CGV Perpanjang Masa Penutupan Jaringan Bioskopnya

7 April 2020 17:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana bioskop CGV yang tutup di Grand Indonesia, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Suasana bioskop CGV yang tutup di Grand Indonesia, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Sejak 23 Maret lalu, jaringan bioskop CGV di Indonesia telah berhenti beroperasi untuk sementara. Hal ini dilakukan berdasarkan instruksi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah daerah dalam upaya kewaspadaan terhadap penularan virus corona yang menyebabkan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Tak hanya di Jakarta, jaringan bioskop CGV lainnya di beberapa daerah juga ditutup untuk sementara. Total, ada 68 bioskop dan 397 layar yang tersebar di 33 kota dan 15 provinsi yang berhenti beroperasi di Indonesia.
Lewat keterangan tertulis yang diterima kumparan hari ini, Selasa (7/4), jaringan bioskop tersebut memutuskan untuk memperpanjang penutupan sementara.
Suasana bioskop CGV. Foto: Dok. CGV Indonesia
"Perseroan berkomitmen untuk selalu menyediakan lingkungan bioskop yang aman, nyaman, dan sehat untuk para staf dan juga pengunjung CGV. Keselamatan dan kesehatan mereka adalah prioritas utama di saat masa krisis ini berlangsung," jelas Dian Sunardi Munaf, Direktur CGV.
Dian bilang, penutupan sementara jaringan bioskop CGV dilakukan sesuai pemerintah setempat. Tiap daerah pun berbeda-beda instruksinya.
Hingga kini, belum ada kasus COVID-19 di bioskop-bioskop CGV. Sampai sekarang, meski tutup, pihaknya masih meyemprotkan disinfektan di auditorium dan ruangan-ruangan lain dan meningkatkan standar kebersihan bioskop.
ADVERTISEMENT
Dian pun menjelaskan soal kondisi para karyawan CGV. Sampai saat ini, kebanyakan masih off duty. Hak-hak mereka pun masih dipenuhi.
Suasana bioskop CGV yang tutup di Grand Indonesia, Jakarta, Senin (23/3). Foto: REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana
"Di masa perpanjangan penutupan sementara ini, kami menganjurkan kepada mereka untuk mengambil cuti. Di bioskop, selalu ada satu Cinema Manager, satu Staff Programming, dan satu Staff Building Maintenance setiap harinya. Sedangkan untuk karyawan di kantor pusat CGV, bekerja dengan sistem work from home (WFH)," jelasnya.
Sejak penutupan sementara hingga kini, tidak ada karyawan yang di-PHK. Kata Dian, kesejahteraan karyawan adalah prioritas.
Terkait kerugian yang dialami CGV sejak 23 Maret lalu, Dian menuturkan bahwa pihaknya sedang melakukan perhitungan. Yang jelas, selama CGV berhenti beroperasi untuk sementara waktu, tidak ada revenue yang didapat.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, kami fokus untuk menyusun strategi menstabilkan bisnis kami kembali. Salah satunya, dimulai dengan menurunkan sebisa mungkin beban biaya usaha. Terdiri dari beban biaya karyawan, beban pajak dengan segala variasinya, beban pemeliharaan, dan lain-lain," terang Dian.
Suasana bioskop CGV. Foto: Dok. CGV Indonesia
Tentu ada berbagai harapan para pengusaha bioskop terhadap pemerintah terkait situasi saat ini. Dian dan pihak GGV harap, pemerintah mau membantu beban pengusaha melalui berbagai kebijakan fiskal yang diarahkan untuk menekan beban perusahaan. Seperti, membebaskan atau menangguhkan beban biaya pajak bioskop.
Lalu, memasukkan industri bioskop ke dalam Klasifikasi Lapangan Usaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan Pph 21 yang ditangguh pemerintah. Hal ini sesuai dengan peran pemerintah untuk memajukan industri perfilman sesuai Undang Undang Perfilman no. 33 tahun 2009.
ADVERTISEMENT
Yang pertama, film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin, untuk memperkuat ketahanan nasional dan karena itu negara bertanggung jawab memajukan perfilman.
Suasana bioskop CGV. Foto: Dok. CGV Indonesia
Kedua, film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional, sehingga film dan perfilman Indonesia perlu dikembangkan dan dilindungi.
"Kami juga mengharapkan di situasi seperti ini untuk dapat diberikan insentif finansial, semisal pengurangan pajak tontonan film di beberapa daerah menjadi maksimum 10 persen, untuk menciptakan kesetaraan antardaerah," ucap Dian.
"Mengingat sejatinya, film diputar di seluruh wilayah Indonesia pada dasarnya sama dan tidak perlu dibedakan pengenaan pajaknya seperti yang selama ini sudah berjalan untuk pajak restoran dan hotel yang juga menjadi pendapatan daerah," tutupnya.
ADVERTISEMENT