Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ketokohan atau public figure merupakan salah satu unsur yang memiliki nilai berita. Terlebih, jika ditunjang dengan tambahan seperti konflik atau rasa kemanusiaan. Maka, tak jarang kita melihat artis diberitakan saat ia terlibat dalam kegiatan kemanusiaan, atau bahkan ketika berkonflik dengan seseorang.
ADVERTISEMENT
Kisah-kisah itulah yang kemudian dimanfaatkan orang-orang di industri hiburan guna memperkenalkan atau mempromosikan artis atau calon artis. Apalagi banyak orang yang memang menyukai drama kehidupan.
Pengamat musik dan industri hiburan, Budi Ace, mengatakan gimik atau setting-an dalam industri hiburan adalah hal lumrah. Hal itu, kata Budi, merupakan salah satu trik untuk menghindari sajian yang selalu sama.
"Di industri hiburan kalau ada repetisi, itu memalukan. Karena itu yang sebenarnya, kalau mau melakukan itu (gimik), seorang produser atau artis yang bersangkutan harus berpikir 100 kali untuk mendesain trik yang terlihat baru," ujar Budi Ace.
Budi menjelaskan, trik gimik dipengaruhi oleh industri di Amerika. Trik tersebut identik dengan dimunculkannya sensasi. Ia mencontohkan ketika ada satu penyanyi pendatang baru namun membuat video klip di mobil mewah sambil menggunakan emas dan kemewahan lainnya. Kemudian diikuti dengan berita serta video penyanyi tersebut tinggal di rumah mewah.
ADVERTISEMENT
"(Padahal) itu bukan rumahnya, itu rumah produser, itu gimik," ujar Budi Ace.
Hal tersebut berbeda dengan gaya publikasi di negara-negara Eropa yang lebih menekankan pada karya. Musisi Eropa jarang membuat sensasi, karena mereka ingin lebih dikenal melalui karya dan prestasi.
"Setelah mereka berprestasi, biasanya sensasi baru dimunculin. Cerita tentang kesedihan, masa lalu yang buruk setelah dia kaya raya," kata Budi Ace.
Di Indonesia, menurut Budi, trik atau gimik ala industri hiburan Amerika Serikat juga dilakukan. Namun, menurutnya, gimik yang menghadirkan gaya hidup mewah tidak cocok di Indonesia.
"Gimik yang lazim buat kita, gimik di atas panggung tiba-tiba ada spanduk tulisan 'I Love You'," kata dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Budi, gimik artis di Indonesia mulai muncul seiring berkembangnya industri televisi, khususnya televisi swasta. Stasiun televisi swasta itulah yang mulanya menyiapkan gimik-gimik.
"Tiba-tiba penonton di-setting untuk nyanyi, tepuk tangan. Itu didesain untuk menunjukkan artis itu disukai, popular," ujarnya.
Gimik lainnya dilakukan oleh band saat mereka tampil. Di tengah pertunjukan, tiba-tiba ada sekelompok pria atau wanita yang membawa-bawa tulisan “I Love You” atau “Marry Me”. Lalu ada teriakan, nyanyian, kor menyanyikan lagu yang dibawakan band tersebut.
"Semuanya ada yang menyiapkan, seakan-akan lagu itu udah dinyanyiin oleh banyak orang. Padahal itu udah disiapin," jelas Budi Ace.
Akhirnya, gimik itu berkembang dan sampai pada masa hadirnya infotainment. Mulailah muncul gimik si A pacaran dengan si B. Padahal, menurut Budi, hal itu sekali lagi hanyalah skenario belaka. "Nah, menurut aku gimik itu enggak cocok di Indonesia," kata Budi.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan bahwa gimik sebaiknya tidak ada unsur kebohongan apalagi dusta. Gimik dikatakannya harus wajar, normal tapi dieksploitasi.
"Buat aku, gimik itu enggak boleh ada dusta, enggak boleh ada kebohongan. Gimik is an entertaining, sekadar menghibur," jelasnya.
Gimik Ok, Talenta Wajib
Ibarat sayur tanpa garam dan gula. Produser musik Rahayu Kertawiguna meminjam analogi itu untuk menggambarkan betapa eratnya sebuah gimik (atau konsep kreatif) dalam industri hiburan. Yang membedakan, hanya porsi dan cara yang dipilih dalam menghidupkan konsep kreatif sebagai bagian dari promosi tersebut.
Rahayu mengakui banyak memoles artis yang bernaung di bawah label rekaman miliknya, Nagaswara. Hal itu baginya lumrah selama dilakukan dalam koridor yang tidak melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
"Kalau sejauh gimiknya tidak melanggar asusila, SARA, saya rasa masih bisa diterima masyarakat. Kecuali sudah melanggar, itu udah bukan gimik lagi namanya," kata dia.
Tak jarang ide-ide gimik yang ia lakukan datang dari artisnya sendiri. Rahayu bahkan menceritakan, artisnya pernah mengusulkan untuk dibuatkan gimik berkonflik dengan artis lain. Atau ada juga yang rela melakukan gimik pacaran sampai menikah. Hal-hal seperti inilah yang ia hindari.
"Saya bilang 'ngapain kamu, nanti rugi, nanti risikonya apa'. Karena kita konteksnya bukan mencari gimik semata, tapi kita sukses di panggung untuk menyanyi, bukan dengan gimik itu bisa mencari yang lain," ujar Rahayu.
Ini pula yang dilakukan oleh manajemen Duo Serigala di awal kemunculannya. Didiet Dada, manajer Duo Serigala, mengatakan, di awal kemunculannya, Duo Serigala sudah disiapkan dengan konsep yang menonjolkan keseksian tubuh. Salah satunya adalah payudara.
ADVERTISEMENT
Setelah sempat menarik perhatian masyarakat, diciptakanlah gimik tambahan yakni personel Duo Serigala akan mengasuransikan payudara. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai hampir Rp 2 miliar. Gimik itu digulirkan pada tahun 2015.
"Jadi aku waktu itu cuma bilang bahwa 'Duo Serigala akan diasuransikan payudaranya, salah satu organ tubuhnya diasuransikan oleh perusahaan’, itu langsung boom," kata Didiet.
Apakah itu hanya sensasi? Didiet mengakuinya. Ia menjelaskan asuransi yang dimaksud sejatinya adalah asuransi jiwa dan kesehatan seperti pada umumnya. Namun, untuk menarik perhatian dan pemberitaan, Didit sengaja menciptakan konsep demikian.
"Memang diasuransikan tapi yang create kata-kata itu kan saya, sekarang mana ada terutama di Indonesia asuransi payudara enggak ada, asuransi jiwa, asuransi tubuhnya ya bener dong. Tapi khusus payudara emang ada? Kan belum ada, enggak tahu kalau sekarang ada, tapi waktu itu belum ada loh," jelas Didiet.
ADVERTISEMENT
Mantan manajer Dewa 19 dan Dewi Persik ini punya alasan kuat di balik konsep kreatif itu. Sebab, ia menilai Duo Serigala yang saat ini beranggotakan Pamela Safitri dan Ova Kioza punya talenta di bidang musik. Suaranya mumpuni untuk menjadi penyanyi.
"Jadi sebenernya job (bagi artis) banyak atau enggak juga tergantung dari materi artisnya. Kalau artisnya jelek (tidak punya talenta), susahlah dapat job," kata dia.
Hal itu juga diakui oleh manajer Rachel Amanda, Prana. Gimik merupakan hal yang lumrah. Ia sering mendapat tawaran untuk melakukan gimik dengan artis-artisnya. Sebut saja seperti pacaran dengan si A atau berpura-pura memiliki kasus atau utang.
"Kalau di manajemen aku, aku tidak memakai gimik sebetulnya, dan anak-anakku tidak mau pakai gimik. Lebih dari prestasi sih, aku harus ambil kerjaan yang yang bisa menunjang prestasi dia. Seperti filmnya apa yang bagus, PH-nya apa, ceritanya apa, kalau sinetron juga enggak yang lebay," kata Prana.
ADVERTISEMENT
Sekali lagi, ia menegaskan bahwa gimik adalah hal yang lumrah. Gimik bisa menjadi pilihan bagi siapa pun untuk sekadar mendulang popularitas.
"Tapi kan memaintain hasil dari gimik dan tidak gimik akan berbeda. Di dunia entertain kayak gitu wajar, membayar untuk setting-an, mau panjat sosial sama artis siapa. Tapi universe akan berbicara ini layak enggak jadi artis, dari prestasi dan sebagainya. Biasanya kalau gitu kan cepat, ya (masa kariernya)," kata dia.
"Karena aku udah lihat beberapa teman aku, efeknya akan lebih parah nantinya dari hasil itu (gimik)," lanjutnya.
Ia pun mendorong seorang entertainer untuk dapat terus mengasah talenta yang dimiliki dan menjalin kerja sama yang baik dengan tim manajemen. Sebab, dengan kerja sama yang baik, tentu akan membuat karier seorang artis dapat terjaga dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Karena manajer dan artis itu adalah artinya sebagai rekan, partner dan juga member of family jadinya," ujarnya.
Melati, nama samaran artis yang melakukan setting-an dalam menaikkan popularitasnya, juga sepakat akan hal itu. Ia mencontohkan salah satu temannya yang telah mengeluarkan banyak dana sampai berkorban waktu untuk bikin gimik.
Namun sayangnya, hasilnya nol besar. Karena ia tidak memiliki kualitas. “Gimik jalan, tapi karena enggak punya kualitas, talenta, dia enggak dipanggil ke mana-mana. Kualitas juga menentukan,” ucap Melati.
Pentingnya seseorang mempunyai talenta untuk meraih popularitas juga diamini oleh Ketua Ikatan Manajer Artis Indonesia (Imarindo), Nanda Persada. “Ketika dia punya talenta bagus, karya bagus, dengan strategi promosi yang bagus, maka dia akan cepat popular,” kata Nanda.
ADVERTISEMENT
Selain bertalenta, popularitas seorang artis juga bisa didongkrak lewat pemberitaan. Dengan terus-terusan muncul jadi bahan berita, maka si artis lama kelamaan akan semakin dikenal publik.
“Sering muncul di infotainment adalah cara yang harus diakui itu cara konvensional, tapi aktif (dilakukan) sampai sekarang,” ungkap Nanda.
Budi Ace mengatakan manajemen yang baik sangat penting untuk membuat seorang artis menjadi besar. Karena besar dan kecilnya artis merupakan buah dari profesionalitas.
"Salah satu kinerja yang profesional adalah manajemen yang baik. Jadi harus dimulai dari manajemen yang baik," kata Budi Ace.
Story mengenai setting-an artis bisa disimak di Konten Spesial kumparan: Drama Setting-an Artis .