Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Saya juga baru belakangan agak ngeh setelah saya lihat, kok, banyak sekali, di jalan, dengan radio kampung, keliling, seperti menyedihkan, bagi saya, lho. Saya enggak tahu yang lain,” ujarnya ketika ditemui di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Senin (13/1).
Ya, sejak beberapa tahun belakangan, boneka raksasa yang diamini sebagai salah satu simbol budaya Betawi itu, seolah kehilangan sakralitasnya. Tak sedikit orang yang menggunakan ondel-ondel untuk mengamen di jalanan.
“Buat saya, itu bukan suatu kewajaran, ya. Yang kita tahu, kan, ondel-ondel adalah kesenian kebudayaan Betawi. Kok, belakangan banyak ondel-ondel yang terpaksa ngamen. Itu bagian kegelisahan saya,” ucap Rano Karno .
Menurut Rano Karno, ondel-ondel tak seharusnya berada di jalanan. Ondel-ondel, baginya, punya tempat yang lebih mulia. Di acara pernikahan yang mengusung adat Betawi, misalnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, ia pun paham, ada keterpaksaan dan kebutuhan yang—barangkali—mendesak bagi orang-orang dari kalangan tertentu di balik fenomena itu.
“Harusnya mereka ada tempat. Walaupun ada tempat, di Setu Babakan diberikan, cuma di sana hanya ramai pas weekend. Atau mungkin ulang tahun Jakarta yang setiap tahun," tuturnya.
"Sementara hidupnya, kan, harus setiap hari. Kebetulan saja saya agak terganggu ngelihat itu. Lalu saya berpikir, ini mesti bagaimana supaya enggak begitu. Saya juga paham mereka butuh hidup,” sambungnya.
Rano Karno memang belum punya solusi terkait kegelisahannya tersebut. Menutup perbincangan, ia berharap agar pemerintah maupun lembaga yang berkepentingan dapat lebih menaruh perhatian pada maraknya ondel-ondel di jalanan.
“Ini masalahnya, kan, kepekaan. Saya yakin, instansi pemerintah juga punya kepekaan. Tapi, kalau ngelihat realitas seperti ini, berarti ada sesuatu yang memang belum semuanya ter-cover. Saya yakin, DKI anggaran untuk pelestarian budayanya besar. Memang harus ada revitalisasi,” pungkas Rano Karno .
ADVERTISEMENT