Masih Kecil Kok Bilang Jatuh Cinta? Tenang, Begini Menghadapinya

18 November 2018 9:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
"Ibu, tahu enggak, aku jatuh cinta sama Adha," begitu ujar Dhanita, seorang anak yang baru berusia 4,5 tahun pada ibunya. Sang ibu, Alisa, jelas kaget. Masak anak TK seperti putrinya sudah bisa jatuh cinta?
ADVERTISEMENT
Citra, seorang ibu dua anak yang berdomisili di Cimanggis, Depok, juga mengalami hal yang kurang lebih sama. Meski anak-anaknya sudah duduk di bangku SD, Maya kaget saat mengetahui Authar, putra sulungnya, mendapat surat hingga pernyataan cinta via Instagram dari Ladya, teman sekelasnya.
Maya pun langsung membanjiri Authar dengan sederet pertanyaan. "Kamu suka juga enggak Bang, sama Ladya? Ibunya Ladya tahu enggak? Abang balas nggak IG-nya?"
Apakah Anda pernah mendengar cerita atau malah mengalami sendiri kejadian serupa, Moms? Memang mengejutkan, ya.
Anak sd bahkan tk bisa saja 'jatuh cinta' pada temannya (Foto: Shutterstock)
Tapi sebelum Anda mengeluhkan betapa berbedanya anak-anak zaman now, ketahuilah bahwa para ahli mengatakan anak-anak biasanya memang mengalami jatuh cinta pertama atau mulai naksir teman di sekolah atau lingkungan main mereka saat berusia 5 atau 6 tahun.
ADVERTISEMENT
Dilansir Parents, Cynthia Langtiw, Psy.D., psikolog dari Chicago, Amerika Serikat, menjelaskan, "Anak-anak balita memfokuskan rasa cinta mereka pada keluarga. Pada orang tua, saudara dan kakek-nenek misalnya. Tapi ketika anak mulai bersekolah, mereka juga merasakan ketertarikan dan kasih sayang pada teman sekelas mereka karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah dan terlibat banyak kegiatan di luar lingkungan keluarga mereka. Ini wajar saja."
Meski begitu, bukan berarti Anda tidak perlu berbuat apa-apa bila anak mengalaminya. Justru Anda harus tahu bagaimana menghadapinya dengan bijak.
Kenali Tanda-Tandanya
Si kecil mungkin saja ingin berbagi berita (tentang ia jatuh cinta) pada Anda. Namun, kata Kristin Lagattuta, Ph.D., psikologi perkembangan di University of California, Amerika Serikat, kebanyakan anak malu untuk mengatakannya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, carilah petunjuk atau tanda-tandanya. Antara lain bila anak mulai sering membicarakan teman lawan jenis di sekolah, mulai tertarik dengan cerita, lagu atau film-film romantis, atau pada anak yang lebih kecil mulai sering bermain pacar-pacaran atau nikah-nikahan misalnya.
Cari Tahu dan Pahami kondisinya
Jangan abaikan atau meremehkan perasaan anak pada temannya (Foto: Shutterstock)
Ada orang tua yang memilih tidak membahas atau menghindari topik ini. Ada juga, yang justru langsung berusaha mengorek dalam-dalam cerita dan segala detil dari anak. Mana yang lebih baik? Sebaiknya, jangan dorong atau paksa anak tetapi mulailah dengan pertanyaan umum dan ikuti arahan anak Anda.
Misalnya, kalau anak bilang dia punya pacar (atau bahkan istri/suami!), tanyakan apa artinya itu baginya. Jawaban anak bisa beragam. Mulai dari, "Dia sahabat terbaikku" atau "Kami menikah waktu jam istirahat kemarin."
ADVERTISEMENT
Kalau anak tidak bercerita apa-apa, dr.Lagtiw menyarankan Anda mencoba lebih dulu mengangkat topik ini. Misalnya dengan bertanya, "Ibu perhatikan kamu belakangan ini lebih sering main dan cerita tentang Sabian. Apa kamu merasa lebih nyaman (atau senang) kalau sama dia, Kak?"
Cobalah untuk tidak tertawa pada apa pun yang anak katakan dan jangan meremehkan perasaannya ya, Moms. Ingat, Anda ingin anak merasa nyaman sehingga mau membuka diri kepada Anda.
Pastikan Apakah Bertepuk Sebelah Tangan
Jangan tertawakan saat anak mengaku jatuh cinta (Foto: Shutterstock)
Misalkan saja putri Anda menyukai seorang anak laki-laki di kelasnya. Setelah Anda mencari tahu apa yang dia alami, tanyakan apakah dia berpikir anak yang disukainya juga merasakan hal yang sama? Bukan Moms, ini bukan untuk merancang rencana pernikahan atau berkenalan dengan calon besan! Ini penting untuk membantu anak mengelola emosinya.
ADVERTISEMENT
Jika menurut anak Anda temannya itu tidak memiliki perasaan yang sama, jelaskan pada anak bahwa ia harus menghormati perasaan temannya. Beri anak pesan seperti, "Ibu tahu kamu suka sama Sabian, tetapi kamu tidak boleh memaksa Sabian untuk menyukai kamu. Karena dia mungkin merasa tidak nyaman dan jadi terganggu. Bukan seperti itu lho, memperlakukan seorang teman."
Begitu juga bila anak Anda disukai oleh temannya tapi dia tidak merasakan hal yang sama. Katakan pada anak bahwa tidak apa-apa kok, kalau kita tidak menyukai orang yang menyukai kita. Tapi ingatkan untuk tetap menghargai perasaan temannya itu, bersikap sopan dan tetaplah berteman.
Tetapkan Batasan
Tetapkan batasan yang jelas pada anak yang mengaku jatuh cinta (Foto: Shutterstock)
Biasanya, kisah cinta anak-anak tidak berkembang lebih jauh dari sekadar bertukar surat atau pesan dan ke kantin bersama. Namun beberapa anak bisa saja mulai ingin berpegangan tangan atau mencium teman yang disukainya.
ADVERTISEMENT
Tenang Moms, para ahli umumnya setuju bahwa perilaku fisik ini tidak ada hubungannya dengan seksualitas pada usia ini.
"Anak-anak baru saja memulai memahami dan memaknai konsep cinta, perasaan fisik, dan koneksi dengan lawan jenis," kata Lisa Spiegel, seorang pengamat pengasuhan di New York, Amerika Serikat.
Meski begitu, akan lebih bijak bila Anda tetap menetapkan batasan yang jelas pada anak. "Anda dapat memberi tahu anak bahwa tidak apa-apa untuk bermain bersama di sekolah, tetapi tidak untuk mencium," kata Dr. Langtiw.
Sembuhkan Perasaan Sakit
patah hati (Foto: photographer/kumparan)
Perasaan anak pada temannya biasanya tidak berlangsung lama dan kebanyakan anak-anak melupakannya dengan cepat. Bisa saja hari ini anak bercerita kalau ia punya pacar di sekolah yang bernama Radha, lalu besoknya dia bilang, "Aku sudah nggak suka sama Radha, sekarang aku pacarnya Bismo!" Lucu ya, Moms!
ADVERTISEMENT
Namun, anak Anda mungkin juga merasa terluka jika teman sekelasnya mengatakan dia tidak ingin menjadi "pacar"-nya lagi. Jangan abaikan rasa sakit yang anak alami ini. "Tanyakan pada anak bagaimana perasaannya," saran Dr. Lagattuta. "Lalu tunjukkan semua kualitas hebatnya dan teman-temannya yang lain."
Ini semua berguna untuk membantu anak menyembuhkan perasaan sakit, belajar bagaimana mengelola emosinya, dan menyadari bahwa apa yang dia alami adalah hal yang normal. Dan sekali lagi, jangan tertawa ya, Moms. Yang lucu bagi Anda, bisa jadi merupakan hal yang serius bagi anak dan membuatnya benar-benar kecewa.