Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Perjalanan Panjang Muhammad Aga Berlaga di World Barista Championship
23 Oktober 2018 14:18 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota tampak sibuk bersiap. Seperempat jam lagi, orang-orang akan berdatangan, silih berganti untuk mencari asupan kafein.
ADVERTISEMENT
Seperti biasa, Aga sudah bersiaga di depan mesin espressonya. Tangannya sibuk mengutak-atik mesin tersebut, melakukan kalibrasi--mengecek dan menyetel mesin espresso, memastikan bahwa alat tersebut menghasilkan minuman dengan cita rasa yang sama persis seperti kemarin, atau hari-hari sebelumnya.
Perhatiannya pun beralih pada toples-toples biji kopi yang telah ditatanya dengan rapi di samping meja kasir, memastikan bahwa isinya masih tetap segar. Setelah semua dirasa siap, ia balik tulisan di daun pintu, dari ‘close’ menjadi ‘open’. Tandanya, kedai kopi miliknya sudah siap menyuguhkan secangkir kafein bagi para pencandunya.
Tukang seduh kopi, atau bahasa kerennya barista, bisa dibilang adalah nyawa sebuah kedai kopi. Bukan hanya menyajikan pesanan para pembelinya saja, ia juga harus memastikan kualitasnya tak menurun, termasuk menyiapkan segala elemen--alat, mesin, kopi, semua bahan yang diperlukan, sebelum kedai kopi membuka diri untuk pengunjung.
ADVERTISEMENT
Kini, saat kopi semakin berjaya dan dinikmati banyak massa, barista tak lagi sekadar pembuat kopi. Ia juga berperan sebagai seorang pembawa cerita, menyampaikan kisah dibalik minuman yang ia racik. Darinya pula lah, kopi menjadi begitu bernilai.
Begitulah setidaknya yang dirasakan oleh Muhammad Aga, barista yang menjadi wakil Indonesia dalam kompetisi World Barista Championship 2018. Kecintaannya terhadap kopi telah membawa langkahnya hingga ke kancah internasional.
Meski kini telah menjadi satu di antara ahli seduh kopi di Indonesia, perjalanan pria yang akrab dipanggil Aga ini ternyata dimulai secara tak sengaja, dan justru berawal dari hobi bermusiknya.
Kala itu, tepatnya di tahun 2009, ia mulai berkenalan dengan kopi saat bekerja paruh waktu sebagai barista. Alasannya menjadi barista pun tak ada hubungannya dengan kopi, karena sebelumnya, ia bahkan bukan seorang penikmat minuman tersebut. Profesi sebagai barista sejatinya ia jalani demi membiayai band indie miliknya.
ADVERTISEMENT
Witing tresno jalaran soko kulino--jatuh cinta karena terbiasa, sepertinya dialami oleh Aga. Selang beberapa tahun, setelah ditawari untuk bekerja full time di kedai kopi, ia pun mulai jatuh hati dengan kopi. Dan, akhirnya, pada tahun 2012, ia mencoba untuk menyelami dunia perkopian lebih dalam.
Tekadnya untuk menggeluti profesi barista dan segala hal tentang kopi ia bulatkan dengan mengikuti beragam kompetisi. Saat itu, tren kopi memang tak seramai sekarang. Beruntung, ia bergabung dengan beberapa komunitas yang menjembatani dirinya untuk belajar lebih dalam.
“Menurutku, kerja sebagai barista itu bukan hanya sekadar mendapat penghargaan dari kopi yang kita racik, tapi juga banyak value lain, seperti menambah networking. Itu keuntungannya, kita gak tahu nih mungkin ke depannya bisa menjadi rekanan,” kisah Aga saat ditemui kumparanFOOD beberapa waktu lalu di kedai kopinya, SMITH 2.0, Jakarta Selatan.
Lewat kopi pula lah, Aga bertemu dengan Cindy dan Rendy, yang kini telah menjadi rekan bisnisnya, mendirikan coffee shop bernama ‘SMITH’. Tak cuma berhasil membuka kedai kopinya sendiri, ia pun didapuk menjadi salah satu aktor di film layar lebar ‘Filosofi Kopi’ bersama Chicco Jerikho dan Rio Dewanto.
ADVERTISEMENT
Prestasi demi prestasi juga berhasil ia torehkan. Dalam karirnya sebagai barista selama hampir 9 tahun, dia berhasil menjuarai beberapa kompetisi, mulai dari barista competition, brewers competition, hingga latte art competition. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, Aga akhirnya bisa sampai ke kompetisi internasional, yakni World Barista Championship, yang diselenggarakan pada bulan Juni lalu di Amsterdam, Belanda.
Kepada kumparanFOOD, Aga bercerita tentang bagaimana sepak terjangnya saat mengadu kemampuannya bersama barista-barista lain dari seluruh dunia. Sebelum diterbangkan ke Belanda, ia harus melewati beberapa tahapan, dari kompetisi regional, nasional, barulah dikirim ke jenjang internasional.
Persiapannya pun tak mudah, ia harus menyiapkan segala bahan-bahan yang hendak digunakan untuk meracik kopi saat berlaga di kompetisi bergengsi itu. Biji kopi mana yang paling layak dan pas untuk ia gunakan, kualitas susu, hingga kualitas air pun tak boleh luput dari perhatiannya. Dan, yang terpenting, ia harus mempersiapkan mental.
ADVERTISEMENT
"Yang paling berat waktu itu persiapannya. Beruntungnya, setahun sebelumnya saya join jadi volunteer di WBC yg di Korea. Nah, di sana bisa melihat kompetisinya seperti apa. Akhirnya saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa barista yang ikut kompetisi waktu itu, dikasih beberapa tipsnya, dan saya kemudian mencoba ikut kompetisi, akhirnya menang di tingkat nasional, lalu tanding di tingkat dunia," jelas Aga.
Aga sendiri diwajibkan untuk menyajikan beberapa jenis minuman, yang terdiri dari espresso, cappucino, dan signature beverages dalam waktu 15 menit. Sayangnya, ia baru bisa menyelesaikan seluruh minumannya dalam waktu 15 menit 58 detik, sehingga membuat nilainya terpotong 58 poin. Dari yang awalnya berada di posisi 10 besar, ia pun merosot ke 17 besar.
ADVERTISEMENT
"Tadinya posisinya cukup bagus, dari 10 besar, turun jadi 17, jadi nggak bisa masuk semifinal. Tanggung sebenarnya karena yang masuk semifinal adalah 16 besar. Tapi tidak apa-apa, setidaknya saya dapat pengalamannya, dapat ilmunya, dapat temennya, dapat banyak hal, lah," imbuh Aga.
Bagi Aga sendiri, mencintai kopi bukanlah semata-mata belajar bagaimana cara meraciknya dengan baik, tapi juga menelisik hingga ke akarnya. Layaknya sang idola, Tim Wendelboe, Aga ingin meningkatkan kopi Indonesia agar lebih sustainable, menghasilkan kualitas, kuantitas, hingga citra yang lebih baik.
"Sekarang itu lagi seneng aja kalo travelling ke kebun kopi, ketemu petani-petani kopi, kita bisa encourage mereka. Nah, impact-nya ternyata luas banget nih di kopi. Sosial ada, kemudian impact sekitar juga ada, banyaklah ya dampak positif yang bisa dihasilkan dari kopi, bisa menyebar gitu," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dari satu kebun ke kebun lainnya, ia bisa melihat berbagai peluang dan permasalahan yang dimiliki oleh setiap daerah. Dari sanalah, ia bisa berbagi lebih banyak kisah tentang kopi pada para pelanggannya, tentang makna di balik minuman yang mereka sesap.
Melalui kopi, Aga tak hanya menuai prestasi. Melalui kopi, ia mampu mendengar dan berbagi banyak kisah.
"Kopi itu, value-nya banyak ya, saya kenal banyak orang juga dari kopi, saya hidup dari situ. Kita bisa melihat masa depan dari kopi, dari petani-petaninya, dari barista, yang tadinya gak keliatan jenjang karirnya sekarang sudah ada," pungkas Aga.
Dan, bagi Aga, kopi mempunyai kekuatan sebagai penghubung banyak orang. Bukan cuma jadi sumber penghidupan semata, namun, secangkir kopi yang ia racik mampu menjadi media baginya untuk bercerita dan memulai perjalanan baru, terutama dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Live Update