jumlahnya tak mencapai 30% dari yang ada saat ini.”
ADVERTISEMENT
Kata-kata di atas keluar dari mulut Jose Mourinho setelah Manchester United dibungkam 1-4 Liverpool pada ajang International Champions Cup (ICC) 2018 akhir bulan lalu. Tak sepenuhnya salah, toh, United memang tak diperkuat oleh pemain pilar mereka.
Terhitung hanya Alexis Sanchez, Juan Mata, Ander Herrera, Eric Bailly, dan Matteo Darmian para pemain vital yang turun sebagai starter. Sisanya, hanya Lee Grant sang kiper pelapis anyar, serta pemuda macam Scott McTominay dan Demetri Mitchell.
Namun, bukan Mourinho jika memandang masalah dari dua sisi. Dia tak menyinggung keenyataan bahwa Liverpool juga memainkan skuat pelapisnya. Cuma Virgil van Dijk, James Milner, Adam Lallana, Sadio Mane, dan Mohamed Salah yang tergolong sebagai penggawa penting Liverpool.
ADVERTISEMENT
Oke, tinggalkan saja kekalahan dari Liverpool karena United tampil tanpa para pemain pentingnya. Tiga hari berselang, United berhasil melibas Real Madrid 2-1. Luar biasa? Tidak juga. Sepanjang pertandingan Mourinho hanya melakukan tiga pergantian, sedangkan Julen Lopetegui hampir mengganti seluruh anak asuhnya.
Dari sini sudah terlihat jika keduanya memiliki tujuan berbeda. Paling tidak, Lopetegui memang mengesampingkan kemenangan dan memberikan kesempatan kepada para pemain muda untuk unjuk gigi.
Mourinho akhirnya kena batunya saat bersua Bayern Muenchen Senin (6/8) dini hari WIB. Tampil serius dengan menurunkan Sanchez, Mata, Herrera, Victor Lindeloef, Marcus Rashford, David De Gea, serta penggawa anyar mereka, Fred.
Hasilnya sama saja. United masih setia dengan permainan pasifnya. Buntutnya, mereka juga kesulitan dalam melepaskan peluang. Apalagi, Bayern juga menurunkan skuat utamanya dalam laga yang dihelat di Allianz Arena tersebut, makin kesulitan saja 'Iblis Merah' untuk mencetak angka.
ADVERTISEMENT
Di paruh pertama saja Bayern berhasil melepaskan tiga tembakan tepat sasaran sedangkan United, bisa dibilang gagal membuat Manuel Neuer berkeringat. Situasi berbeda dengan De Gea yang banting tulang untuk mengamankan gawangnya dari serbuan lawan.
Jika kita melihat United minim dalam melancarkan serangan sementara De Gea sibuk bekerja, artinya sistem United masih belum berubah. Bukan berarti pragamatisme Mourinho tak penting, hanya intensitasnya terlalu berlebih sehingga membuatnya seakan miskin taktik. Sad bad true, tetapi itulah cap yang layak untuk disematkan kepada pria berjuluk The Special One.
Pemain Bayern dan United berebut bola. (Foto: REUTERS/Andreas Gebert)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Bayern dan United berebut bola. (Foto: REUTERS/Andreas Gebert)
Jalan pikir Mourinho berbeda dengan Juergen Klopp yang memelihara dan mengembangkan gegenpressing-nya. Atau Arsene Wenger di musim terakhirnya yang cenderung adaptif. Di satu sisi, bukan berarti keputusan Mourinho sepenuhnya salah.
ADVERTISEMENT
Pelatih yang berhasil membawa Inter Milan meraih treble itu kerap terlihat kesulitan dalam mengambil keputusan saat dibutuhkan. Cara United membangun serangan pun kerap mengandalkan kemampuan individu pemain-pemainnya, bukan dengan build-up serangan yang rapi.
Kekalahan 1-2 dari Huddersfield Town di pentas Premier League Oktober tahun lalu itu bisa dijadikan acuan. Serangan Juan Mata dan kawan-kawan juga terkesan sporadis. Alhasil, United keok 1-2 dari tim promosi tersebut.
Padahal, United saat ini dihuni oleh para pemain bintang. Kurang apa lagi coba, di lini depan mereka memiliki Romelu Lukaku yang sukses mengemas 25 gol bersama Everton di Premier League musim 2016/2017.
Topskorer sepanjang masa Timnas Belgia itu juga didukung Sanchez yang pernah jadi tulang punggung Arsenal. Belum lagi dengan kahadiran Paul Pogba. Menjadi tak masuk akal jika minimnya kreativitas jadi masalah United sejauh ini. Sedangkan Anthony Martial dan Rashford yang juga piawai dalam menciptakan peluang di tepi pertahanan lawan mampu menjadi alternatif serangan.
ADVERTISEMENT
Sementara sebagai penyeimbang serangan, United sudah menggondol Nemanja Matic dari Chelsea. Bailly dan Lindeloef juga merupakan bek muda dengan spesialisasinya tersendiri. Namun, pada akhirnya tetap De Gea yang paling difungsikan.
Selama hal itu masih kerap terlihat dalam beberapa laga ke depan, jangan harap United akan mampu bersaing dengan Manchester City atau Liverpool sebagai kandidat juara terkuat Premier League musim depan.
Manchester United vs Sevilla. (Foto: Reuters/David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Manchester United vs Sevilla. (Foto: Reuters/David Klein)