Oma Elly, Hangatnya Masakan Nenek yang Dibalut Konsep Chef's Table

11 Desember 2019 13:19 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ricci di mare. Foto: Toshiko/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ricci di mare. Foto: Toshiko/kumparan
ADVERTISEMENT
Tepat pukul 18.30 saya menghadiri sebuah undangan makan malam. Sesampainya di sana, hanya ada sign kecil dengan lampu merah; tulisannya 'Oma Elly’.
ADVERTISEMENT
Masuknya pun lewat lift dari underground. Ketika lift terbuka di lantai satu, beberapa ornamen khas Natal menyambut. Seketika, aroma masakan khas Italia pun bikin saya bergidik.
Masuk ke dalam, mata saya tertuju pada satu foto perempuan Italia yang terlihat ramah. Di foto berikutnya, ia sedang menyajikan makanan untuk keluarganya. Begitu hangat dan sederhana foto itu. Oh, dia adalah Oma Elly.
Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Sesaat, ambience hangat laiknya sebuah makan malam keluarga terasa. Kendati demikian, itu juga yang bikin saya berpikir: kok bisa, restoran dengan konsep chef’s table terasa begitu emosional?
Bagi yang belum tahu, konsep chef’s table biasanya untuk tamu spesial atau VIP. Meja makannya terletak di dapur restoran sehingga kamu bisa melihat bagaimana setiap makanan disiapkan head chef. Kemudian, setelah siap patron akan menyajikan makanan yang sudah jadi.
ADVERTISEMENT
Hanya ada tiga set meja malam itu. Tempat makannya hanya sekitar 40 persen dari ruangan, sementara 60 persennya adalah dapur.
Suasana makan malam di Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Chef Andry Susanto sedang mempersiapkan makanan. Foto: Toshiko/kumparan
Exhaust fan, please. Oh, don’t worry guys, karena kita ada di ruangan tertutup, dan ini adalah dapur. Jadi, sesekali kamu akan mendengar bunyi aneh. Tak akan terjadi apa-apa, itu hanya exhaust fan,” ungkap Chef Andry Susanto, head chef sekaligus founder Oma Elly.
Tak berapa lama, first course datang. Ia menyajikan caprese. Salad paling terkenal sekaligus tradisional ini sering menjadi Italian entrée yang menggoda.
Caprese di Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Alih-alih salad, bentuknya justru lebih mirip canape. Chef Andry memainkan tekstur. Bagian bawahnya ringan dan garing, bak kerupuk, sementara formaggio gelatonya begitu lembut.
Sejauh apa pun kreasinya, tetap ia menggunakan vine ripe tomato, di atasnya. Pun dengan penggunaan basil. Sungguh sebuah presentasi unik dan lain untuk caprese; yang ‘memainkan’ tekstur.
ADVERTISEMENT
I tell you a secret, itu pakai maizena,” jelasnya ketika ditanya soal bagian bawah hidangan ini.
Ketika makanan sedang kami nikmati, ia mampir ke setiap meja. Rasanya, sudah lama tidak makan sambil berdekatan dengan ‘a man behind the food’.
Chef Andry sedang menjelaskan makanannya. Foto: Toshiko/kumparan
Setelah itu, ia mulai menyiapkan makanan kedua. “Serve, please,” katanya, selesai menyiapkan oxtail.
Hidangan kedua ini punya dasar polenta cake —terbuat dari tepung jagung rebus --yang berasal dari kawasan Italia Utara dan Tengah. Bagian atasnya ada daging buntut yang disuwir, jamur ragu, dan jamur morel.
Oxtail di Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Rasanya begitu nyaman di mulut. Tentu agak manis seperti semur, bedanya tak ada rasa rempah yang kuat. Sementara polenta cakenya dominan gurih, rasanya seperti potato pancake.
ADVERTISEMENT
Sempat berpikir kalau hidangan ini adalah yang terbaik di malam itu. Ternyata hidangan ketiga, ricci di mare, juga menarik perhatian.
Ricci di mare. Foto: Toshiko/kumparan
Hidangan ini adalah hand made spaghetti dengan saus dari landak laut yang begitu creamy. Spaghettinya kenyal dan parutan truffle itu begitu cerdas. Aromanya jadi kaya, creamy namun ringan.
Makanan keempat adalah parmigiana. Sejatinya parmigiana merupakan makanan khas Italia dengan filling dari terong dan dilapisi keju serta saus tomat. Kali ini Chef Andry bikin parmigiana dengan wagyu corned beef, dengan burrata, dan truffle.
Parmigiana di Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Ya, ia menggunakan burrata, bukan mozzarella! Ibarat kata, keju susu segar ini satu level di atas mozzarella. Ketika digigit mulurnya begitu lembut, rasanya seperti saya sedang berada dalam mode slow motion. Lagi-lagi saya menghabiskan makanan ini.
ADVERTISEMENT
Ketika Chef Andry mempersiapkan katsu sando sebagai makanan kelima, saya sudah berencana untuk tidak menghabiskannya. Pikir saya, itu hanyalah wagyu dengan roti. Ternyata saya salah.
Wagyu tenderloin itu begitu seksi dengan warna kemerahan. Diapit dengan shokupan --roti tawar khas Jepang-- yang terlihat buttery.
Katsu sando. Foto: Toshiko/kumparan
Saya tekan dan beef juice-nya keluar. Saya gigit, lho kok enak. Dagingnya lembut, rasanya gurih, ada sedikit rasa manis mirip saus teriyaki. Tunggu dulu, kenapa makanan yang begitu 'Jepang' ini bisa masuk ke menu?
Ketika Chef Andry datang ke meja, saya pun bertanya. Setelah sebelumnya saya hanya bisa bilang: "Gawat nih, Chef! Ini juga enak!"
"Karena Oma Elly suka banget sama wagyu. Di masa-masa akhir hidupnya, saya bawa dia jalan-jalan ke Jepang dan wagyu ini jadi favorit dia. Pokoknya dia kalau mau makan daging ya, dia sukanya wagyu," kenang Chef Andry.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Chef Andry juga berkisah bagaimana masakan Oma Elly begitu menumbuhkan minatnya dalam memasak. Banyak sekali comfort food bikinan Oma Elly yang sulit ia lupakan.
"Sebenarnya beberapa masakan yang saya sajikan itu inspirasinya dari Oma Elly. Hanya beda di plating saja, kalau oma bikinnya lebih kayak makanan rumahan. Namun, kami enggak sajikan lasagna karena gimana ya, lasagna itu seperti makanan yang selalu ada di rumah. Aneh rasanya kalau menghidangkannya untuk makan malam seperti ini," jelasnya.
Masuk ke dessert. Chef Andry menghidangkan olive oil rosemary cake dengan olive oil gelato. Agak unik membayangkan getirnya rasa olive oil di gelato. Namun, di luar dugaan, rasanya masuk.
Olive oil. Foto: Toshiko/kumparan
"Sebenarnya saya kurang pede menyajikan ini. Rasanya masuk, hanya saja olive oil dijadikan gelato itu slightly impossible. Terakhir kami coba masih oily. Syukurnya sekarang kering," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Selesai sudah! Untuk menutup malam itu, Chef Andry membukakan wine untuk kami. Ternyata ia juga punya kejutan: sebuah tiramissu cake, andalan Oma Elly.
Tiramissu di Oma Elly. Foto: Toshiko/kumparan
Jujur perut saya sudah sangat kenyang. Namun, kelembutan tiramissu cake dengan sedikit rasa pahit dari cokelat itu enggak bisa terelakkan. Ya, resmi sudah, tujuh makanan yang dihidangkan malam itu habis tak tersisa. Besok saja saya kardio dua kali lebih keras.
It is worth to try! Per orang harganya mulai dari Rp 850 ribu untuk enam course. Untuk sembilan course, mulai dari Rp 1.150 juta. Oma Elly hanya buka pada Kamis, Jumat, dan Sabtu dengan melayani maksimal 22 orang dalam satu hari. Kamu bisa reservasi via Whatsapp atau DM Instagram @omaelly.id.
ADVERTISEMENT
Walaupun enak itu relatif, namun kalau saya bisa menghabiskan 7 jenis makanan itu tanpa sisa, berarti enaknya Oma Elly itu absolut. Jujur, saya sulit memilih mana yang jadi favorit. Itu adalah salah satu makan jamuan malam terbaik yang pernah saya hadiri.
Di luar makanannya yang begitu nikmat, Chef Andry berhasil membawa pengalaman makan yang begitu unik. Ada kenangan bersama Oma Elly yang ia bawa di setiap makanannya; begitu emosional, begitu hangat.
Chef Andry Susanto sedang mempersiapkan makanan. Foto: Toshiko/kumparan
Sepintas saya jadi teringat, ketika dimarahi orang tua, oma adalah tempat mengadu yang paling tepat. Sosok oma selalu membela. Ia selalu menghibur lewat makanan enak. Itulah yang menyebabkan rumah oma jadi begitu nyaman.
Bila kamu sudah bisa membayangkan suasana tersebut, begitulah rasanya makan di Oma Elly; sebuah dedikasi manis Chef Andry untuk nenek kesayangannya. Penuh cinta.
ADVERTISEMENT