Riset: Ibu dengan Depresi Postpartum Lebih Berisiko Kena Penyakit Jantung

20 Juni 2024 14:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Studi: Risiko Ganda Penyakit Jantung pada Ibu dengan Postpartum Depression. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Studi: Risiko Ganda Penyakit Jantung pada Ibu dengan Postpartum Depression. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ibu baru rentan mengalami masalah kesehatan mental, misalnya baby blues setelah persalinan, yang tanda-tandanya meliputi perubahan suasana hati, kecemasan, hingga kesulitan tidur. Lebih dari itu, beberapa dari ibu baru bahkan bisa mengalami bentuk depresi yang lebih parah dan bertahan lama pascapersalinan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan postpartum depression (depresi postpartum).
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan baby blues yang muncul hingga dua minggu setelah melahirkan, depresi postpartum bisa berlangsung hingga berbulan-bulan lamanya. Umumnya, permasalahan psikis dan perubahan kondisi fisik menjadi penyebab depresi postpartum terjadi.
Gejala depresi postpartum antara lain:
Meski begitu, ibu yang sampai didiagnosis mengalami depresi pascapersalinan ternyata memiliki risiko dua kali lipat terkena masalah jantung dan stroke di kemudian hari. Apa maksudnya?

Penjelasan Studi soal Risiko Naik Dua Kali Lipat Bagi Ibu yang Alami Depresi Pascapersalinan

Ya Moms, dikutip dari Daily Mail, ibu yang didiagnosis mengalami depresi, —tepatnya depresi perinatal yang meliputi selama kehamilan hingga pascamelahirkan—, kemungkinan berisiko lebih tinggi terkena masalah jantung, tekanan darah tinggi, hingga gagal jantung sampai 20 tahun setelahnya.
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Swedia mengungkapkan hubungan antara depresi seusai melahirkan dan risiko jangka panjang penyakit kardiovaskular, yang ternyata sebagian besar tidak diketahui oleh para ibu.
Ini diungkap setelah mereka melakukan pemantauan selama lebih dari satu dekade terakhir. Hasil penelitian itu dipublikasikan di European Heart Journal yang meneliti data hampir 56 ribu wanita yang didiagnosis mengalami depresi perinatal antara tahun 20001 dan 2014. Pun peneliti juga sekaligus membandingkan hampir 546 ribu ibu yang memiliki bayi dalam periode yang sama, namun tidak didiagnosis mengalami depresi. Rata-rata, pemantauannya berlangsung selama 10 tahun, dan beberapa di antaranya bahkan hingga 20 tahun setelah didiagnosis.
Ilustrasi ayah sedih, depresi. Foto: metamorworks/Shutterstock
Hasilnya, sekitar 6,4 persen ibu dengan depresi perinatal didiagnosis mengalami penyakit kardiovaskular, dibandingkan dengan para ibu yang tidak didiagnosis mengalami depresi di mana angkanya ‘hanya’ 3,7 persen.
ADVERTISEMENT
Para peneliti juga menemukan bahwa ibu-ibu yang didiagnosis mengalami depresi perinatal memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 36 persen selama masa tindak lanjut. Sementara para mereka yang sudah mengalami depresi sebelum melahirkan, peningkatan risikonya sebesar 29 persen.
“Sementara mereka yang didiagnosis menderita depresi pascapersalinan memiliki peluang 42 persen lebih tinggi terkena penyakit jantung. Sedangkan hasil yang ‘paling terlihat’ terjadi pada wanita yang tidak mengalami depresi sebelum hamil,” ungkap penulis penelitian itu.
Dan yang menarik perhatian adalah peningkatan pada para ibu ibu termasuk penyakit jantung iskemik, gagal jantung, hingga tekanan darah tinggi.
Maka dari itu, Dr Emma Brann dari Karolinska Institutet, Stokholm, berharap temuan ini dapat membantu megidentifikasi orang-orang yang berisiko lebih tinggi mengalami masalah jantung.
ADVERTISEMENT
“Kita tahu bahwa depresi perinatal dapat dicegah dan diobati. Dan bagi banyak orang, ini adalah episode depresi pertama yang pernah mereka alami. Dan temuan kamu memberi lebih banyak alasan untuk memastikan perawatan ibu bersifat holistik, dengan perhatian penuh terhadap kesehatan fisik dan mental,” ujar Brann.
“Masih belum diketahui pasti bagaimana dan melalui apa depresi ini menyebabkan penyakit kardiovaskular. Kita perlu melakukan lebih banyak penelitian untuk memahami dan mencari cara terbaik untuk mencegahnya,” lanjut dia.
Tak sampai di situ, peneliti juga menganalisis data saudara perempuan yang dimiliki ibu. Dan ditemukan bahwa peningkatan risiko penyakit kardiovaskular tetap terjadi pada saudara perempuan yang mengalami depresi perinatal, dibandingkan saudara perempuan yang tidak mengalaminya. Serta, wanita dengan depresi memiliki risiko 20 persen lebih tinggi terkena penyakit jantung dibandingkan saudara perempuan mereka yang lain.
ADVERTISEMENT
“Perbedaan risiko yang sedikit lebih rendah di antara saudara perempuan lainnya menunjukkan bahwa kemungkinan ada faktor genetik yang ikut terlibat Mungkin juga banyak faktor lain, seperti genetik maupun keluarga yang ikut terlibat,” tutur Dr. Brann.
“Mungkin juga ada faktor faktor lain yang terlibat, seperti halnya hubungan antara bentuk depresi dan penyakit kardiovaskular. Ini terjadi perubahan pada sistem kekebalan tubuh, stres, hingga perubahan gaya hidup yang menyebabkan depresi lebih berat,” tutup dia.