Takefusa Kubo dan Bagaimana Sepak Bola Semestinya Diajarkan

18 Juli 2019 14:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Takefusa Kubo berlatih bersama Timnas Jepang. Foto: AFP/Miguel Shincariol
zoom-in-whitePerbesar
Takefusa Kubo berlatih bersama Timnas Jepang. Foto: AFP/Miguel Shincariol
ADVERTISEMENT
Tangis Takefusa Kubo pecah ketika vonis itu dijatuhkan. Karena sesuatu yang berada di luar kuasanya, Kubo kecil dipaksa untuk mengubur mimpinya barang sejenak. Setelah empat tahun menuntut ilmu sepak bola di La Masia, dia terpaksa pulang ke Jepang karena Barcelona dianggap telah menabrak rambu-rambu yang sudah ditetapkan FIFA.
ADVERTISEMENT
Kubo tidak sendiri. Bersamanya, ada bocah dari Kamerun, Amerika, Belanda, Venezuela, Prancis, dan Korea yang juga harus angkat kaki dari La Masia. Namun, di antara mereka, Kubo adalah yang terhebat. Ketika dipaksa untuk pulang, Kubo baru saja menjalani musim di mana dia mampu mencetak 74 gol dari 30 pertandingan.
Namun, Kubo memang tak punya kuasa. Barcelona dianggap sudah melakukan perdagangan manusia ketika merekrutnya dari akademi milik Kawasaki Frontale. FIFA memang menetapkan bahwa seorang pemain hanya bisa pindah ke luar negeri saat usianya sudah menginjak 18 tahun. Kubo, sementara itu, sudah melakukannya kala berusia 10 tahun.
Kubo saat itu memang menjadi bagian dari proyek Barcelona untuk melanggengkan tradisi La Masia memasok pemain ke tim utama. Hanya, proyek tersebut mengalami perluasan. Barcelona tak puas hanya dengan merekrut pemain-pemain lokal. Mereka juga ingin mengamankan talenta dari negara lain untuk dijadikan andalan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Celaka, memang, karena kebijakan itu tidak sejalan dengan undang-undang FIFA soal perlindungan pemain di bawah umur. Barcelona dianggap membeli Kubo ketika dia, secara legal, belum bisa membuat keputusan sendiri. Padahal, menurut Presiden Josep Maria Bartomeu, yang dilakukan klubnya saat itu hanyalah memberi beasiswa kepada Kubo dan pemain-pemain muda lain untuk menuntut ilmu di La Masia.
Akhirnya, meski dengan berat hati, Kubo pergi dari La Masia. Meninggalkan kawan-kawan yang menyayanginya, meninggalkan mimpi yang senantiasa mengiringi langkahnya sejak masih balita. Saat hidupnya tengah menanjak, Kubo dipaksa untuk mengulangi segalanya dari titik nol.
***
Empat tahun sudah berlalu sejak kejadian itu dan kini, setidaknya secara legal, Kubo sudah dewasa. Umurnya sudah 18 tahun dan dia pun sudah berhak membuat keputusan sendiri. Kubo pun bebas untuk pindah ke klub mana pun yang dia mau. Pada titik ini Barcelona punya kesempatan untuk merekrut kembali mantan calon bintangnya.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Barcelona rupanya memilih untuk bergeming. Perubahan kepengurusan di La Masia membuat segalanya tak lagi sama. Di sana tidak ada lagi sosok Joan Vila, pelatih yang dulu membesut Kubo dan kawan-kawan seumurannya. Ketiadaan Vila membuat Barcelona jadi salah langkah. Mereka menolak untuk mendatangkan Kubo kembali dengan alasan harganya terlalu mahal.
Momen itu lantas dimanfaatkan oleh sang rival abadi, Real Madrid. Dalam beberapa tahun terakhir mereka memang memiliki proyek jangka panjang yang diwujudkan dalam rekrutmen pemain-pemain macam Martin Odegaard, Vinicius Junior, serta Rodrygo Goes. Pemain-pemain itu direkrut di usia belia untuk dididik di Castilla sebelum dipromosikan ke tim utama.
Takefusa Kubo, penyerang muda FC. Tokyo Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Proyek itu pun bisa dikatakan sudah mulai terlihat hasilnya. Tak semua jadi kisah sukses, memang. Odegaard sampai saat ini nasibnya masih terkatung-katung, tetapi setidaknya Vinicius mampu menunjukkan bahwa investasi Real Madrid itu bisa berbuah manis di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Real Madrid pun kemudian mendekati FC Tokyo, klub yang diperkuat Kubo sejak dirinya kembali ke Jepang. Tampaknya, El Real memang sudah mengikuti perkembangan remaja bertubuh mungil itu semenjak dia dipaksa angkat kaki dari La Masia. Dengan uang 2 juta euro, Kubo pun berhasil diangkut ke Castilla.
Selama berkostum FC Tokyo, Kubo memang menunjukkan perkembangan luar biasa pesat. Gagal melanjutkan karier di Barcelona nyatanya tak membuat dirinya patah arang. Pada usia 15 tahun dan 5 bulan, Kubo bahkan sudah mampu menembus tim utama FC Tokyo. Lima bulan kemudian, dia berhasil menyarangkan gol pertamanya. Sejak itu, Kubo terus menanjak dan menanjak.
Pada Copa America 2019 lalu, Kubo adalah bagian dari skuat 'Samurai Biru' yang bertolak ke Brasil. Pemanggilan ini dia dapatkan setelah melewati berbagai jenjang umur di tim nasional. Pada Oktober tahun lalu, misalnya, Kubo sukses membawa Jepang jadi juara Piala Asia U-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Prestasi di Piala Asia U-19 itulah yang membuat Kubo akhirnya betul-betul jadi pemain reguler di FC Tokyo. Sebelumnya, dia masih sering harus bermain untuk FC Tokyo U-23 dan bahkan sempat dipinjamkan ke Yokohama F. Marinos pada paruh kedua musim 2018. Setelah menjadi pemain reguler, Kubo turun dalam 13 pertandingan dan mencetak 4 gol serta 4 assist bagi FC Tokyo.
Dari sana, dia kemudian hijrah ke Real Madrid. Meski masih berstatus sebagai pemain Castilla, Kubo sudah jadi bagian skuat tur pramusim yang tengah berlatih di Montreal, Kanada. Dalam sesi latihan bersama tim senior Real Madrid itulah Kubo akhirnya benar-benar mencuri perhatian dunia.
Beberapa hari lalu sebuah video yang menunjukkan kehebatan Kubo tersebar luas di media sosial. Kubo, dengan kaki-kaki kecilnya yang lincah dan lentuk, mampu membuat pemain-pemain senior Real tampak seperti bapak-bapak di turnamen sepak bola 17-an. Dengan mudah dia meliuk-liuk dan melakukan berbagai gerak tipu di antara bintang-bintang tersebut.
ADVERTISEMENT
Raphael Varane, Marcelo Viera, dan Keylor Navas adalah tiga korban Kubo yang paling ternama. Mereka tampak tidak berdaya di hadapan Kubo. Dengan aksi-aksinya itu, reputasi sebagai 'Messi dari Jepang' pun kian melekat pada dirinya. Bahkan, berkat kemampuannya itu, muncul kabar bahwa Kubo bakal dipromosikan lebih cepat ke tim utama Real Madrid.
***
Memprediksi masa depan karier Kubo tentunya adalah hal mustahil. Ya, dia memang sangat berbakat dan tampak memiliki segala kemampuan untuk bisa meraih kesuksesan, tetapi ada banyak sekali faktor yang bakal memengaruhi perjalanannya kelak. Akan tetapi, mari kita sepakati di sini bahwa Kubo memang punya potensi luar biasa besar.
Potensi itu sendiri tidak muncul dengan sendirinya. Ada perjalanan panjang yang membuat Kubo bisa sampai pada titik ini. Melihat sentuhan-sentuhan lembutnya, mudah untuk mengasosiasikan Kubo dengan ilmu yang diperoleh dari La Masia. Namun, sesungguhnya ilmu sepak bola gelandang kelahiran Kawasaki itu tidak cuma didapatkan di akademi milik Barcelona tersebut.
ADVERTISEMENT
Tom Byer, sosok yang meletakkan dasar-dasar pengembangan sepak bola di Jepang, sudah berulang kali berkata bahwa sepak bola itu diawali dari rumah, bukan di akademi. Byer benar, karena Kubo sendiri dikenalkan pada sepak bola oleh ayahnya.
Pada 15 Juli lalu muncul sebuah video Kubo lain yang menunjukkan dirinya berbincang singkat dengan bintang baru Real Madrid, Eden Hazard. Kubo berkata pada Hazard bahwa dia kerap menonton video pemain asal Belgia tersebut sebelum bertanding. Ucapan Kubo itu direspons Hazard dengan tawa dan pelukan hangat, dan itulah yang kemudian menjadi sorotan utama di banyak media.
Namun, sesungguhnya bukan itu bagian terpenting dari perkembangan Kubo sebagai pesepak bola. Bagian yang terpenting dia ungkapkan sebelum berbincang dengan Hazard, yaitu bagaimana dia sudah mulai menendang bola saat berusia dua atau tiga tahun.
ADVERTISEMENT
Ayah Kubo, Takefumi, memang tidak pernah bermain sepak bola secara profesional. Kata Kubo, dia cuma bermain sampai level universitas. Namun, dari ayahnya itulah Kubo mendapat semua ilmu dasar soal sepak bola.
Dari sini bisa dilihat bahwa ajaran Byer tadi sudah dipraktikkan secara luas di Jepang. Menonton video Hazard, bagi Kubo, hanyalah suplemen bagi ilmu yang dia miliki. Kini, perjalanan panjang itu membawa Kubo berada selangkah lebih dekat dengan mimpinya. Soal apakah dia akan berhasil atau tidak, itu urusan nanti. Sekarang, yang terpenting adalah bagaimana Kubo menunjukkan kepada dunia bagaimana sepak bola semestinya diajarkan.