Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Syamsul Fuad Kembali Gugat Rumah Produksi ‘Benyamin Biang Kerok’
6 November 2018 13:26 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Penulis cerita film ‘Benyamin Biang Kerok ’ yang dirilis tahun 1972, Syamsul Fuad, kembali memasukkan gugatan pada pihak rumah produksi Benyamin Biang Kerok versi 2018. Sebelumnya, gugatan Syamsul terkait pelanggaran hak cipta telah ditolak majelis hakim Pegadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai putusan dibacakan dalam persidangan yang digelar 28 Agustus lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, pria berumur 81 tahun itu menggugat rumah produksi Falcon Pictures, Max Pictures, HB Naveen, dan Ody Mulya. Syamsul tidak puas dengan putusan pengadilan. Karena itu, ia memutuskan untuk kembali melayangkan gugatan baru.
Sebelumnya, gugatan Syamsul ditolak lantaran tuntutannya dianggap salah alamat. Sebab, ia tidak melibatkan pihak pertama, yakni PT Layar Cipta Karya Mas. Padahal, perusahaan itu sebelumnya terlibat transaksi dengan pihak tergugat atas film tersebut.
Kini, Syamsul kembali memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan gugatan yang sama, Syamsul kini mencantumkan PT Layar Cipta Karya Mas dan Edwar, S.H dari pihak notaris sebagai tergugat.
“Gugatan ulang melibatkan Falcon, Max, PT Layar Cipta Karya Mas yang menjual ke Falcon, sama notaris mereka (Edwar). Jadi, saya mengajukan gugatan ulang,” tuturnya ketika dihubungi kumparan via sambungan telepon, baru-baru ini.
Menurut Syamsul, PT Layar Cipta Karya Mas perlu dilibatkan lantaran terlibat dalam transaksi terkait hak edar yang dibeli oleh Falcon sebagai rumah produksi. Di sisi lain, Syamsul juga yakin betul bahwa surat pembelian antara CV Bandung Permai dan PT Layar Cipta Karya Mas hanyalah berbicara soal hak edar, bukan hak untuk memproduksi ulang.
ADVERTISEMENT
“Tapi mungkin ke pihak Falcon ini berubah surat jual belinya. Harusnya kan, mereka mengikuti perjanjian pertama antara Bandung Permai ke Layar Cipta. Ya, kan itu salahnya di situ. Seharusnya mereka enggak boleh melebihi perjanjian pertama antara Bandung Permai ke PT Latar Cipta. Yang menyatakan hak edar seluruhnya semua ke pihak Falcon itu besar, lho,” tambahnya.
Syamsul mengaku, gugatannya tersebut kembali dilayangkannya lantaran upaya mediasi di antara mereka tak menemukan titik temu. Padahal, nilai yang ditujukannya hanya berbeda Rp 10 juta dengan yang diinginkan pihak rumah produksi tersebut.
“Yang saya sesalin selisih Rp 10 juta itu, masa rumah produksi sebesar itu enggak mau kan, itu yang saya sesalin,” ujarnya.
Lebih lanjut, Syamsul juga menuturkan bahwa nilai gugatan yang diajukan masih tetap sama. Dia menggugat pihak rumah produksi sebesar Rp 1 miliar untuk satu judul film yang diproduksi.
ADVERTISEMENT
“Rp 1 miliar untuk 'Benyamin Biang Kerok ', untuk 'Benyamin Biang Kerok Beruntung' Rp 1 M jadi Rp 2 M, sama royalti perlembar tiket seribu perak (dari yang sudah sempat terjual),” pungkasnya.