Review Film Joker dari Kacamata Orang Tua dan Psikolog Anak

3 Oktober 2019 19:06 WIB
comment
29
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film Joker diberi rating 17 tahun ke atas bukan tanpa alasan, Moms! Foto: YouTube.com/Warner Bros. Pictures
zoom-in-whitePerbesar
Film Joker diberi rating 17 tahun ke atas bukan tanpa alasan, Moms! Foto: YouTube.com/Warner Bros. Pictures
ADVERTISEMENT
Sejak awal minggu ini, ramai beredar poster peringatan untuk tidak mengajak anak nonton film Joker di beberapa group diskusi dan lini media sosial. Entah siapa yang membuat atau awalnya menyebarkan poster tersebut. Adakah Anda menerimanya juga?
ADVERTISEMENT
Memang, bila mengingat film produksi Warner Bros yang satu ini oleh Lembaga Sensor Film (LSF) sudah diberi label D17+ alias untuk penonton dewasa di atas 17 tahun, peringatan tersebut tidak perlu ada. Tapi nama Joker terlanjur lekat dengan sosok superhero yang jadi idola banyak anak, Batman.
Itulah kenapa, tim kumparanMOM merasa perlu menonton langsung di hari pertama film ini tayang dan membuat ulasannya dari kacamata orang tua. Apa saja catatan kami setelah menyaksikannya?
Bukan Film Superhero
Cuplikan adegan di film 'Joker' Foto: YouTube/Warner Bros. Pictures
Anda tak akan menemukan jagoan berkostum keren, alien jahat dari luar angkasa atau senjata canggih dengan teknologi mutakhir di film yang diperankan oleh Joaquin Phoenix ini.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, 'Joker' adalah film drama thriller yang bercerita tentang seorang pria paruh baya bernama Arthur Fleck yang berupaya menjadi seorang stand up comedian sukses. Namun, kondisi politik, sosial, dan ekonomi kota Gotham yang berantakan terus menjegal langkahnya.
Semua kesulitan dan rintangan inilah yang membuat pandangan hidup Arthur berubah hingga menjadi seorang kriminal.
Semua kata-kata yang dilontarkan sosok Joker dalam film ini rasanya juga tidak bisa dianggap menghibur. Lelucon-lelucon yang ia tampilkan bahkan jadi satu tragedi ironis. Tidak ada yang lucu sama sekali!
Tidak Ada Pesan Positif
Cuplikan adegan di film 'Joker' Foto: YouTube/Warner Bros. Pictures
Joker jelas bukan sosok yang kita harapkan bisa jadi panutan untuk anak. Dia digambarkan memiliki penyakit mental, kerap bergelut dengan pikiran dan perasaannya sendiri, yang lantas mendorongnya melakukan kekerasan dan pembunuhan. Tokoh-tokoh lainnya pun, rasanya tidak ada yang bisa jadi contoh baik untuk si kecil.
ADVERTISEMENT
Adegan pengeroyokan, penggunaan senjata, baku hantam, mayat korban, gambar porno, orang mabuk, merokok, telanjang, masturbasi, kerusuhan, penusukan, perusakan, penembakan hingga pembunuhan yang sangat gamblang, cipratan dan semburan darah, semua ada!
Berdampak untuk Anak
Cuplikan adegan di film 'Joker' Foto: YouTube/Warner Bros. Pictures
"Anak di bawah 13 tahun, masih berpikir konkret dan cara belajar paling baik bagi mereka adalah modelling, meniru. Jadi jelas besar ya, dampaknya kalau diajak nonton," psikolog Alzena Masykouri MPsi, Psi, dari Sentra Tumbuh Kembang Anak, Kancil, Jakarta Selatan, terkait film ini.
Sementara anak di atas 13 tahun, mulai bisa berpikir abstrak, memahami alasan orang lain dan mulai membuat prinsip sendiri. "Baru mulai lho, ya! Artinya masih sangat perlu pendampingan dan diskusi supaya konsep yang terbentuk sesuai dengan value yang dianut keluarga dan norma manusiawi secara umum," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, menurut Alzena, apakah orang tua siap untuk melakukan pendampingan dan diskusi seberat ini?
Poster film 'Joker' Foto: Instagram @toddphillips1
Misalnya berdiskusi tentang bagaimana kekerasan 'dirayakan' dan disajikan sebagai sesuatu hal yang pantas terjadi di film ini. Lalu tentang patutkah kita bersimpati pada 'orang jahat'?
"Apa kita juga siap mengajak anak diskusi soal gimana perasaannya setelah melihat Joker yang biasanya jadi penjahat malah jadi karakter utama? Apa anak tetap menganggapnya jahat? Atau berubah jadi pahlawan di mata anak?" Alzena mencontohkan apa yang perlu orang tua tanyakan pada diri sendiri.
Bukan cuma itu, Alzena menekankan orang tua pun perlu berdiskusi dengan anak tentang bagaimana penyakit mental atau gangguan kejiwaan dihubungkan dengan perilaku kriminal Joker. Atau tentang bagaimana seharusnya kita menanggapi penindasan. "Kalau ada orang yang mengintimidasi, mem-bully, berbuat jahat pada kita, apakah jadi pantas kita sakiti?"
Adegan film 'Joker' Foto: YouTube.com/Warner Bros. Pictures
Mungkin, ada juga anak yang tidak bertanya apa-apa dan tampak 'baik-baik' saja setelah menonton film yang suram seperti Joker ini. Namun kata Alzena, orang tua tidak boleh mengabaikannya.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena otak anak telah terpapar sesuatu yang tidak semestinya ia saksikan dan dengar. Dampaknya, anak bisa menjadi stres, tertekan, lantas menjadi sinis, hingga berpikir dan berperilaku negatif.
"Jadi kejam atau jahat pun bisa. Karena dia merasa hidup kok, sulit amat. Kok, keras sekali? Padahal itu karena dia pakai kacamata gelap. Coba kita sebagai orang tua, beri anak kacamata lensa terang. Begitu perumpamaannya," Alzena menambahkan.
Satu lagi yang perlu Anda tahu, Moms: tidak ada sosok Batman di film Joker ini! Jadi lebih baik, patuhi saja batasan usia yang sudah ditetapkan LSF. Kecuali bila Anda merasa siap mendampingi dan berdiskusi dengan anak saat selesai menontonnya seperti yang telah dijelaskan oleh psikolog anak di atas tadi.
ADVERTISEMENT