Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Cita rasa kuliner Indonesia begitu beragam, tiap daerah --dari Sabang sampai Merauke-- punya ciri khasnya tersendiri. Tapi, bila ditelisik, ada satu hal yang menghubungkannya satu sama lain; bumbu atau rempah. Hampir tak ada hidangan Indonesia yang tak memakai rempah, membuat cecapannya terasa pedas.
ADVERTISEMENT
Perkenalan bangsa Indonesia dengan cita rasa pedas sejatinya sudah lama terjadi, bahkan sebelum mengenal cabai. Menurut Tarigan dan Wiryanta dalam bukunya Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif, masyarakat kita menggunakan rempah-rempah; seperti lada, jahe, cabai jawa, dan kapulaga untuk mendapatkan rasa pedas dalam masakan, sebelum tanaman cabai masuk ke Indonesia.
Berdasarkan keterangan dari Prof. Murdijati Gardjito, cabai baru dikenal pada tahun 1870-an, tepatnya saat Bangsa Spanyol datang ke Indonesia melalui Filipina Selatan dan Sulawesi Utara. Mereka datang membawa berbagai varian cabai; merah, rawit, hijau.
Tak pelak lagi, kalau masyarakat Minahasa yang ada di Sulawesi Utara menjadi pecinta makanan pedas nomor satu di Indonesia. Hampir semua masakannya memakai cabai, bahkan dalam jumlah yang lebih banyak dan intesitas yang lebih sering.
ADVERTISEMENT
Selayaknya nasi, cabai harus selalu ada dalam masakan Minahasa. Sampai-sampai, julukan sebagai jawaranya makanan pedas disematkan untuk masakan Minahasa. Salah satu bumbu istimewa yang jadi ikon kuliner mereka, ialah rica.
Dalam Bahasa Minahasa, rica memiliki arti cabai yang rasanya pedas. Bumbu ini, bisa dipadukan dengan semua bahan hewani yang ada di Sulawesi Utara.
Gabriele Weichart, dalam laporan penelitiannya berjudul Identitas Minahasa: Sebuah Praktik Kuliner menjelaskan, hal yang membuat hidangan-hidangan daging terasa makin spesial dan ’khas Minahasa’ adalah; kenyataan bahwa hidangan tersebut dimasak dengan porsi cabai yang sangat banyak.
Orang Minahasa, bahkan para penggemar berat daging binatang buruan dan anjing, menjelaskan kebiasaan ini dengan menyatakan bahwa daging-daging tersebut memiliki rasa asli yang ’sangat kuat', sehingga perlu diimbangi rempah-rempah.
Hal ini menyebabkan ditambahkannya cabai dalam jumlah yang berlebihan, sehingga orang yang menyantapnya tidak dapat merasakan hal lain, selain kepedasan yang amat sangat.
ADVERTISEMENT
Menariknya, kegemaran masyarakat Minahasa terhadap bumbu rica --dan makanan pedas-- kerap dianggap oleh orang di luar Minahasa sebagai bukti kesombongan dan kecenderungan untuk pamer.
Weichart menambahkan, karakteristik rasa yang dimiliki cabai dapat menunjukkan pertalian simbolis yang spesial. Konsumsi makanan berempah, ’panas’ dan mengandung bahaya, merupakan kesempatan bagi pria Minahasa untuk menunjukkan keberanian dan kekuatan mereka, tidak hanya terhadap orang Minahasa sendiri, tetapi juga terhadap orang lain.
Namun, terlepas dari simbolisasi tersebut, pada praktiknya, konsumsi makanan pedas dan panas (dalam hal ini bumbu rica) dapat dilakukan oleh siapapun.
"Praktik konsumsi yang fleksibel ini sesuai dengan gambaran serta peran tentang kedua gender yang diharapkan Minahasa, yaitu tumpang tindih dan tidak bertolak-belakang satu sama lain," tulis Weichart.
ADVERTISEMENT
Penghubung hidangan Indonesia di seluruh negeri
Kepopuleran bumbu rica tak hanya sebatas di wilayah Sulawesi Utara saja, tapi sudah dikenal di hampir seluruh Indonesia. Pada dasarnya, bumbu rica memang terdiri dari perpaduan lima bumbu paling penting dalam hidangan Indonesia. Cabai merah atau rawit, bawang merah, dan bawang putih.
"Untuk rica-rica masih ditambah dengan garam, sereh, dan jahe. Jadi, rica-rica sungguh merupakan benang merah penghubung hidangan Indonesia di seluruh negeri," tutur Prof. Murdijati Gardjito kepada kumparan.
Dengan cita rasa yang membakar, bumbu rica mampu mendongkrak selera makan penikmatnya, membuat santap makan lebih 'membara'. Menciptakan kehangatan kala disantap, sehingga bisa disambut baik oleh para penikmatnya.
ADVERTISEMENT