Ayu Laksmi: Bukan Ibu “Pengabdi Setan” Biasa

26 Oktober 2017 12:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Karakter perempuan seperti di ataslah yang mungkin ingin disampaikan Joko Anwar dalam film Pengabdi Setan, kata Ayu Laksmi dalam perbincangan dengan kumparan, malam Minggu (21/10), di Daan Mogot, Jakarta Barat.
Ayu Laksmi sebagai pemeran Mawarni Suwono, Ibu Setan yang ikonis, langsung melejit. Memenya kini bertebaran di jagat maya, seiring film yang meledak di pasaran. Tanpa kehadiran Ayu, Pengabdi Setan jelas tak akan sama. Sang sutradara, Joko Anwar, tak kurang melayangkan pujian untuk Ayu Laksmi.
“Ayu Laksmi seniman yang sangat saya hormati. Saya yang mengajak dia masuk proyek Pengabdi Setan. Saya minta tolong ke dia, agak deg-degan juga, ‘Mbok, mau nggak tolongin saya bikin film?’ Syukur dia mau. Sebab saya mencari pemeran Ibu yang bisa mengubah sesuatu yang sangat sederhana, menjadi karakter yang bisa dibawa pulang orang ketika mereka selesai menonton. Karakter yang dengan gerakan minimal dan bicara sedikit, tapi menjadi suatu seni,” kata Joko Anwar ketika ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
Di mata Joko, Ayu Laksmi ialah seniman sejati dengan prestasi tak diragukan lagi. “Buat dia, uang itu nomor kesekian. Yang penting dedikasi untuk seni. Kadang-kadang, kalau sudah seniman (hebat) tiba-tiba dikasih karakter hantu kan mungkin tersinggung, tapi ternyata Mbak Ayu enggak, karena dia melakukan demi seni.”
Ayu Laksmi (Foto: AyuLaksmi.com)
Ayu Laksmi, yang bernama lengkap I Gusti Ayu Laksmiyani, memang bukan sekadar Ibu Pengabdi Setan. She’s more than that. Kariernya terentang panjang di dunia seni--baik seni peran maupun seni musik. Ia pun bukan sekali ini saja berperan sebagai Ibu. Sebaliknya, Ayu identik dengan peran Ibu.
Terbiasa berkecimpung di dunia teater, Ayu pertama kali bermain film pada 2008 lewat film Under the Tree yang disutradari Garin Nugroho. Dalam film itu, Ayu berperan sebagai Dewi, perempuan Bali berusia 40 tahun yang hamil, namun janinnya divonis cacat dan hanya dapat bertahan hidup beberapa menit setelah lahir.
ADVERTISEMENT
Di situlah pergolakan batin hebat melanda Dewi, antara memilih menggugurkan kandungan atau melahirkan bayinya--untuk mati lagi.
“Itu (Under the Tree) film festival. Di situ, si ibu sudah lama menunggu kesempatan punya anak. Kesempatan itu lalu datang, tapi si anak harus lahir dengan kelainan otak sehingga hanya dapat hidup beberapa saat. Di satu sisi, ada perasaan bahagia karena ibulah yang menciptakan sebuah kelahiran. Tapi pada waktu bersamaan, dia harus melatih kerelaan bahwa kematian itu sama indahnya dengan kelahiran,” ujar Ayu.
Film kedua Ayu pada 2013 adalah Ngurah Rai. Ia kembali berperan sebagai ibu. “Seorang ibu yang merelakan anaknya pergi berperang. Pahlawan I Gusti Ngurah Rai pergi memimpin perang puputan. Tokoh ibu di sini lumayan kuat,” kata Ayu.
ADVERTISEMENT
Setahun kemudian, 2014, Ayu menjadi ibu dari Soekarno dalam film Soekarno arahan Hanung Bramantyo. Hingga 2017 kini, pada bulan yang sama, September, dua film yang dibintangi Ayu sama-sama dirilis, yakni Pengabdi Setan arahan Joko Anwar; dan Sekala Niskala (The Seen and Unseen) yang disutradarai Kamila Andini, putri Garin Nugrono.
Pada Sekala Niskala, Ayu berperan sebagai ibu yang memiliki anak kembar buncing (lelaki dan perempuan). “Pada film itu, anak yang lelaki meninggal, dan yang perempuan berusaha untuk bertukar tempat, mengambil rasa sakit dari saudara lelakinya untuk dibawa masuk dalam tubuhnya, supaya adiknya itu sembuh.”
“Dalam dunia seni peran, saya selalu mendapat peran ibu, sehingga perasaan saya sebagai ibu banyak terbentuk dari situ,” ujar Ayu.
Ayu Laksmi (Foto: Facebook Ayu Laksmi)
Peran sebagai Ibu Mawarni di Pengabdi Setan disebut Ayu unik. “Ia ibu yang tidak berdaya karena raganya sudah lemah, dikuasai roh jahat yang meminjam tubuhnya. Ada penyesalan begitu besar, tapi tidak bisa ia ceritakan ke seluruh keluarga. Pada saat bersamaan, ia bersyukur karena punya anak, tapi juga menyesal karena mengabdi pada sesuatu yang salah,” kata Ayu.
ADVERTISEMENT
Pergolakan batin lain dialami Mawarni. “Sebelumnya ia seorang penyanyi yang sukses, banyak fans, masih cantik. Kemudian sebagai perempuan, ada perasaan tidak terima ketika wajahnya menjadi buruk karena digerogoti penyakit dan ditinggalkan publik,” ujar Ayu.
Konflik batin itu pada akhirnya menjelma menakutkan. “Perempuan yang tak berdaya, yang sakit, kemudian menjadi setan atau hantu. Semacam, ‘Nah, begini nih perempuan kalau memiliki penyesalan. Dia bisa berubah wujud menjadi seperti itu,’” kata Ayu.
Perasaan seorang ibu, kata Ayu, sesungguhnya sama. “Yang dilematis adalah perannya.”
Karakter Ibu Setan yang menurut Ayu “spesial” itulah yang ia anggap membuat sosok menyeramkan tersebut digemari masyarakat.
“Masyarakat tergila-gila dengan film horor. Saya pikir, siapapun yang berperan sebagai ibu dalam film Pengabdi Setan, pasti akan mengalami nasib yang sama seperti saya (tenar),” kata Ayu, merendah.
ADVERTISEMENT
“Hanya, karena latar belakang saya bukan pemain film, jadi mungkin itu sedikit aneh, (membuat orang berpikir), ‘Ibu ini dari mana? Nggak pernah kelihatan di dunia industri film.’ Ya, memang saya muncul sedikit-sedikit di semua film, termasuk di Pengabdi Setan ini. Cuma (lebih mencolok) karena sedikitnya jeng jeeng (mengerikan),” ujar Ayu.
Ayu Laksmi dan dua kakak perempuannya. (Foto: Facebook Ayu Laksmi)
Dalam mitologi Hindu Bali, ujar Ayu, perempuan diibaratkan memiliki tangan 108, nama 108, dan wajah 108. “Semua tergantung apa yang ada dalam hatinya.”
Sejauh ini, Ayu melihat kebanyakan orang saat pertama kali melihat perempuan masih soal tubuh. “Ketika orang mendengar kata ‘perempuan’, yang muncul pertama kali dalam pikiran adalah tubuh. Sukarno pernah mengatakan, di mana perempuan dihargai dan dihormati, di situ ada kesejahteraan untuk bangsa dan negara. Itu perlu kita renungkan, supaya perempuan tidak diidentikkan dengan sekadar tubuh.”
ADVERTISEMENT
Ayu sendiri--beserta kakak-kakaknya--beribukan single mother. Ayah mereka meninggal saat Ayu masih kecil, sehingga Ayu tak pernah mengenal figur bapak. Namun Ayu dan saudari-saudarinya tumbuh menjadi orang-orang sukses di bidang masing-masing.
Kakak pertama Ayu Laksmi, I Gusti Made Ayu Wedayanti (Ayu Weda), dikenal sebagai pegiat seni, sosial, kemanusiaan, lingkungan, dan sastra. Ia pada 2016 menerbitkan buku kumpulan cerita pendek berjudul Badriyah yang berkisah tentang perempuan serta situasi sosial politik dan kemanusiaan.
Belum lama ini, Juli 2017, Ayu Weda meluncurkan album Sudah Merenungkah Kau, Tuan berisi 10 lagu ciptaan musisi Sawung Jabo yang bertutur tentang kegelisahan sosial dan refleksi batin Ayu.
Sementara kakak kedua Ayu Laksmi, I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, lebih dikenal dengan sebutan dr. Tiwi. Ia dokter spesialis anak ternama ibu kota yang memperjuangkan hak bayi untuk menyusu air susu ibu (ASI).
ADVERTISEMENT
“Saya percaya, semua jalan kehidupan dibuka oleh ibu,” kata Ayu Laksmi.
Pada akhirnya, pemahaman mendalam Ayu tentang sosok dan peran ibu itulah yang membuatnya terus dipercaya memerankan ibu dalam berbagai karakter, bahkan dalam wujud mengerikan sekalipun.
Ayu Laksmi dan ibunda. (Foto: Facebook Ayu Laksmi)