Bolanita-Souraiya Farina.

Souraiya Farina, Sekjen ASBWI: Liga 1 Putri Harus jadi Kompetisi Profesional!

1 Oktober 2023 19:00 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen ASBWI, Souraiya Farina. Foto: Aji Nugrahanto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen ASBWI, Souraiya Farina. Foto: Aji Nugrahanto/kumparan
ADVERTISEMENT
Di sepak bola, hadirnya kompetisi tentu sangatlah krusial. Kompetisi bisa mengasah kemampuan pemain, meningkatkan jam terbang, memberi inspirasi bagi regenerasi, hingga menghidupi para pelaku industrinya.
ADVERTISEMENT
Namun, lain halnya dengan kondisi sepak bola wanita di Indonesia. Kehadiran kompetisi tampaknya masih jadi hal yang didamba-dambakan dalam beberapa tahun terakhir.
Kali terakhir Indonesia memiliki kompetisi untuk sepak bola wanita adalah pada 2019 dengan nama Liga 1 Putri. Liga yang diikuti oleh 10 tim itu bisa dibilang menjadi satu-satunya liga resmi yang pernah digulirkan PSSI untuk pesepak bola putri, setidaknya hingga tahun ini. Setelahnya, tak ada lagi liga, lebih banyaknya turnamen amatir yang sifatnya sporadis.
Berbagai wacana pun muncul, termasuk salah satunya dari Ketum PSSI, Erick Thohir. Pada Rabu (27/9), ia berjanji untuk segera menggulirkan Liga 1 Putri di hadapan pemain Timnas Wanita Indonesia. Namun, tanggal pastinya belum disebut. Ia cuma bisa menekankan satu hal: sabar.
ADVERTISEMENT
Lantas, mengapa Liga 1 Putri tak kunjung bergulir dan apa hambatan terbesar untuk menggelarnya? Untuk menjawab itu, kumparanBOLANITA mewawancarai Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI), Souraiya Farina.
Souraiya Farina yang telah lama berkecimpung di sepak bola wanita bercerita banyak soal hambatan, tantangan, dan peluang dalam rencana menggulirkan Liga 1 Putri. Ia juga menyampaikan cita-citanya untuk membuat Liga 1 Putri menjadi kompetisi sepak bola wanita yang profesional.
Berikut petikan wawancaranya:
Sekjen ASBWI, Souraiya Farina. Foto: Aji Nugrahanto/kumparan

Apa hambatan terbesar dalam menggulirkan kembali Liga 1 Putri?

Kata hambatan saya rasa kita coba hindari, itu tantangan. Jadi kalau saya boleh flashback dulu ke belakang. 2019 kita pernah menggulirkan Liga 1 Putri, namun demikian kan memang ada beberapa faktor di mana kita tidak bisa mengeklaim bahwa kompetisi itu sudah sempurna.
ADVERTISEMENT
Namun, itu adalah langkah yang baik karena dari situ kita mengetahui begitu banyak tantangan yang perlu kita atasi sebelum benar-benar menggulirkan Liga 1 Putri. Salah satunya, saya beberapa kali mention ke kawan-kawan media juga, Liga 1 Putri ini harus menjadi profesional.
Artinya, pemain harus mendapat hak gaji, di kontrak, di kontrak resmi, kemudian pendapatan yang dia terima harus melebihi dari apa yang dikeluarkan. Profesional, (menjadi) pemain profesional.

Dari Liga 1 Putri 2019, sisa-sisa publikasi yang paling santer terdengar itu kan masalah gaji yang nunggak. Apakah itu sudah selesai semuanya?

Dianggapnya selesai semuanya. Karena ketika masalah tersebut tidak lagi ada, sebenarnya kita tidak bisa bilang bahwa itu benar-benar sudah habis, selesai semuanya ya. Tapi sampai hari ini kita bisa anggap itu selesai semuanya.
Namun yang perlu, itu kan yang tadi saya sempat sebut, 2019 kita adakan Liga 1 Putri, itu menjadi titik di mana kita benar-benar evaluasi, tahu kekurangan dan segala macam yang termasuk di area salary. Sepak bola pria ada, sepak bola wanita pun, ketika kita coba ternyata ada kan.
ADVERTISEMENT
Atau kemudian, jangan sampai terjadi seperti ini ya, mungkin bisa jadi, karena klub itu dipaksa untuk ada di Liga 1 Putri, next season-nya mereka nyerah. Jangan sampai seperti itu. Jadi ini benar-benar, 2019 itu benar-benar menjadi pelajaran, ilmu, untuk kita semua gitu, yang ada di sepak bola.

Kalau soal kontrak pemain bagaimana? Apakah semuanya sudah rampung?

Belum. Kalau misalnya dibilang semuanya tentu belum ya. Belum ya. Tapi, saya tahu ada klub yang memang, apa namanya, sudah menjalankan kontrak. Artinya sih, pemain tersebut sudah masuk kategori pemain profesional.

Kalau misalkan belum selesai, apakah klub yang misalkan dulu nunggak gaji pemain ada sanksi ke depannya, misal tidak boleh ikut Liga 1 Putri 2024?

Mungkin itu adalah areanya PSSI, untuk menjawab sebagai regulator ya. Kalau dari ASBWI, kita berharap itu tidak terjadi lagi, tapi kita tidak dalam posisi bisa melarang.

Apakah sudah ada jadwal untuk menggulirkan Liga 1 Putri?

Saat ini masih dalam pembahasan ya. Jadi ya, setelah pemilu (2024), itu juga yang kita bicarakan di beberapa waktu lalu. Namun selain itu, selain masalah jadwal, tentu kan ada format kompetisi juga yang memang kita perlu bahas.
ADVERTISEMENT
Jadwal juga dipengaruhi oleh format kompetisinya. Jumlah pesertanya, apakah itu centralized, apakah kita sama kayak Liga 1 Putri, mau home and away, full kompetisi dan lain sebagainya.

Berbicara mengenai format, bagaimana format yang ideal untuk Liga 1 Putri?

Sebenarnya yang tadi harus terjawab dulu, apakah disahkan bahwa peserta Liga 1 adalah benar-benar klub profesional, bisa meng-endorse pemain profesional, sebelum kita bahas formatnya seperti apa.
Memang sudah ada pembicaraan mengenai formatnya, berapa klub yang sebaiknya ikut serta dan lain sebagainya, tapi boleh dibilang ini adalah fase di mana kita coba untuk menyamakan persepsi, sebelum kemudian kick off-nya benar-benar terjadi.

Sejauh ini, apakah PSSI sudah menunjuk operator untuk Liga 1 Putri?

Sudah ada pembicaraan. Sebenarnya pembicaraan ini sudah dari 2021 akhir, pembicaraan itu beberapa kali dibicarakan, terkait dengan operatornya. Tapi ini tentu haknya PSSI nanti untuk menjawabnya, siapa operator yang PSSI percaya untuk menjalankan ini.
ADVERTISEMENT
Kalau ASBWI sendiri, kita mau, ini bukan masalah menjadi operator atau bukan menjadi operator, tapi mengenai format kompetisinya, mengenai hak yang akan diterima oleh para pemain, para ofisial, itu yang menjadi concern utama kita. Bukan kita jadi operator atau tidak.

Kompetisi profesional tentu membutuhkan pendanaan dari sponsor. Apakah sudah ada sponsor yang tertarik mendanai Liga 1 Putri?

Kalau sponsor saya belum bisa menjawab ke sana. Boleh saya singgung kalau tentang sponsor, 5 tahun lalu mungkin sepak bola wanita it was nothing. Tidak bisa dibilang ada dari sisi komersial. Kemudian kita mengubah ini, kita ubah image sepak bola wanita, dan di titik ini, dari tahun kemarin, selain dari ketua umum, rekan-rekanan beliau, kita juga ada (dana) dari CSR.
Kalau sponsorship, memang belum. Titiknya belum di situ memang. Kita tentu butuh dukungan besar dari PSSI, dan which is besok, kita akan bersama PSSI, 26-27 (September) akan ikut sponsorship summit di Hotel JW Marriott, bareng dengan PSSI. Itu area sponsorship di situ. Sesuatu yang memang kita tunggu sudah berapa lama untuk kita benar-benar dilibatkan ke sana.
ADVERTISEMENT
Karena kalau cari sponsor kan harus nge-branding dulu nih. Brand-nya ini sepak bola wanita memang harus diakui belum setara dengan sepak bola pria. Kalau misalnya di level kita saat ini, memang kita lebih mayoritas di area CSR. Tapi yang tadi saya bilang, kita naik level, karena kita merasa kita sudah layak untuk sponsor di sana.
Jangan lupa, Djarum (Foundation) itu kan minat ke sepak bola putri. Itu suatu hal yang luar biasa. Dan itu bukan instan. Prosesnya dua tahun ada. Bolak-balik dan kemudian terwujud Djarum benar-benar ada di sepak bola putri.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten