Penjelasan Lengkap Denny Sumargo dan Dita Soedarjo soal Batal Nikah

16 Desember 2018 16:22 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
ADVERTISEMENT
Kabar mengenai kandasnya hubungan asmara Denny Sumargo dan Dita Soedarjo sukses membuat publik terkejut. Perpisahan mereka tak terduga lantaran keduanya tengah mempersiapkan pernikahan sejak bertunangan pada 4 Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
Berbagai desas-desus tak sedap pun menyertai kabar bahwa mereka batal menikah itu. Denny sempat disebut-sebut berselingkuh atau memiliki orang ketiga sehingga rencana pernikahannya dengan Dita pada akhirnya batal.
Demi membuat suasana tak semakin keruh, Denny dan Dita pun sepakat untuk menggelar jumpa pers terkait berakhirnya kisah cinta mereka. Dalam kesempatan tersebut, keduanya buka suara terkait alasan mengapa mereka memutuskan untuk membatalkan pernikahan.
Meski mantap untuk mengakhiri hubungan, Denny dan Dita tak tampak seperti pasangan yang sedang saling berseteru. Dalam jumpa pers berdurasi 35 menit itu, keduanya justru saling menimpali bahkan memuji satu sama lain dalam suasana yang cair dan santai.
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
Mereka juga masih kompak dalam hal berbusana. Denny mengenakan kaus hitam polos, sementara Dita mengenakan baju dan bawahan berwarna senada.
ADVERTISEMENT
Berikut ini klarifikasi dari Denny Sumargo dan Dita Soedarjo ketika keduanya ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (15/12) malam.
Bagaimana kabar terbaru dari kalian setelah memutuskan membatalkan pernikahan?
Denny: Sebenarnya saya baru saja selesai ketemu mama dan papanya Dita. Dari awal, saya datang baik-baik. Saya juga harus pergi baik-baik. Saya sudah ngobrol, minta maaf dengan segala kekurangan. Mereka very welcome. Papanya Dita is very nice guy, mamanya juga sama. Saya dan Dita sudah memutuskan bareng-bareng untuk tidak melanjutkan rencana pernikahan.
Apa alasan kalian batal menikah?
Denny: Ada perbedaan visi misi, sih. Kami enggak ketemu-ketemu. Karakter kami berdua enggak...
Dita: Lebih baik jadi teman. Malah lebih seru.
Denny: She's very good heart person. Saya beruntung punya momen yang baik sama Dita. Tapi, kadang-kadang, kalau karakter enggak ketemu, susah.
ADVERTISEMENT
Dita: Jodoh kan di tangan Tuhan, kita enggak bisa paksa. Kadang-kadang, orang itu baik, tapi belum tentu itu jodoh kita.
Sudah sejauh mana persiapan pernikahan kalian?
Dita: Sudah hampir 100 persen, ya.
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
Kalian butuh waktu berapa lama hingga memutuskan untuk berpisah?
Denny: Sekitar enam bulan. Kami kan juga ada konseling agama untuk pranikah. Kami ada ketemu dengan orang-orang yang sudah nikah, sudah pasti. Kami juga banyak minta pertimbangan kiri-kanan, termasuk pendeta.
Dita: Banyak belajar, sih. Aku bilang, enggak sia-sia. Aku enggak menyesal. Banyak pelajaran yang membuat aku makin dewasa. Aku enggak tahu married serumit itu.
Perbedaan visi misi itu dirasakan sejak kapan?
Dita: Jujur saja, sejak awal. Beda prinsip itu kan dari kita lahir di mana, keluarga kita, pendidikan, sekolah, sampai pergaulan. Sebenarnya, sih, dari dulu, tapi karena kami lengah saja jadi kami belum terlalu omongin. Kami langsung tunangan saja.
ADVERTISEMENT
Menyesalkah dengan yang sudah terjadi?
Dita: Enggak ada penyesalan. Saya belajar banyak dan dia sangat baik orangnya.
Bagaimana tanggapan kalian terkait dukungan netizen untuk mempertahankan hubungan?
Denny: Sebenarnya, yang harus lebih disalahkan itu saya, sih, karena saya yang harus lebih mengambil keputusan. Dita ini sebenarnya sudah sangat lebih cukup baiklah buat saya. Cuma, ada beberapa hal yang saya tidak akan jabarkan karena jatuhnya sudah pasti nyerempet ke mana-mana. Saya penginnya kami, baik saya maupun Dita, punya perjalanan yang indah tanpa kami harus saling mengecilkan dan menjatuhkan. Akhirnya, kami malah bersepakat di situ dan itu aneh. Harusnya kan kami bersepakat untuk... Tapi, enggak apa-apa karena...
Dita: Yang terbaik.
Denny: Menikah kan untuk sekali, ya, seumur hidup. Semua orang ingin pernikahan yang tidak bercerai dan indah. Sama, saya juga. Dan tidak boleh dipaksakan.
ADVERTISEMENT
Denny menemui orang tua Dita seorang diri?
Denny: Saya datangi keluarga Dita sendiri. Mereka titip maaf kepada keluarga saya karena, kalau kayak gini, ada yang enggak enakan. Ada yang merasa tersakiti segala macam. Aku inginnya masih berteman sama papa dan mamanya Dita dan silaturahmi kami juga tetap terjaga. Biar bagaimana pun, mantan itu bukan berarti saling menjelek-jelekkan.
Dita: Manusia enggak ada yang sempurna, ya. Seganteng Denny juga enggak sempurna. Kami banyak belajar, sih. Aku bersyukur banget.
Dita. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Dita. (Foto: Munady Widjaja)
Apa yang membuat Dita sepakat untuk mengakhiri?
Dita: Membangun keluarga itu enggak gampang. Komitmen itu bukan cuma soal perasaan. Perasaan hilang terus kamu cerai itu enggak boleh. Kalau sudah menikah kan bukan cuma soal perasaan, tapi komitmen. Menurut aku, aku belum sampai di sini, mungkin belum jodoh dari Tuhan. Aku masih muda. Aku masih 26 tahun.
ADVERTISEMENT
Benarkah kalian berpisah karena perbedaan kasta?
Dita: Itu malah enggak, lho. Malah saya suka, Denny itu very interesting. Orangnya enggak materialistis, baik banget. Dia juga ngajarin aku arti kehidupan. Baik banget.
Apa maksud Denny mengunggah chat sejumlah pihak melalui Instagram Story?
Denny: Saya harus meluruskan karena ini sudah sangat mengganggu saya pribadi dan keluarga. Kalau di situ menghina saya, enggak apa-apa. Tapi, kalau sudah nyerempet ke Mama dan keluarga saya yang lain, saya rasa harus dihentikan. Bersyukurnya, itu berhenti. Saya ingin meluruskan agar jangan ada hal-hal kayak gitu lagi. Biar bagaimana pun perjalanan kami, saya penginnya Dita enggak merasakan hal-hal seperti itu. Buat dia yang usianya masih muda, saya enggak tega. Makanya saya bilang ke dia, bebankan ke saya.
ADVERTISEMENT
Penghinaan seperti apa?
Denny: Sebenarnya, yang di-posting itu baru beberapa. Bahkan, saya enggak membuka identitas mereka karena itu pasti menyinggung dia dan keluarganya. Itu cuma warning saja. Kita semua punya keluarga. Saya bukan mau nyalah-nyalahin. Enggak usah ada yang tersinggung di sana-sini. Jujur, kepala saya pusing karena harus menenangkan banyak pihak. Makanya saya bilang, enggak usah dibebankan ke mana-mana. Bebankan ke saya saja karena di sini kan saya lelakinya. Sebagai lelaki, saya harus lindungi dia.
Dita: Menurut aku, enggak adillah semua aku bebankan ke dia. Jadi, dari screenshot itu aku cerita, aku dengar gosip tentang Denny, tentang masa lalunya. Ada orang kirim ke aku. Aku kan orangnya masih muda, ya, aku enggak pernah pacaran sama aktor, jadi aku enggak siap sama tekanan-tekanan ini. Padahal, berita-berita ini bisa dari siapa saja, misalnya di DM. Aku belum siap sama tekanan-tekanan untuk jadi istrinya aktor karena kan gosipnya banyak. Orang DM, Denny begini-begitu. Aku kan cewek, aku masih muda, aku suka percaya. Kalau ada orang ngomong, 'Ada satu yang harus kamu tahu,' otomatis aku cari tahu, dong, karena kan aku mau married sama dia, of course aku cari tahu bukti kalau gosip itu tuh cuma gosip belaka. Denny itu sangat setia. Saya itu cari tahu, lho, sampai saya cari tahu mantannya segala macam. Ini orang tuh benar-benar berubah. Dia punya masalah, dulu banget, tapi dia benar-benar sudah berubah.
ADVERTISEMENT
Saya benar-benar merasa Tuhan itu ada, ya, semenjak ada kamu (Denny). Iman aku dikuatkan banget. Sejak ketemu Denny, saya percaya bahwa orang bisa totally berubah. Saya cek, lho, saya benar-benar cek itu gosip dari fake account dari yang punya satu follower, ngomong yang enggak-enggak soal kamu. Aku cek semua dan itu enggak ada bukti. Temen temen aku pun nyerah. Intinya, aku sangat bangga dengan seorang Denny. Maaf banget aku orangnya cepat terguncang dengan gosip-gosip yang ada. Aku jatuh cinta sama Denny, aku kan enggak tahu, ya, pacaran sama aktor itu risikonya apa. Aku agak naif orangnya. Aku baru lulus dari Amerika. Iyalah, aku nggak sepintar yang aku pikir. Dulu, aku pikir, pacaran sama aktor itu gampanglah. I love him so much. Ketika ada DM, ada tekanan dari orang-orang, dengan gamblangnya aku enggak pakai otak lagi langsung kirim ke dia dengan asumsi. Jadi, di sini aku belajarlah, aku belum siap, aku harus jadi dewasa.
ADVERTISEMENT
Benar-benar tidak ingin memperjuangkan kembali hubungan kalian?
Dita: Ya, menurut aku, Denny itu harus dapat yang lebih pengertian daripada aku.
Denny: Kamu itu sudah sangat pengertian.
Dita: Enggaklah, saya enggak ngerti kalau syuting ada ngaret-ngaret. Saya kira dia bohong, ternyata beneran, ada calling itu mendadak. Saya kan enggak tahu syuting itu begitu. Saya kira kayak di kantor saya kan.
Sebaliknya, apakah Denny juga pengertian terhadap Dita?
Denny: Nanti dibilang sombong lagi, ceritain...
Dita: Sering, sih, dia. Tapi, mungkin bukan jodoh kali, ya.
Deni Sumargo. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Deni Sumargo. (Foto: Munady Widjaja)
Jadi, juga bukan karena profesi yang berbeda?
Dita: Enggaklah. Bukan karena profesi. Lebih karena visi misi.
Denny: Lebih ke kebiasaannya, sih. Kadang-kadang, saya kan harus kerja, sementara dia perlu saya. Saya kadang-kadang kasih penjelasan. Kadang-kadang saya kecapekan, jadi kami enggak ketemu. Tentu setiap wanita pengin pengertian, it's okay. Saya coba memberikan yang terbaik, cuma memang enggak ketemu.
ADVERTISEMENT
Apakah benar ibu dari Denny ikut berkomentar mengenai kalian melalui Instagram?
Denny: Sebenarnya, mama saya ikut merasakanlah. Mama saya itu salah satu yang pengin kami jadi (menikah). Harapan seorang ibu itu pengin lihat anaknya bahagia. Dia sayang banget sama Dita. Dia sering sekali meluangkan waktu untuk kasih nasihat. Kemudian, secara emosi, dia terguncanglah. Tadi saya juga sudah bilang, 'Let it be.' Apa yang dia (Mama) omongin, mengenai bipolar atau apa segala macam, bukan buat dia (Dita). Seriously. Dia lagi bahas tentang gangguan bipolar dan gangguan psikologi, ada dokternya. Saya sudah bilang, 'Itu jangan di-posting dulu, suasana lagi panas dan itu yang terbaik.' Mama saya ini kasihan, dia cuma tamatan SD.
ADVERTISEMENT
Jadi memang Dita tak ada masalah dengan ibu dari Denny?
Denny: Tadi saya sudah klarifikasi. 'Sudah, Ma. Mama kan tidak ada masalah dengan Dita, sudahlah.' Jadi, dia bikin caption baru. Saya juga pengin minta sama semua yang melihat, kondisi ini tolong jangan dibesarkan karena bebannya jangan ke sana, tapi ke sini (saya). Saya sudah cukup merasakannya, perjuangan Mama saya besarkan saya dan orang enggak perlu tahu. Tapi, kalau ada yang disalahkan, ke saya, jangan ke Dita. Saya kuat. Jadi, enggak usah melebar ke mana-mana.
Saat Denny memutuskan batal menikah, apakah didampingi ibu?
Denny: Sudah. Kami sudah ketemu dan ngomong ramai-ramai. Sebenarnya, rencananya diundur, tapi setelah kami coba tetap enggak ketemu. Jadi, ya sudahlah. Aku harus memutuskan karena kelamaan menunggunya kalau diundur.
ADVERTISEMENT
Dita: Kami memutuskan bareng-bareng.
Denny: Iya. Akhirnya aku memutuskan, aku ngobrol ke Dita. Alot, sih, tapi akhirnya kami sampai pada satu kesepakatan bahwa sudahlah, kami harus putus. Lagipula, kami kan masih bisa berteman. Saya senang sekali ketika hubungan, walau sudah selesai, enggak harus musuhan.
Sebesar apa kekecewaan ibu dari Denny?
Denny: Sebenarnya, kecewanya ke diri dia, sih, karena dia merasa bahwa, kok, harapannya belum terkabul, namanya saya anak satu-satunya. But, I understand. Sama, mamanya Dita juga punya harapan yang besar. Every mom seperti itu. Saya menyayangkan saja, sih, harus sampai ke titik ini karena kita semua kan harapannya pengin happy ending. Ketika enggak happy ending, kita semua manusia, ya, dan pastilah ada goyangan kecil di dalam diri. Itu saja, sih.
Denny Sumargo dan Dita. (Foto: Munady)
zoom-in-whitePerbesar
Denny Sumargo dan Dita. (Foto: Munady)
Kamu sendiri kecewa karena harus mengakhiri hubungan?
ADVERTISEMENT
Denny: Saya lebih kecewa sama diri saya karena, sebagai laki-laki, saya menganggap diri saya enggak mampu. Anak ini sangat tepat untuk perjalanan hidup saya, tapi kok enggak ketemu.
Jadi, apa alasan yang sebenarnya di balik batalnya pernikahan kalian?
Denny: Iya karena memang visi misinya enggak sama, karakter kami enggak bisa ketemu, terlalu berbeda. Background enggak ada masalah karena papa dan mamanya enggak ngelihat itu sama sekali. They are very humble dari sisi itu. Jadi, itu bukan big deal. Sisanya, kami enggak ketemu.
Dita: Bukan jodoh, sih. Kami enggak bisa paksa soalnya.
Apakah gosip dari orang-orang di sekeliling membuat kalian sering cekcok dan akhirnya memutuskan berpisah?
Dita: Enggak, sih, kami enggak bisa bilang begitu. Menurut aku, memang bukan jodoh. Enggak bisa dipaksakan. Dia sangat baik. Dia bantu saya banyak banget, saya bersyukur banget. Makanya saya sedih pas banyak orang tanya, katanya saya hina mamanya, karena enggak merasa begitu. Mungkin karena saya orangnya agak blak-blakan, karena kan saya di JIS dr kecil, saya sekolah bule, kuliah di Amerika, jadi kalau ngomong sama orang daerah beda kali, ya, atau salah dimengerti. Jadi, maaf banget.
ADVERTISEMENT
Denny: Iya, enggak apa-apa. Eh, kenapa jadi gue?
Dita: Aku jadi bingung karena kami baik-baik saja. Mungkin karena aku liberal, agak kebule-bulean, sangat modern, dia yang very classic, bukan yang sekolah di luar negeri. Lalu aku yang kebule-bulean ini dikira enggak sopan. Padahal, karena aku kebule-bulean, jadinya begitu. Aku enggak bisa palsu atau jadi orang lain. Yang penting, Tuhan tahu hatiku enggak punya niat jahat. Mungkin caraku yang enggak bisa diterima. Aku minta maaf sekali.
Apakah tak ada yang mau mengalah, mengingat kalian tampak masih saling sayang?
Dita: Aku, sih, coba ngalah, tapi aku enggak bisa jadi seseorang yang bukan aku. Aku kan dari kecil di JIS, sekolah bule. Aku sekolah di Amerika juga sempat kerja, teman-teman aku gitu. Enggak bisa jadi someone yang I’m not. Yang penting, tujuan hidup halal. Aku enggak bisa jadi yang bukan aku untuk laki-laki.
ADVERTISEMENT
Denny: Prinsipnya enggak ketemu karena saya prinsipnya ke kanan, sementara dia ke kiri.
Dita: Iya, tugas istri kan ikutin cowoknya, tapi jadi orang lain, ya, terlalu susah buat aku. Kasihan Denny. Soalnya Denny orangnya baik banget dan sudah siap untuk berkeluarga. Rumah juga sudah mau jadi.
Denny: Dipuji-puji mulu, gede pala gue.
Dita: Rumah itu pakai keringat sendiri. Kariernya jelas. Dia juga sudah berubah 100 persen. Saya, nih, yang urus PR kotornya, nanti cewek dia setelah ini enak, terima beres karena sudah research.
Denny Sumargo dan Dita. (Foto: Munady)
zoom-in-whitePerbesar
Denny Sumargo dan Dita. (Foto: Munady)
Memangnya apa saja kebiasaan Dita yang tidak sejalan dengan Denny?
Denny: Habit yang saya enggak sepaham lebih ke banyak hal. Hal-hal kecil, seperti baju, tapi it's not a big deal. Kadang-kadang, saya kan resek, ya, suka ingatkan terus, sampe menegur di Instagram. Ya, dia enggak nyaman. Saya juga ngerti, kok. Kadang-kadang, ketika saya ngomong lewat WhatsApp, dia bilang, 'Apaan, sih? Ini kan enggak penting.'
ADVERTISEMENT
Dita: Papa dan mama saya enggak pernah menegur saya soal itu. Bukannya saya mau gimana, ya. Yang penting kan bukan hal-hal dosa.
Denny: Ya, itu perbedaan yang ada. Jadi, ada perbedaan yang enggak ketemu, nih, prinsipnya. Itu saja, sih.
Menjelang Natal, sebelumnya punya rencana merayakannya bersama?
Denny: Punya. Habis ini juga kami ada planning. Dia pengin jalan-jalan ke Baubau, tapi enggak tahu jadi apa enggak. Kami tidak lanjut ke pernikahan bukan berarti kami bubar jalan terus berantem. Tetap kami berteman dan dia suka sama keluarga saya.
Rencana ke Baubau hanya berdua?
Dita: Enggaklah. Ramai-ramai.
Kamu pernah bilang bahwa Denny adalah first love, lalu sekarang apakah merasa trauma?
Dita: Traumanya bukan karena Denny, tapi karena saya. Saya belum siap. Denny sih perfect, sudah siap, sudah matang, punya rumah pakai keringet sendiri. Saya saja masih numpang.
ADVERTISEMENT
Semuanya batal, tidak menyayangkan?
Denny: Sedih. Saya sebenarnya sudah menyiapkan rumah. Rumahnya dirubuhkan lagi kali, ya, ha ha ha. Ya, enggak apa-apalah. It's okay. Harus dijalani. Adalah pasti dari setiap kehidupan kita yang enggak sesuai dengan harapan.
Baju nikahnya bagaimana?
Denny: Baju, sih, aku belum. Enggak ada masalah.
Dita: Bajunya saya tinggalin tuh di desainernya, Tex Saverio sama Yogi. Sudah hampir selesai.
Undangan bagaimana?
Denny: Belum. Kebetulan, kami belum bikin undangan.
Dita: Dia belum lihat saja. Aku sudah bikin contohnya.
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Deni Sumargo dan Dita. (Foto: Munady Widjaja)
Berarti sudah tidak ada harapan untuk bersama lagi, ya?
Denny: Harapan selalu ada, tapi kan kita bukan Tuhan. Kalau keinginan kami, sekarang kami masing-masing saja. Mungkin, ada introspeksi atau pencerahan, kan kami enggak tahu, ya. Oleh sebab itu, saya hubungi Dita untuk ambil keputusan juga. Kalau begini terus, mau sampai kapan, mundur atau segala macam.
ADVERTISEMENT
Dita: Buat aku, sih, bukan enggak dewasa atau gimana, ya. Tapi, memang beda pendidikan. Aku sangat bule. Jadi, bukan soal dewasa atau kanak-kanak. Aku kan mencoba menjadi diri sendiri. Buat apa berubah untuk orang lain? Yang penting, apa yang kamu lakukan masih hala, kan.
Denny: Di situlah saya bersyukur.
Dita: Kalau, misal, dia kasih tahu untuk enggak ngelakuin hal yang halal atau nyakitin orang, of course aku akan berubah. Tapi, kan ini soal preferences saja. Misal, cara aku duduk, berpakaian, ngomong. This is me. Kalau dia bilang aku harus sopan sama orang, aku setuju karena bagaimana pun aku tinggal di Indonesia. Kalau itu, aku benar benar respect.
ADVERTISEMENT
Denny: Soalnya hal-hal kecil kayak begitu nyinggung orang. Saya enggak kepengin dia itu nanti nyinggung orang. Saya kan sayang sama dia.
Dita: Kalau soal duduk, cara berpakaian, itu kan preferences orang orang. Dia sangat baik, dia sangat setia, saya mengerti itu.
Denny: Selamat Natal. Ini adalah gift dari kami.
Kapan terakhir kali kalian menangis?
Denny: Saya tidak menangis, malah saya harus menguatkan diri. Saya sudah bilang sama Dita bahwa saya akan temani dia karena bagaimana pun ini berat.
Dita: Terakhir kali itu malam, sih. Saya cuma nangis karena difitnah soal maminya.
Denny: Iya, sudah cukup. Jangan lagi ada asumsi. Jangan ada fitnah. Jangan lagi dipanjangin ke mana-mana karena biar gimana pun kasihan pihak-pihak lain, nanti semuanya tersinggung. Kami penginnya damai.
ADVERTISEMENT