Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Film ‘The Mummy’ Gagal, Tom Cruise Jadi Kambing Hitam
19 Juni 2017 15:38 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Untuk film pembuka Dark Universe—dengan pesona Tom Cruise dan efek visual megah— ‘The Mummy’ cuma bisa mendapatkan US$ 32 juta atau sekitar Rp 425 miliar di pekan pertama pemutarannya. Film ini ketinggalan jauh dari ‘Wonder Woman’ di box office.
ADVERTISEMENT
Pekan ini saja, ‘The Mummy’ hanya bisa menempati urutan ke-4 box office Amerika Utara dengan pendapatan US$ 13,9 juta di pekan kedua pemutarannya. Sementara ‘Wonder Woman’ mendapatkan US$ 40,8 juta di pekan ketiga pemutarannya, dengan total pemasukan domestik sejauh ini mencapai US$ 274,6 juta.
Dari sekian banyak penyebab gagalnya The Mummy di box office (dan juga hujan kritik), nama Tom Cruise muncul sebagai biang kerok. Aktor barusia 54 tahun ini disebut memiliki kontrol yang melebihi batas aktor utama di film-film lainnya. Bahkan wewenang yang dimiliki Tom kabarnya melebihi sang sutradara Alex Kurtzman.
Untuk aktor sekelas Tom Cruise, merupakan hal biasa jika dia mendapat bayaran lebih besar, trailer lebih nyaman dan besar untuk beristirahat di lokasi syuting, pelayanan ekstra, pengamanan ketat dan keistimewaan VVIP lainnya. Tom Cruise sumber perhatian. Maka ketika ‘The Mummy’ melakukan premiere di Manhattan pekan lalu, di tampil memperkenalkan sutradara dan teman-teman cast lain. Mereka semua diam selama 10 menit mendengarkan pidato Tom.
ADVERTISEMENT
“Film tidak dibuat seorang diri,” katanya sambil menambahkan, “Ini kerja sama tim.”
Tapi menurut sumber Variety yang ada dalam produksi ‘The Mummy’, Tom Cruise memiliki wewenang terlalu besar dalam produksi. Selama proses pembuatan film tersebut, Tom campur tangan di hampir semua proses kreatif, termasuk untuk detail kecil. Di atas panggung, Tom mengakui bahwa dirinya punya kecenderungan sebagai seorang perfeksionis.
“Aku tak hanya membuat film. Aku memberikan seluruhnya dan aku harap yang lain melakukan hal sama.”
Universal Pictures dikabarkan memang memberi keistimewaan pada kontrak kerja bersama Tom Cruise, yang memungkinkan dia mengontrol segala aspek dalam produksi. Dari persetujuan skenario hingga post-production. Tom juga punya masukan untuk strategi penjualan film dan perilisan. Tom Cruise lah yang meminta ‘The Mummy’ rilis di bulan Juni, berdekatan dengan ‘Wonder Woman.’
ADVERTISEMENT
Dengan ulasan yang buruk, ‘The Mummy’ yang kabarnya diproduksi dengan biaya US$ 190 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun dan biaya tambahan untuk marketing senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun, akan sulit balik modal. Tapi beruntung pasar internasional masih terpukau dengan pesona Tom Cruise dan rasa penasaran akan pembuka Dark Universe. ’The Mummy’ mendapatkan US$ 142 juta.
Mengenai tudingan kontrol Tom Cruise yang berlebihan, perwakilan juru bicara sang aktor menolak memberi komentar. Pihak Universal juga hanya mengeluarkan pernyataan normatif.
“Tom melakukan semua proyek dengan level komitmen dan dedikasi yang tak bisa dibandingkan dengan kebanyakan pekerjaan lain dalam bisnis kami. Dia telah menjadi rekan yang baik dan kolaborator kreatif, dan tujuan dia dalam proyek apapun yang sedang dikerjakan, adalah menyediakan penonton dengan pengalaman sinematik yang sesungguhnya.”
ADVERTISEMENT
Andil Industri Hollywood
Wewenang Tom Cruise dalam produksi film, melewati kapasitasnya sebagai aktor biasa. Tapi hal ini terjadi akibat sistem dalam industri Hollywood sejak beberapa dekade lalu. Di awal tahun 90-an, bintang besar seperti Mel Gibson, Julia Roberts dan Harrison Ford dianggap paling berjasa atas pundi-pundi dolar yang masuk sebagai pendapatan film mereka.
Sebagai timbal baliknya, mereka mendapatkan honor besar, pengaruh dan pembagian keuntungan. Bersama dengan limpahan materi, para bintang besar itu juga mendapatkan keleluasaan untuk mengambil keputusan dalam produksi film.
Tapi seiring dengan perkembangan teknologi dan makin larisnya film superhero, peran para aktor besar makin tergeser oleh efek visual yang megah. Tapi Tom Cruise tetap berdiri tegak sebagai aktor pencetak mesin uang untuk film franchise seperti ‘Mission: Impossible.’
ADVERTISEMENT
Alex Kurtzman sudah lama didapuk sebagai sutradara, jauh sebelum nama Tom Cruise ada dalam daftar pemain. Kala itu, sang aktor memberikan restunya untuk Alex berada di balik kamera ‘The Mummy.’ Tom tahu bahwa dia akan kerja dengan nyaman, apalagi Alex adalah penulis skenario untuk ‘Mission: Impossible III’.
Di balik kegagalan ‘The Mummy’, mungkin Universal terlalu berspekulasi mempercayakan proyek besar pada sutradara yang belum punya banyak pengalaman di film action-adventure. Satu-satunya film yang pernah dia sutradarai sebelumnya adalah ‘People Like Us’, film drama yang dibintangi Chris Pine pada 2012.
‘The Mummy’ menjadi proyek besar pertama, sekaligus beban berat bagi Alex. Makanya, menurut beberapa sumber, Tom Cruise lebih dominan dan menjadi ‘sutradara sesungguhnya’. Dia sering memberi arahan untuk beberapa adegan action dan keseluruhan produksi. Makanya, film pembuka Dark Universe yang diharapkan memberi pengalaman menonton yang seru sekaligus menegangkan, hanya menjadi ‘film tipikal Tom Cruise’.
ADVERTISEMENT
Tom kabarnya menugaskan dua penulis lain untuk kerjasama dengan McQuarrie dalam membuat skenario. Dua dari tiga penulis skenario ‘The Mummy’, memiliki hubungan dekat dengan Tom Cruise dari film-film sebelumnya.
Karakter Nick Morton yang diperankan Tom, awalnya dideskripsikan sebagai ‘anak muda’. Para penulis kemudian menambahkan peran Nick di skenario. Padahal di skenario orisinal, tokoh Nick dan Si Mummy, punya waktu tayang yang sama. Para penulis juga membuat adegan Nick saat kerasukan menjadi lebih dramatis.
“Film ini seperti mempunyai dua bagian: Sebelum Tom dan sesudah Tom,” kata Frank Walsh, Supervising Art Director, saat diwawancara di acara premiere The Mummy di London pekan lalu.
ADVERTISEMENT
“Aku mendengar cerita bagaimana dia mengatur semuanya dan mendorong dan mendorong, tapi sangat menyenangkan bekerja dengannya. Dia adalah filmmaker yang bagus dan tahu karyanya sendiri. Dia akan berjalan ke dalam set dan memberitahu sutradara apa yang harus dilakukan, berkata ‘Itu bukan lensa yang tepat’, bertanya tentang set, dan selama kamu tidak berbicara salah dengannya… Dia mudah bekerjasama.”
Ketika pengambilan gambar selesai, Tom membawa editor Andrew Mondshein untuk menjahit tiap adegan menjadi gambar final. Andrew adalah teman baik Tom, meskipun dalam credit title juga tertera nama Gina dan Paul Hirsch sebagai editor.
Oleh sebab itu, mungkin tak sedikit yang merasa film ‘The Mummy’ begitu klise dan membosankan. Bagaimana menurutmu?