Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bilamana Vagina harus Digunting saat Melahirkan?
13 April 2018 18:39 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
"Apanya yang digunting?" "Memangnya bisa robek?" "Dijahit pakai apa?" Aduuuuh... ngeri, deh!
ADVERTISEMENT
Ini sekadar contoh pertanyaan-pertanyaan yang umum dilontarkan ibu hamil menjelang waktu persalinan atau di akhir trimester tiga. Biasanya, ibu hamil menanyakan hal ini dengan rasa ngeri atau cemas pada teman atau keluarga yang sudah lebih dulu melahirkan.
Maklum, siapa sih yang tidak takut membayangkan area intimnya robek, digunting, atau dijahit? Tidak heran kalau banyak ibu hamil yang sampai betul-betul ketakutan lantas enggan melalui persalinan normal dan minta melahirkan dengan operasi caesar saja.
Padahal, persalinan caesar pun tak berarti bebas risiko dan idealnya hanya dipilih bila persalinan secara normal tidak dapat dilakukan karena adanya masalah pada proses kelahiran yang mengancam nyawa ibu dan atau janinnya.
Jadi daripada terus-menerus cemas atau merasa ngeri, lebih baik bila Anda memahami betul apa yang sebetulnya dapat terjadi pada proses persalinan, Moms.
Saat bersalin normal, kontraksi otot rahim akan membuat mulut rahim sedikit demi sedikit mulai membuka. Salah satu otot yang berperan besar di sini adalah perineum, jaringan otot di antara vagina dan anus ibu yang dapat melentur.
ADVERTISEMENT
Begitu lenturnya perineum sehingga ketika dilewati kepala bayi, ia dapat teregang maksimal namun tidak sampai sobek. Jadi, bisa saja Anda melahirkan dengan normal tanpa mengalami robekan.
Namun Anda perlu melatih otot perineum ini agar lentur dan luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya. Bila tidak cukup lentur, jaringan otot ini secara alami dapat robek saat dilewati kepala atau pundak bayi yang meluncur cepat di jalan lahir.
Tingkat kelenturan otot perineum juga yang menyebabkan robekan yang dialami antara satu wanita dengan wanita lain saat bersalin bisa berbeda. Ditambah juga beberapa faktor penentu lain seperti besar kepala bayi hingga posisi tubuh ibu saat mengejan.
Selain robekan alami, adakalanya dokter atau penolong persalinan melakukan suatu tindakan yang disebut episiotomi. Apa maksudnya?
ADVERTISEMENT
Maksudnya, dokter akan melakukan tindakan bedah ringan dengan cara menggunting atau menyayat daerah perineum untuk membuat robekan teratur guna melebarkan jalan lahir agar bayi lebih mudah keluar. Tentu saja sebelumnya dokter akan terlebih dahulu menyuntikkan obat bius pada daerah sekitar vagina Anda, sebelum melakukan episiotomi.
Keputusan untuk melakukan episiotomi umumnya diambil oleh bila kepala janin terlalu besar dan dikhawatirkan dapat mengakibatkan perobekan yang lebar dan tidak teratur bila tidak diberi bantuan. Episiotomi juga mungkin dilakukan bila ada kondisi gawat pada janin sehingga persalinan perlu dipercepat atau pada persalinan prematur dan persalinan di mana letak bayi sungsang.
Setelah bayi lahir, dokter akan menjahit robekan pada perineum karena episotomi ini. Mengingat robekan yang dilakukan dokter bentuknya teratur, jumlah jahitan yang dibutuhkan umumnya tidak banyak sehingga penyembuhannya pun relatif cepat. Biasanya, luka jahitan episotomi dapat sembuh dalam waktu kurang dari 6 minggu.
ADVERTISEMENT
Tidak demikian dengan robekan pada perineum yang terjadi sendiri akibat desakan kepala bayi pada waktu melalui jalan lahir (bukan karena tindakan dokter). Robekan yang lebar dan bentuknya tidak beraturan membutuhkan banyak jahitan sehingga proses penyembuhannya juga membutuhkan waktu lebih lama.
Namun beberapa penelitian kedokteran menunjukkan kalau luka yang ditimbulkan robekan alami justru tidak sesakit seperti rasa sakit ketika episotomi dilakukan. Tidak hanya itu, diketahui juga bahwa ibu yang bebas dari episotomi, ternyata memiliki kemungkinan lebih kecil untuk terkena infeksi dan rasa nyeri vagina pascabersalin.
Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan calon ibu? Diskusikan dengan dokter, bidan atau pembimbing kelas pranatal Anda bagaimana cara mengurangi risiko robekan maupun episotomi. Mereka mungkin akan menyarankan beberapa latihan hingga olahraga yang dapat Anda lakukan untuk mempersiapkan diri, tentunya sesuai dengan kondisi Anda maupun si kecil di dalam kandungan.
ADVERTISEMENT