Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
2 Ramadhan 1446 HMinggu, 02 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Kisah Pecel Lele, dari Mitos Makanan Murid Sunan Giri sampai Warga Lamongan
27 Mei 2021 14:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, mengutip kumparanNEWS, menurut Ketua Paguyuban Lesehan Malam Malioboro Sukidi, umumnya pecel lele dibanderol dengan harga Rp 15-18 ribu. Perkara ini pun mendapat perhatian khusus dari Pemkot Yogyakarta.
Terlepas dari perdebatan itu, tahukah kamu bahwa sebenarnya pecel lele berasal dari Lamongan?
Sebelum akhirnya menjadi makanan wajib masyarakat Indonesia, rupanya, zaman dulu banyak orang yang ‘jijik’ dan tak menyukai ikan air tawar tersebut. Lantaran, dulu lele dianggap tak lazim untuk dijadikan makanan atau hidangan rumahan.
Menelaah sejarahnya, pecel lele mempunyai mitos dan kisah yang cukup menarik. Dahulu kala, Sunan Giri bertugas untuk menyebarkan agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa. Ia pun menyempatkan mampir ke Lamongan .
ADVERTISEMENT
Di sana, ia datang ke rumah Mbok Rondo di Dusun Barang. Diketahui, Sunan Giri singgah untuk sekadar beristirahat, tapi supaya dirinya tak terlalu menarik perhatian, dilepaslah sejumlah senjata pusakanya.
Ketika hendak melanjutkan perjalanan. Sunan giri menyadari bahwa salah satu pusakanya telah hilang. Ronggo Handi, penguasa Lamongan kemudian turun tangan membantu Sunan Giri. Ia menyuruh Bayapati atau pemuda sakti untuk mencari senjata tersebut.
Sayangnya, sesaat senjata pusaka ditemukan. Bayapati dihadapi oleh kepungan Joko Luwuk, murid dari Sunan Giri. Akhirnya, guna menghindari kepungan pasukan pencuri, Bayapati nekat menceburkan dirinya ke sungai yang dipenuhi ikan lele.
Joko Luwuk beserta pasukan mengira Bayapati sudah tewas, senjatanya pun dibawa hanyut ke sungai. Kendati demikian, ternyata ikan lele itu justru melindungi Bayapati, tidak menyerang dan tidak membunuhnya sama sekali.
ADVERTISEMENT
Merasa kesal, Joko Luwuk lalu bersumpah tak akan memakan ikan lele seumur hidupnya. Sumpahan ini ia sampaikan pula pada semua keturunannya. Maka dari itu, dulu masyarakat Lamongan percaya mitos bahwa ikan lele tak boleh dikonsumsi.
Meski begitu, mitos ini sudah ada bertahun-tahun lalu. Kini, menariknya warga Lamongan sudah mulai meninggalkan mitos itu. Bahkan, kabar yang beredar, mereka banyak yang ikut ternak maupun budidaya lele.
Sampai akhirnya, makanan pecel lele ini terkenal sampai ke ibu kota serta daerah lain di Nusantara. Sekitar tahun 1970-an pecel lele mulai dikonsumsi oleh banyak warga Jakarta. Disebutkan pula, bahwa ikan goreng satu ini seringkali menjadi makanan pendamping soto Lamongan.
Biasanya, ikan lele digoreng dalam minyak yang mendidih supaya garing dan renyah. Dihidangkan bersama nasi putih atau nasi uduk hangat. Kemudian ditambah lalapan dan sambal, agar semakin nikmat.
Fakta menarik lainnya, pecel lele ini berbeda tampilan dengan makanan 'pecel' asli Blitar. Menurut Prof Dr. Ir Murdijati Gardjito, istilah pecel berasal dari bahasa Jawa, yang artinya diperas setelah direbus. Pengertian kata 'pecel' sendiri aslinya mengarah pada sajian pecel sayuran yang bahannya direbus terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Lika-liku sejarah, arti nama, hingga mitos di balik sajian ‘pecel’ ini memang selalu mengundang tanya. Bahkan kini, harganya pun menjadi perdebatan, terutama soal sajian pecel lele di Malioboro yang dinilai memiliki harga tak wajar.
Hmm, kalau kamu sendiri, apa pendapatmu tentang kontroversi kisah pecel lele ini?
Reporter: Balqis Tsabita Azkiya