Dewa Budjana Mampu ‘Paksa’ Musisi Internasional Mainkan Notasi Etnik

11 Desember 2018 7:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dewa Budjana. (Foto: Alexander Vito/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dewa Budjana. (Foto: Alexander Vito/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dewa Budjana baru saja menelurkan sebuah album solo bertajuk ‘Mahandini’. Di album itu, ia bekerja sama dengan lima musisi internasional, yakni John Frusciante (eks Red Hot Chilli Peppers), Jordan Rudess (Dream Theater), Marco Minnemann (eks Necrophagist), Mohini Dey, dan Mike Stern.
ADVERTISEMENT
Budjana mulai mengirim materi lagu ke semua musisi pada Desember 2017. Setelah itu, ia melakukan proses rekaman di Los Angeles, Amerika Serikat, pada Januari lalu selama satu hari.
“Sebenarnya, rekaman live itu 'kan kayak manggung saja sebenarnya. Tapi bedanya, di sini kita tidak pernah ada latihan. Jadi, cuma kasih partitur, langsung saja semua baca. Responsif banget semuanya,” kata Budjana saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (10/12).
Para musisi internasional itu menerima materi Dewa Budjana yang dipenuhi perpaduan nuansa progressive rock dan musik etnis Jawa-Bali dengan cepat. Tidak ada proses latihan sebelum merekam tujuh lagu di album 'Mahandini'.
“Kami cuma nyoba, apakah semua alat sudah bunyi dan oke, langsung go. Enggak ada coba dulu atau tanya-tanya part, itu enggak ada,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Meski proses rekaman album ‘Mahandini’ hanya berlangsung satu hari, Budjana mengungkapkan bahwa semua musisi internasional sempat kaget ketika menerima materi yang penuh dengan pentatonik khas negara Timur, dan berbeda jauh dari musik-musik Barat. Namun, kejeniusan bermusik Budjana akhirnya mampu memaksa mereka untuk bisa memainkan semua lagu.
“Mereka 'kan pasti baca dengan baik apa yang saya tulis di data yang saya berikan. Tapi, mereka itu, ya memang mengaku jarang memainkan notasi pentatonik Jawa atau Bali seperti itu,” tuturnya.
Bukan cuma mampu memainkan pentatonik khas etnik Jawa-Bali yang selama ini sudah menjadi makanan bagi Budjana, Marco Manneman bahkan mencipta satu struktur ritme drum yang unik. Drummer yang dikenal karena kemampuannya memainkan lagu-lagu technical death metal itu sampai mengeluarkan seluruh bakat bermusiknya.
ADVERTISEMENT
“Dia kalau saya bilang punya photographic memory mungkin, ya. Saya hanya kirim partitur bulan Desember, saat kita di studio Januari, dia enggak bawa partiturnya. Semua sudah ada saja di kepalanya. Luar biasa si Marco itu memang,” kata Budjana.
Budjana memberi kebebasan pada semua musisi untuk mengutak-atik karyanya. Marco memberi satu sentuhan yang Budjana anggap keren di lagu ‘Queen Kanya’ bersama Mohini Dey, pemain bas gitar berusia 22 tahun dari India.
“Di lagu ‘Queen Kanya’ itu malah ajaib banget. Pas masuk studio, ternyata Marco dan Mohini sudah buat notasi konokol khas India. Saya kaget juga. Mungkin mereka juga merasa semangat karena tertantang,” imbuh Dewa Budjana.