FIFA: Sepak Bola Wanita Tumbuh Pesat, tapi Masih Banyak Ketimpangan

18 Maret 2025 13:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Barcelona Femeni kalah 1-2 dari Levante di pekan lanjutan Liga F atau Liga Spanyol Wanita 2024/25, Minggu (2/2). Foto: FC Barcelona
zoom-in-whitePerbesar
Barcelona Femeni kalah 1-2 dari Levante di pekan lanjutan Liga F atau Liga Spanyol Wanita 2024/25, Minggu (2/2). Foto: FC Barcelona
ADVERTISEMENT
FIFA sebagai induk organisasi sepak bola dunia merilis laporan terbarunya mengenai kondisi sepak bola wanita secara global. Menurut FIFA, sepak bola wanita alami kemajuan pesat dengan banyaknya investasi yang masuk dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, di tengah pesatnya perkembangan tersebut, masih ada ketimpangan yang cukup jauh di sepak bola wanita. Ketimpangan yang dimaksud FIFA ialah soal kesenjangan pendapatan serta kemudahan dalam mengakses sumber daya di sepak bola wanita.
Laporan FIFA ini dirilis setelah melakukan survei terhadap 86 liga sepak bola wanita yang mewakili 669 klub di seluruh dunia. Mereka berpartisipasi dalam survei pelaporan berisikan statistik serta standar gaji hingga pendapatan dan pengeluaran liga.
Dalam rilis tersebut FIFA membagi liga sepak bola wanita global menjadi tiga kategori. Liga tier pertama yakni kompetisi elite, tier kedua liga yang sedang berkembang, sedangkan tier ketiga liga yang baru bergulir. Meski telah melakukan klasifikasi, FIFA tak merinci kompetisi mana saja yang masuk dalam tier satu hingga tiga.
ADVERTISEMENT
Dalam temuannya, FIFA menyebut liga di tier 1 yang diklasifikasikan sebagai liga-liga terbaik dunia, menghasilkan pendapatan rata-rata lebih dari 4,4 juta dolar AS atau sekitar Rp72,2 miliar. Sementara itu, pendapatan liga di tier tiga cukup jauh berbeda dengan penghasilan sekitar 76 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,2 miliar.
“Terdapat perbedaan besar dalam skala di antara liga-liga elite dunia: Liga yang menghasilkan pendapatan tertinggi di tier 1 meraup pendapatan ratusan kali lipat dari pendapatan terendah,” tulis laporan FIFA dikutip dari ESPN.
Lebih lanjut, FIFA juga mengungkap bahwa rata-rata gaji pemain wanita secara global ada di angka 10.900 dolar AS (Rp178 juta) per tahun. Ini cukup jomplang jika dibandingkan dengan rata-rata gaji pemain di klub liga tier 1 yang menerima gaji sekitar 24.300 dolar AS atau sekitar Rp398 juta per tahunnya.
ADVERTISEMENT
Liga-liga elite dunia dan liga sepak bola wanita yang baru bergulir tak hanya mengalami ketimpangan secara finansial saja. Namun juga terdapat gap yang cukup besar terhadap sumber daya hingga akses asuransi pemain.
Dalam hal asuransi kesehatan, misalnya, hanya 38 persen pemain di liga tier 3 yang ditawari akses tersebut. Lalu, soal cuti hamil pemain, sekitar 64 persen pemain di liga tier 1 dan 2 bisa mendapat hak cuti hamil. Sementara di liga tier 3 hanya sekitar 22 persen pemain saja yang mendapat hal itu.
Pemain Manchester City Mary Fowler berebut bola dengan pemain Liverpool Grace Fisk pada pertandingan Liga Super Wanita di Stadion Akademi Manchester City, Manchester, Inggris, Minggu (16/2/2025). Foto: Andrew Boyers/REUTERS

Pelatih Wanita Juga Masih Minim

Selain melakukan klasifikasi pendapatan klub hingga akses sumber daya pesepak bola wanita secara global, FIFA juga mendapat temuan lain dalam survei yang dilakukannya. Salah satu yang di-highlight yakni masih minimnya pelatih wanita di kancah sepak bola wanita secara global.
ADVERTISEMENT
Laporan FIFA menyebut bahwa hanya 22 persen pelatih wanita yang menangani klub sepak bola wanita di seluruh dunia. FIFA memandang peningkatan jalur kepelatihan bagi perempuan sebagai prioritas tinggi dan berupaya menjembatani kesenjangan tersebut melalui program bimbingan kepelatihan.
“Salah satu temuan utama dalam laporan tersebut adalah, di 86 liga dan 669 klub, hanya 22 persen pelatih kepala yang merupakan wanita. Meskipun kami tidak dapat meningkatkan angka ini dalam semalam, tapi dengan menggali dan menganalisis data kami dapat memahami di mana investasi perlu terus dilakukan,” tutur Jill Ellis, Kepala Staf Sepak Bola FIFA.