Mengenal Mamma Rosy dari Anaknya: "My Mom Is The Boss!"

22 Desember 2019 15:11 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rosa Vignolo (71) dan Stefania Vigone (48). Foto: Toshiko/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rosa Vignolo (71) dan Stefania Vigone (48). Foto: Toshiko/kumparan
ADVERTISEMENT
Sore itu saya menghadiri cooking demo masakan Italia. Dua perempuan Italia sibuk memasak dan menjelaskan makanannya. Mereka adalah Rosa Vignolo (71) dan Stefania Vigone (48), dua ibu hebat di balik Mama Rossy.
ADVERTISEMENT
Lebih tepatnya, Rosa adalah Mama Rossy. Hingga sekarang, pesto yang kamu makan di Mama Rossy adalah bikinan tangannya. Enggak heran ketika saya coba, pestonya terasa begitu segar.
Pesto dan keju. Foto: Toshiko/kumparan
“Inilah makanan Italia. Makanan kami sangat sederhana dan segar. Kamu bisa makan pesto ini dengan keju saja,” tutur Stefania.
Betul saja, saya menikmatinya. Padahal itu hanyalah bawang putih, daun basil, kacang pinus, dan peterseli yang dihaluskan dengan minyak zaitun serta keju parmesan. Makan dengan roti enak, dengan keju enak.
Melahapnya pun tanpa rasa bersalah karena mengetahui bahwa makanan ini less process.
Sembari ia memotong kejunya, Rosa sibuk dengan panci dan kompornya. Ada satu yang menarik di sini; ibunya memasak sementara anaknya membantu. Sudah lama sekali saya tidak melihat pemandangan ini.
Stefania Vigone dan Mamma Rosy. Foto: Toshiko/kumparan
Mamma Rosy merupakan salah satu restoran Italia autentik dengan rasa kekeluargaan yang begitu kental. Dijalankannya pun oleh keluarga asal Pietra Ligure di Liguria. Kota kecil itu punya lanskap yang begitu indah dengan kuliner tradisional yang menggoda.
ADVERTISEMENT
Kedua keindahan ini yang mereka ramu jadi benang merah restoran Mamma Rosy. Hidangan di Mamma Rosy merupakan makanan rumahan mereka. Begitu autentik. Tak heran, sebab Rosa adalah kaptennya.
Di tengah makan malam yang disiapkan Mamma Rosy, kumparan berbincang dengan Stefania soal dapur keluarganya. Berikut adalah rangkuman percakapan kami:
Stefania Vigone. Foto: Toshiko/kumparan
Bagaimana akhirnya Anda membuka Mamma Rosy?
Kami punya restoran kira-kira sudah 30 tahun di daerah asal kami. Kakak saya ketika bekerja dengan ayah saya di Indonesia mengatakan, tidak ada original Italian family yang punya restoran Italia di sini. Kami ngobrol mungkin suatu hari akan buka di Indonesia.
Tiba-tiba ia menelepon saya dan bilang sudah menemukan tempat dan partner. Kenapa kamu tidak datang dan melihatnya?
ADVERTISEMENT
Sekarang kami running bisnis restoran dengan 55 karyawan. Kami bekerja dengan chef Indonesia yang loyal dan baik; sangat membantu. Ada satu staf saya namanya Neneng sudah ikut dari awal Mamma Rosy buka.
Mengapa akhirnya Anda ikut ke Indonesia?
Saya yang terakhir datang ke sini, satu tahun setelah ibu saya datang.
Ayah saya tinggal di Bandung sudah lama. Jadi, semua keluarga saya sudah di sini. Ayah, ibu, kakak saya dan keluarganya, lalu saya dengan suami dan anak saya.
Rosa Vignolo (71) dan Stefania Vigone (48). Foto: Toshiko/kumparan
Saya sangat suka tinggal di Indonesia. Kami masak dengan Italian ingredients tapi juga pakai bahan lokal yang tak kalah bagus. Kami pakai bayam dan kemangi. Kami tidak bisa masak pesto kalau enggak pakai kemangi dari Indonesia. Kami sangat beruntung.
ADVERTISEMENT
Seberapa besar Anda menjaga resep tradisional di Mamma Rosy?
Sekitar 50-60 persen. Beberapa masih menggunakan resep tradisional, namun jadi hint karena kami juga melakukan perubahan.
Kami datang dari North West, makanan khas kami berbeda dengan Roma atau Southest Italy. Kami tidak banyak menggunakan tomato sauce dan rasa pedas. Kami lebih creamy dengan menggunakan keju dan cream.
Namun ada beberapa resep yang memang dari nenek saya. Zuppa di ceci, polpo con patata, dan vitello tonnato yang kami bawa pertama ke Indonesia. Hidangan ini selalu ada pada perayaan kami, entah itu Natal dan Tahun Baru, atau pernikahan.
ADVERTISEMENT
Ini biasanya kami merebusnya, namun di sini kami memanggangnya di oven, slow cooking. Mengirisnya tipis, lalu pelengkapnya ada creamy sauce dengan tuna dan mayones. Lalu diletakkan di atas. Kemudian dihias dengan olives dan capers. Amazing, orang Indonesia suka banget!
Poplo con patate juga enak, terutama untuk appetizer. Itu adalah kentang dan cumi-cumi yang direbus sangat perlahan selama berjam-jam. Kemudian cumi diletakkan di air es supaya lebih lembut; ini tips rahasia! Kami membersihkannya, memotongnya, dan membuatnya menjadi salad dengan kentang panas. Dihias dengan olive oil dan parsley.
Datang dengan selera berbeda, apa tantangannya?
Tantangannya adalah untuk mengerti rasa lokal. Kamu datang dari negara yang berbeda dan kamu pikir yang kamu lakukan itu baik, tapi kita harus menyesuaikan sedikit apa yang orang Indonesia suka dan tidak.
ADVERTISEMENT
Tantangan kami adalah kami selalu masak tasty food, jadi kami sedikit kurangi rasa, kurangi garam. Ternyata orang di sini kurang begitu suka garam. Kami juga menambahkan sedikit rasa pedas. Lalu juga menambah bawang putih. Jadi, rasanya lebih kuat.
Kami tidak mengubah resep tapi menambah sedikit semua bahannya. Tentu saja, kami memasak untuk orang Indonesia. Jadi, kenapa kita tidak menyesuaikannya dengan selera Indonesia.
Apakah Anda menambah rasa manisnya?
Kami tidak pernah mau untuk membuatnya lebih manis. Itu adalah satu hal yang tidak kami kompromikan. Kami tidak menambah banyak gula supaya rasa makanannya terasa autentik.
Saya katakan masakan kami di sini lebih pedas dan lebih seimbang pada garamnya. Tapi, orang Indonesia sejauh ini suka makanan kami. Jadi, kami sangat senang.
ADVERTISEMENT
Lalu, oh! Saya tidak bisa mengatakannya, tapi saya menambahkan sedikit tabasco. Itu juga yang kerap saya lakukan dengan pesto saya. Banyak yang bilang kalau pesto jangan pedas, tapi saya tetap menambahkan sedikit rasa pedas. Kalau kamu memberikan chili sedikit itu rasanya lebih luar biasa. It’s a secret!
Pesto Mamma Rosy. Foto: Toshiko/kumparan
Sudah bertahun-tahun tinggal di sini, apa makanan Indonesia favorit Anda?
Saya suka rendang. I am a big rendang fan. Saya pergi ke beberapa tempat, tapi sering minta tolong chef saya untuk masak rendang.
Jadi, ibu dari istrinya sangat jago masak rendang. Kalau saya ulang tahun, saya memintanya untuk memasak rendang. Saya beli dagingnya dan minta tolong beliau memasaknya untuk semua teman-teman saya yang datang.
ADVERTISEMENT
Saya juga suka nasi uduk dan petai. Saya suka makan apa saja, namun tidak suka jengkol. Saya mungkin mencobanya saat dimasak kurang tepat. Ada satu orang yang berikan saya jengkol, namun ada yang bilang itu bukan resep yang tepat untuk jengkol.
Mungkin saya coba lain kali
Ada satu yang unik. Mengapa ibu Anda di umurnya yang sudah 70-an masih memasak?
Saya katakan sebelumnya, my mom is the boss. Di dapurnya kami punya satu rule, kalau nenek saya sedang masak, mama saya yang membantu. Kalau ibu saya masak, saya yang membantu.
ADVERTISEMENT
Ini adalah tradisi keluarga Italia; bahwa ibu selalu menurunkan tradisi memasak ini. Ia (Rosa) masih sering melakukan banyak hal di dapur, dan saya lakukan yang lainnya. Saya sedikit lebih inovatif, ia lebih tradisional dan kami menyatukannya di tengah.
Rosa sedang menyiapkan kudapan untuk cucunya. Foto: Toshiko/kumparan
Bagaimana perspektif Anda soal sebagai seorang anak yang membantu ibunya memasak?
Seperti yang kita ketahui, bisnis makanan biasanya dilakukan laki-laki. Misalnya di Hotel, kamu tidak banyak melihat chef perempuan karena kebanyakan role kami adalah seorang ibu, memasak di rumah. Sedikit berbeda.
Sekarang di Italia ada sebuah pertumbuhan generasi perempuan yang memasak. Karakteristik perempuan (yang memasak) adalah kami sangat dekat dengan tanah kami, begitu mencintai root kami.
ADVERTISEMENT
Jadi, mereka mencoba dan bereksperimen, tapi mereka tetap menjaga rasa dari daerah asalnya. Mereka bisa jadi garda depan untuk mempromosikan masakan tradisional suatu negara.
Menurut saya, perempuan harus berani memasak dan mencoba hal baru. Kita sangat kuat. Kadang kita tidak tahu betapa kuatnya kita.
Stefania Vigone sedang memotong keju Foto: Toshiko/kumparan
Kadang ketika saya ada masalah, saya selalu katakan ke diri saya: "Kamu pasti bisa!". Ini juga yang saya juga ajarkan ke anak laki-laki saya. Ketika ia bilang bahwa ia tidak bisa melakukan sesuatu, saya selalu katakan: “Kamu bisa melakukan apa pun kalau kamu mau. Namun kamu harus merasakannya dari dalam hati dan benar-benar fokus dan mengejar apa yang kamu inginkan.”
Woman power!