Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Stand Up Comedy bukan suguhan baru bagi masyarakat di tanah air. Seni komedi tunggal yang awalnya hanya berkutat di internal komunitas, popularitasnya semakin meluas. Festival stand up comedy juga bermunculan setiap tahunnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang terbesar adalah "Local Stand Up Day" yang akan berlangsung pada 15 dan 16 Maret 2018 mendatang di Jakarta. Selama dua hari, masyarakat akan disuguhkan penampilan lebih dari 70 komika lintas genre. Tak ayal, ajang ini langsung disebut sebagai 'acara' ngumpulnya para komika dan juga penikmat stand up comedy di Indonesia.
Namun di balik ragam hiburan yang dihadirkan para komik, stand up comedy memiliki tantangan untuk berkembang. Secara industri, stand up comedy di Indonesia dinilai belum maksimal. Eksistensi komunitas stand up di beberapa daerah juga mulai menurun.
Selain itu, ada juga komika yang dikecam karena membawa konten yang mengandung SARA. Bagaimana sebenarnya tantangan stand up comedy di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Bertumbangannya Komunitas Stand Up Comedy
Tanpa mengecilkan peran orang-orang penting sebelumnya, stand up comedy di Indonesia bisa disebut mulai dikenal secara masif berkat peran dari sejumlah nama. Seperti Ernest prakasa, Pandji Pragiwaksono, Isman HS, Ryan Andriandhy, serta Raditya Dika yang menggagas komunitas Stand Up Indo pada 2011 silam. Berawal dari acara open mic di comedy cafe yang berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan mereka mulai menjajal seni komedi tunggal tersebut.
Acara yang digelar pada 13 Juli 2011 silam itu menjadi momen dimana banyak orang mulai berani memulai debutnya dalam dunia stand up comedy. Ernest ketika itu berinisatif mengabadikan momen tersebut. Rekaman aksi mereka menghibur pengunjung di cafe milik Ramon Papana itu lantas diunggah Ernest ke kanal berbagi video YouTube.
ADVERTISEMENT
Alhasil, video itu menjadi daya tarik dan menginspirasi banyak kalangan untuk mulai menjajal hal yang sama. Malam penuh tawa di comedy cafe itu lantas dipilih sebagai tanggal berdirinya komunitas Stand Up Indo. Ya, media sosial memang memberi peranan penting dalam dikenal luasnya stand up comedy kala itu.
"Itu adalah tanggal yang Ernest sebut sebagai stand up night 1. Abis itu komunitas berikutnya yang berdiri ada Stand Up Indo Bandung, ada Samarinda, Purwokerto gitu terus sampai akhirnya ada seratusan sekarang,” kata Pandji sembari mengenang momen yang bersejarah bagi dunia stand up comedy di tanah air itu, ketika ditemui kumparan beberapa waktu lalu.
Bahkan Presiden Stand Up Indo saat ini, Andi Wijaya atau yang akrab disapa Awwe menyebutkan jumlah komunitas Stand Up Indo yang tersebar di berbagai daerah mencapai 160. Meski harus diakui, keberadaan komunitas itu perlahan mulai berguguran.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang menjadi latar belakang. Menurut Awwe, setiap daerah memiliki permasalahannya masing-masing.
Ia mencontohkan Stand Up Indo Jatinangor yang dulunya berisi mahasiswa Universitas Padjajaran. Namun karena banyak dari mereka yang lulus, Stand Up Indo Jatinangor jadi mati tanpa aktivitas. "Ada juga yang mereka ngerasa peminatnya sepi. Satu komunitas cuma tiga orang. Akhirnya ya udah, kebanyakan gitu, lesu enggak ada orang," kata Awwe.
Pandji Pragiwaksono juga mengatakan hal serupa. Bahkan, menurutnya, banyak komunitas stand up yang berjalan dengan tidak sehat. Dalam artian, memang tidak ada lagi yang lucu di komunitas tersebut.
"Kemungkinan karena memang enggak ada yang lucu, atau kombinasi dari open mic yang enggak sehat, yang cirinya adalah ditonton sama dia lagi dia lagi. Kalau yang nonton temennya aja, jadinya cuma jadi jokes internal aja," kata Pandji.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu ditambah dengan local heroes mereka yang tidak lagi tampil rutin di komunitas. Biasanya local heroes itu tidak lagi tampil karena sudah pindah ke daerah lain misalnya.
"Ada dua contoh komunitas yang masih sehat itu Stand Up Indo Bekasi sama Jakbar (Jakarta Barat), karena jagoannya masih sering open mic. Itu yang datengin penonton," kata Pandji.
Pandji pun menilai, jika memang ada komunitas yang tidak sehat seperti demikian, bubar menjadi solusi yang tepat. Namun jika suatu hari ada kerinduan untuk membuat komunitas kembali itu muncul, maka akan dengan mudahnya komunitas itu kembali terbentuk. Pandji menuturkan, kuatnya kesenian stand up comedy itu tergantung dari pelakunya. Bukan komunitas.
ADVERTISEMENT
"Di Amerika enggak ada komunitas, tapi hidup aja. Selama ada stand up comedian yang melakukan terobosan, akan selalu sehat stand up di Indonesia. Dan gue sadar akan tanggung jawab itu," kata Pandji.
"Kalau bentuk tanggung jawab gue, di pencapaian pribadi gue. Stand up comedy bisa di plennary hall dengan harga tiket Rp 1 juta, bisa punya acara mingguan ditonton sama penonton baru. Itu bukan (lagi) pencapaian gue akhirnya, tapi pencapaian kita," kata Pandji.
Konten yang menyinggung
Perjalanan stand up comedy di Indonesia juga diwarnai dengan beberapa komika yang dikecam karena materi-materi yang dibawakannya menyinggung kelompok tertentu. Tentu kita masih ingat masalah yang menyandung Joshua Suherman. Pada awal Januari 2018, mantan penyanyi cilik itu diancam dilaporkan ke polisi atas materi stand up yang dibawakannya. Kala itu Joshua menyebut personel Cherybelle, Anisa lebih terkenal dibandingkan Cherly Juno karena perbedaan agama yang dianut keduanya.
ADVERTISEMENT
Tidak sampai disitu, pada November 2018, komika dari Majelis Lucu Indonesia (MLI), Tretan Muslim dan Coki Pardede juga mendapat kecaman keras dari masyarakat. Kala itu lewat video di channel YouTube, keduanya memasak daging babi dicampur dengan sari kurma. Di video itu mereka mengaku penasaran apakah ketika babi yang haram dimasak dengan kurma, akankah menjadi halal.
Adriano Qalbi, salah satu komika yang tergabung dalam Majelis Lucu Indonesia, mengatakan hal tersebut memang wajar dialami oleh komika yang tergabung dalam MLI. Sebab sejak awal, MLI terbentuk dari perkumpulan orang-orang yang berusaha untuk mencari garis terluar dari komedi.
“Kaitannya sih ini lebih ke freedom of speech, freedom of expressions gue enggak ngerasa orang-orang yang tergabung percaya mesti ada batasan dalam pengekspresian. Ya udah begitu mereka berusaha mencari, gimana ya dorong aja, pasti ada hit and missed-nya ya. Kalau udah begitu, kita bergerak kita diskusi cari penasehat hukum karena mestinya enggak ada batasan itu,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Pandji Pragiwaksono tidak menampik jika hal tersebut memberikan citra negatif pada stand up comedy di Indonesia. Meski, menurut Pandji, hal yang sama juga bisa terjadi di bidang-bidang lainnya.
"Karena kadang orang ngelakuin hal yang baik aja kadang dianggap salah, bukan hanya stand up comedy," kata Pandji.
Menurut Pandji, memang tidak ada batasan dalam stand up comedy. Boleh menyuarakan apapun yang dimau selama siap bertanggung jawab. Ia memberi contoh ketika membuat materi tentang pemerkosaan. Ia bukan untuk menertawakan korban perkosaan, justru joke yang ia sampaikan membela korban..
"Ketika gue dikonfrontasi, gue siap dengan itu. Karena semua itu enggak cuma nyampah. Gue bilang sama anak-anak (stand up comedy), lu mau nyampah boleh, tapi kalau diserang jangan ngabur," ujar Pandji.
ADVERTISEMENT
Komedi menurutnya memang harus jalan sejauh mungkin, namun tetap harus cari tahu batasnya dimana. Alasan kenapa banyak orang suka tertawa dengan hal-hal sensitif, karena itu jadi cara pelepasan mereka pada tekanan. Hal yang tadinya dibicarakan secara diam-diam dalam hati, akhirnya dibahas oleh orang di atas panggung.
"Itu yang membuat stand up comedy jadi kesenian yang membebaskan, jadi ya buat gue apapun bisa dibercandain. Tapi lo harus siap bertanggung jawab karena kalau lo enggak siap bertanggung jawab, kelak lo dimintain pertanggung jawaban lo bingung," kata Pandji.
Ernest Prakasa juga menyoroti hal serupa. Namun ia menyarankan agar para komika bisa membatasi diri dan lebih aware dengan saluran yang mereka gunakan. "Pasti harus membatasi diri, kalau di forum tertutup off air ya bebas, tapi kalau di internet semua bisa ngeliat. Ya tentu harus hati-hati lah ya," kata Ernest.
ADVERTISEMENT
Saat ini MLI menilai permasalahan yang terjadi sebelumnya sudah selesai. Untuk menanggulangi hal tersebut kembali terulang, mereka mengaku lebih membatasi diri dengan cara lebih mengenali situasi dan kondisi ruang dimana mereka tampil.
“Mungkin kayak kalau misalnya kita belajar kalau online itu ternyata ruang publik berarti kita harus tahu risikonya dimana kalau off air kita anggap ruang private, orang masuk berbayar, kita cuman bisa memastikan content itu hanya ada di dalam tidak ada yang menyebarluaskan,” tukasnya.
Menjaga Momentum
Di luar dari berbagai permasalahan yang ada saat ini, Pandji menilai stand up comedy di Indonesia justru terus berkembang. Sejak berdirinya Stand Up Indo sampai saat ini, Stand Up Comedy terus berkembang dan momentumnya terus terjaga. Apalagi beragam pertunjukan komedi tunggal saat ini bisa dinikmati oleh masyarakat baik di off air maupun on air di televisi.
ADVERTISEMENT
Meski saat ini beberapa stasiun televisi ada yang mulai mengurangi program stand up comedy, namun hal tersebut bukan menjadi indikator berkurangnya minat masyarakat terhadap salah satu seni pertunjukan tersebut.
"Suci (Stand Up Comedy Indonesia) masih jalan tahun ini, ada Suci 9 tapi memang setelah Pilpres. Suca (Stand Up Comedy Asia) malah jadi Asia. Jadi gue rasa dari sisi TV juga oke, apalagi tv lain juga mulai naruh stand up comedian walaupun bukan acaranya stand up, tapi ada stand up comedian yang ngisi," kata Pandji.
Tolok ukur lainnya, berbagai event stand up belakangan ini justru menjadi bukti bahwa stand up comedy sedang digilai oleh penikmat hiburan tanah air. Sebab beberapa orang bahkan mulai rela membayar untuk mendapatkan hiburan dari para komika favoritnya.
ADVERTISEMENT
Di tahun ini bahkan ada 8 festival yang rencananya siap digelar untuk menghibur para penikmat stand up comedy tanah air. Diantara festival tersebut ialah Local Standupday, Standupfest Celebes, LOL Fest, Standupindo Anniversary, Jakarta International Comedy Fest, Jambore Stand-up, Event Majelis Lucu Indonesia juga Surabaya Standupfest. Momen inilah yang harus terus terjaga.
“Terus kita mikir kan kok berani orang ini bikin festival, invest di festival stand up kalau bukan karena mereka percaya bayarnya udah mulai gede. Kayak show gue di plennary hall, itu adalah show standup tunggal dengan penonton terbanyak dengan tiket termahal. Itu juga sebuah pencapaian bukan(Hanya) ke gue ya tapi lebih kepada orang mau bayar buat nonton stand. Jadi ya ini lagi gede-gedenya,” ucap Pandji.
ADVERTISEMENT
Simak tulisan selanjutnya yang membahas membludaknya komika baru di 'lahan' yang terbatas di topik Dinamika Stand Up Comedy Tanah Air