London City Lionesses, Proyek Baru Michele Kang yang Ogah Lama-Lama di Divisi 2

11 Oktober 2024 10:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
London City Lionesses usai menang 0-1 atas Southampton di Prides Womens League Cup, Kamis (3/10). Foto: Dok. London City Lionesses
zoom-in-whitePerbesar
London City Lionesses usai menang 0-1 atas Southampton di Prides Womens League Cup, Kamis (3/10). Foto: Dok. London City Lionesses
ADVERTISEMENT
Michele Kang rupanya tak main-main saat berkata bahwa proyek barunya bersama London City Lionesses adalah investasi yang serius. Apa yang bisa ia berikan buat klub divisi dua Liga Inggris Wanita itu benar-benar dicurahkan tanpa ragu.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit pihak yang mengangkat alis saat Michele Kang mengakuisisi London City Lionesses. Maklum, dari portofolionya yang lain, tim Inggris tersebut termasuk gurem. Sebelumnya, Kang sudah lebih dulu menjadi pemilik Olympique Lyon dari Prancis dan Washington Spirit dari Amerika Serikat.
Tapi ternyata Kang buktikan janjinya. Ia jor-joran dalam sumber daya—satu kemewahan yang jarang sekali dimiliki oleh sepak bola wanita. Penelitian termegah ia galakkan, fasilitas terbaik ia sediakan, dan personel terhebat ia datangkan.
Agustus lalu, Kang melalui perusahaannya yang bernama Kynisca menggelontorkan Rp809 miliar untuk penelitian yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan performa atlet perempuan sedunia.
Kang juga mengatakan bahwa di jangka panjang, proyek ini berupaya untuk mengumpulkan semua sumber daya, temuan, dan pengetahuan yang didapat pada klub-klub yang diinvestasikan dan menyebarkannya ke seluruh atlet perempuan di dunia. Kang juga berjanji akan berinvestasi ke Afrika, Asia, dan Eropa.
ADVERTISEMENT
Selain penelitian yang masih sangat minim di dunia sepak bola wanita, pundi-pundi Kang juga mengalir ke fasilitas dan peralatan top buat latihan para atlet.
Saat lima dari 12 tim di Liga Inggris Wanita (WSL) berada di London (Arsenal, Chelsea, Crystal Palace, Tottenham, dan West Ham), London City Lionesses justru berpindah markas ke Hayes Lane, stadion yang juga menjadi markas tim laki-laki di Divisi Empat Inggris, Bromley.
Tempat latihannya pun dipindah ke Aylesford di Kent, yang menurut mereka, punya fasilitas yang jauh lebih baik dibanding tim-tim wanita di Spanyol, bahkan Barcelona—sang juara Liga Champions Wanita.
Michele Kang. Foto: REUTERS
“Jika kamu hanya berinvestasi ke pemain, tapi tidak ke staf ataupun fasilitas, ya itu tidak masuk akal. Semua harus ada di level yang sama,” ujar Markel Zubizarreta, Direktur Olahraga Global Kynisca.
ADVERTISEMENT
“Fasilitas yang kami miliki di sini benar-benar impresif. Ini bahkan jauh lebih bagus dari pusat latihan di Barcelona. Siapa pun akan tertarik dengan lingkungan seperti ini,” tambahnya.
Zubizarreta adalah salah satu contoh dari elemen ketiga yang diperbaiki Kang, yakni personel klub.
Zubizarreta adalah mantan kepala sepak bola wanita di Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF). Ia juga pernah menjabat sebagai direktur tim sepak bola wanita Barcelona, yang dalam empat tahun terakhir menjadi juara Liga Champions Wanita sebanyak tiga kali.
Ia bilang, tak mudah bagi siapa pun berkata tidak ketika ditawari proyekan Bu Kang ini.
“Ketika kamu memiliki lingkungan multi-klub, kamu bisa menawarkan proyek yang lebih besar. Kami menginginkan semua orang dalam level terbaik mereka dan menang sebanyak yang bisa mereka lakukan,” ujarnya kepada seperti dikutip dari BBC, Rabu (9/10).
ADVERTISEMENT
Selain mendatangkan tim dan manajemen terbaik di dunia, London City Lionesses juga tak malu-malu dalam merekrut pemain-pemain terbaik dunia. Nama paling besar jelas Kosovare Asllani, kapten Timnas Wanita Swedia yang sebelumnya bermain di AC Milan.
Kemudian, musim panas lalu mereka juga merekrut Izzy Goodwin, penyerang Sheffield United yang punya masa depan cerah. Ia direkrut di angka ratusan ribu poundsterling, memecahkan rekor transfer Divisi Dua Liga Inggris Wanita.
Dengan semua upaya ini, perkembangan pesat London City Lionesses hanyalah persoalan waktu. Ini juga bisa jadi bukti—atau setidaknya patokan/trendsetter—bahwa sepak bola wanita juga layak mendapatkan investasi. Kecuali kalau pilihan kita memang untuk terus-menerus tertinggal dalam segala lini.