100 Tokoh Demokrasi Desak Jokowi Usut Aktor Intelektual Pembunuhan Munir

6 September 2021 20:14 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto Munir dipajang pada aksi Kamisan ke-588 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto Munir dipajang pada aksi Kamisan ke-588 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 100 tokoh dan perwakilan organisasi demokrasi menyampaikan pernyataan bersama mengenang kematian aktivis HAM Munir Said Thalib atau Munir, yang genap 17 tahun pada 7 September 2021 mendatang.
ADVERTISEMENT
Dalam siaran pers yang diterima kumparan, Senin (6/9), mereka menilai kasus kematian Munir adalah pembunuhan politik (political asassination).
"Kuat dugaan, kasus ini berhubungan dengan situasi demokrasi saat peristiwa, yakni putaran akhir pemilihan langsung presiden yang berlangsung kurang dari dua pekan sesudahnya, yaitu 20 September 2004," kata mereka.
Mereka mengatakan, partisipasi Munir dalam pemilihan presiden putaran pertama pada Juli 2004 bisa menjadi faktor penting dalam mengungkap motif dan faktor yang memicu peristiwa, termasuk efek yang diinginkan aktor intelektual pembunuh Munir dalam arena politik demokrasi elektoral ketika itu.
Lalu, logika pembunuhan politik berbeda dengan kekerasan politik biasa. Karakteristik sang korban di sebuah pembunuhan politik sangat mungkin menjadi tujuan dari pembunuhan. Dalam berbagai pengalaman negara lain, pembunuhan politik kerap menimpa orang-orang yang dinilai berseberangan dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Munir jelas kritis pada institusi keamanan seperti militer dan intelijen, sebuah badan di mana telah ada keterlibatan beberapa orang dari agen rahasia tersebut," jelasnya.
Munir juga vokal menyuarakan pertanggungjawaban negara untuk mengadili elite-elite tertentu yang berlatar belakang militer atas sebuah pelanggaran HAM.
Munir Said Thalib Foto: Wikipedia
Mereka juga menilai bahwa kasus Munir harus dapat dijadikan peringatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Pertama, betapa kotornya perpolitikan Indonesia saat berlangsung persaingan dalam pemilihan langsung presiden yang pertama dalam perjalanan sejarah Indonesia. Kedua, betapa minimnya jaminan keamanan maupun perlindungan hukum bagi pejuang demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan sosial," ungkapnya.

Desak Jokowi Usut Aktor Intelektual di Balik Kematian Munir

Karena itu, mereka mendesak Presiden Jokowi untuk berani mengusut aktor intelektual di balik kasus Munir Said Thalib. Pengusutan aktor intelektual sangat penting untuk menunjukkan komitmen Presiden atas demokrasi. Ketidakmauan politik untuk membuktikan komitmen itu adalah cermin mengakarnya sifat otoritarianisme dalam negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Menurut kami, negara bertanggung jawab untuk melakukan penyelesaian secara terbuka. Kasus yang merenggut nyawa Munir saat hendak mengejar pascasarjana di Utrecht University ini masih meninggalkan banyak pertanyaan. Kasus ini bukan hanya belum tuntas, tetapi kerap dipolitisasi dan menjadi bahan komoditas politik menjelang momen pemilihan umum," ungkapnya.
Misalnya, kasus ini tidak hanya menjadi janji kampanye bagi calon Presiden, tetapi menjadi 'bom waktu' bagi rival politik atau oposisi untuk menyerang pesaingnya atau pemerintah lewat isu HAM.
Sejumlah aktivis menggunakan topeng wajah Munir saat Aksi Kamisan sebagai peringatan 14 tahun kematian Munir, Kamis (06/09/2018). Foto: Faisal Rahman/kumparan
"Selain itu, ada beberapa alasan lain mengapa penyelesaian kasus Munir menjadi sangat penting bagi demokrasi. Pertama, agar terjadi perubahan wajah baru penegakan HAM. Kedua, perbaikan citra bagi wajah politik dan hukum di Indonesia," ucap mereka.
Suatu negara demokrasi tidak mungkin lahir jika penegakan hukum, HAM, dan keadilan masih bisa terus diintervensi dan digembosi.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, sekali lagi, kami sejumlah organisasi dan tokoh demokrasi Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus Munir terutama dengan menuntut aktor intelektual di balik kematiannya untuk diadili di meja hijau. Selain mengubah wajah penegakan HAM di Indonesia, termasuk mencegah keberulangannya, penuntasan kasus ini akan memperbaiki citra demokrasi Indonesia yang semakin diregresi," tuturnya.
Penyelesaian yang segera dan tuntas akan melahirkan suatu jaminan bahwa pembunuhan politik seperti ini tidak akan terulang pada pemilihan umum di masa depan. Penyelesaian kasus Munir akan menjadi tonggak upaya menanamkan prinsip perlindungan terhadap perbedaan pendapat dan penegakan hak politik semua warga negara.
Pengungkapan kasus Munir juga akan menegaskan dihentikannya praktik-praktik kuno dan tidak beradab berwujud penggunaan kekerasan dalam politik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berikut 100 tokoh demokrasi dan 15 organisasi yang mendukung pernyataan tersebut;
1. Tamrin Amal Tomagola
2. Feri Amsari/ Themis Indonesia
3. Anita Wahid/ Public Virtue Research Institute
4. Asfinawati/ YLBHI
5. Fatia Maulidyanti/ KontraS
6. Haris Azhar
7. Khoirunnisa/ Perludem
8. Usman Hamid/ Amnesty Indonesia
9. Anis Hidayah/Migrant Care
10. John Muhammad/ Partai Hijau Indonesia
11. Diah Suradiredja
12. Def Tri H/ AMAN Bengkulu
13. Darmawan Litswanto
14. Bekti Wibowo/ Tigamartil Menggugat
15. Dika Muhammad/ SPRI
16. Miya Irawati/ Public Virtue Research Institute
17. Destika Gilang Lestari/ GeRAK Aceh
18. Andesha Hermintomo
19. A. Faruuq/ BEM Nusantara Jawa Timur
20. Asnil Bambani/ Jurnalis
21. Bivitri Susanti / STHI Jentera
22. Mochamad Iqbal/ Pkpl
ADVERTISEMENT
23. Khamid Istakhori/ STHI Jentera & SERBUK Indonesia
24. Nurita Anandia W/ Cahaya Dari Timur Foundation
25. Nikko Bayuaji
26. Jumisih/ Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia &
Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia
27. Valerie Melissa Kowara
28. Ari Trismana
29. Wenny Mustikasari
30. Roland Gunawan/ Public Virtue & LBM PWNU DKI
Jakarta
31. Dian Tri Irawaty
32. Bagas Dwipantara Putra/ ITB
33. Nama Askhalani/ GeRAK Aceh
34. Fitri Bintang Timur
35. Djoko Supriyanto/ Social Movement Institute
36. Ivan Kurniawan Nasution
37. Ilham B Saenong
38. Ade Kusumaningrum
39. Raafi Nurkarim Ardikoesoema
40. Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) FH UGM
41. Moh Hikari Ersada/ Public Virtue Research Institute
42. Ramadhanti Firmaningsih
43. Suharto/ SIGAB Indonesia
ADVERTISEMENT
44. Nurina Savitri/ Amnesty Indonesia
45. Muhammad Haikal/ Public Virtue Research Institute
46. Mukti Tama Pridiantara/ Public Virtue Research Institute
47. Awin Sutan Mudo/ Akademia Virtual Media
48. Yerry Niko Borang
49. Dédé Oetomo
50. Ari Wijayanto/ Public Virtue Research Institute
51. Eko Prasetyo/ Social Movement Institute
52. Ajeng Kesuma
53. Palti H Panjaitan
54. Zubaidah Djohar/ Timang Research Center Banda Aceh
55. Arifsyah Nasution
56. Yansen Dinata/ Public Virtue Research Institute
57. Gufroni/ LBH PP Muhammadiyah
58. Zainal Arifin Mochtar/ FH UGM
59. Yusril Asadudin Mukav/ Mahasiswa FH UII
60. Klinik Advokasi Hak Asasi Manusia/ KAHAM UII
61. Debbie Prabawati/ Peneliti
62. Prayogo/ Pegawai swasta/ Mahasiswa
63. Na’am Seknun/ YPPM Maluku
ADVERTISEMENT
64. Nabil Fiady Sitompul/ Mahasiswa di DPP UGM
65. Abdulgani Fabanjo
66. Himpunan Mahasiswa Manajemen dan Kebijakan Publik
FISIPOL UGM
67. Anissa Antania Hanjani/ Public Virtue Research Institute
68. Widyana Perdhani
69. Alves Fonataba/ PapuaItuKita
70.Leonard Simanjuntak/ Greenpeace Indonesia
71. Wahyu Dhyatmika/ Tempo
72. Rakha Hifzan Priwansyah/ HI Undip
73. Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM
74. Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM
75. Dadang Trisasongko
76. Theofilius Baratova/ KMS (Keluarga Mahasiswa Sosiologi)
FISIPOL UGM
77. Mario Aden Bayu Valendo/ Mahasiswa di HI UGM
78. Agus Jabo Priyono/Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil
Makmur (PRIMA)
79. Binbin Firman Tresnadi/Ketua Mahkamah Partai Rakyat
Adil Makmur (PRIMA)
80. Farhan Abdillah Dalimunthe/ Juru Bicara DPP Partai Rakyat
ADVERTISEMENT
Adil Makmur (PRIMA)
81. Mesak Habari/ PRIMA
82. Andi Isyraqi Ramadhan/ Mahasiswa di HI UGM
83. Aditia Gunadarma
84. Lukman Hakim, Ketum FNPBI / Waketum DPP PRIMA
85. Dewan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fisipol UGM
86. Lembaga Instruments
87. Ibnu Syamsu / Themis Indonesia Law Firm
88. Nur Amalia/ Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat
Nusantara (PPMAN-AMAN)
89. Roy Murtadho/ Presidium Nasional Partai Hijau Indonesia
90. Ahmad Rozali
91. Dodi Rokhdian/Sokola Institute
92. Novita/ Alumni STHI Jentera - FAKTA Indonesia
93. Danang Widoyoko/ Sekjen Transparency International
Indonesia
94. Iola Abas
95. Safina Maulida/ Asia Democracy Network
96. Michael Lim/ DEMA Fisipol UGM
97. Busyro Muqoddas/ Ketua Majelis Hukum dan HAM PP
Muhammadiyah
98. Muhammad Fajar Sodik / Mahasiswa FH Undip
ADVERTISEMENT
99. Deddy Prihambudy/mantan Direktur LBH Surabaya/rekan
kerja Munir.
100. Nandito Putra/ LPM Suara Kampus
101. Muhammad Ridwan
102. Saeful Bahri
103. Sayyidatul Insiyah/ Peneliti SETARA Institute
104. Ayu Apriliyanti Cahyaningrum/ Mahasiswi Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
105. Ari Pramuditya/ Amnesty Indonesia
106. Usep Hasan Sadikin/Perludem & Mahasiswa STH
Indonesia Jentera
107. Andini Dzakiyah/ Mahasiswi
108. Fajri Siregar
109. Naysilla/ Social Movement Institute
110. William Putra Daniel/Themis Indonesia
111. Al Araf/ Imparsial/Centra Initiative
112. Cholil Mahmud/Efek Rumah Kaca
113. Dian Septi T.- Ketua Umum FSBPI/Federasi Serikat Buruh
Persatuan Indonesia
114. Ilhamsyah - Ketua Umum KPBI/Konfederasi Persatuan
Buruh Indonesia
115. Diah Kusumaningrum - HI/FISIPOL UG