Ada Oknum PNS dan BUMN yang Suplai Dana untuk Kegiatan Terorisme

19 Mei 2018 10:45 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Polemik di Warung Daun, Cikini. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Polemik di Warung Daun, Cikini. (Foto: Adhim Mugni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dalam sudut pandang terorisme, ada empat lapisan masyarakat yang masuk ke dalam kategori jaringan teroris. Dari lapisan tersebut ada kategori suporter, yang memberikan dukungan berupa suplai dana.
ADVERTISEMENT
Secara mengejutkan, para penyumbang dana terorisme ini berasal dari bagian pemerintahan. Diketahui sejumlah oknum eselon di pegawai BUMN atau PNS, pernah menyumbangkan dana mereka untuk kepentingan terorisme.
"Yang termasuk suporter itu adalah eselon-eselon pegawai BUMN, yang mentransfer kepada mereka untuk mendukung aksi terorisme," kata Halili, Direktur Riset Setara Institute, dalam diskusi polemik MNCTrijaya dengan tema 'Never Ending Terorist' di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5).
Namun suporter tak akan bisa jalan tanpa lapisan pertama, yakni ideolog. Menurut Halili, ideolog merupakan orang yang memberikan, mengajarkan, hingga menyebarkan paham radikal untuk melakukan aksi terorisme.
"Para ideolog, rekrutan dan lainnya, itulah pelapis utama yang jumlahnya tidak banyak," imbuhnya.
Sementara di bawah level ideolog dan suporter, ada level simpatisan, yakni tipe orang yang mendukung penuh ideologi serta sokongan dana untuk melakukan aksi terorisme. Kebanyakan level simpatisan merupakan yang paling banyak beraksi menebar teror.
ADVERTISEMENT
"Di level simpatisan ketika parpol dan politisi tidak mengekpresikan (penolakan atas) kutukan aksi teror yang biadab itu, dapat dibaca oleh kelompok teror ini (simpatisan-red) sebagai dukungan bagi mereka," jelasnya.
Dan di level paling bawah adalah respons publik. Meski banyak yang mengutuk aksi terorisme, namun ada sebagian pihak yang menganggap aksi teror hingga bom bunuh diri yang terjadi belakangan ini sebagai bentuk rekayasa. Halili mengatakan, respons publik yang demikian dianggap oleh tiga ketegori di atas sebagai dukungan untuk terus menebar keresahan di masyarakat.
"Ini catatan serius untuk konsolidasi demokrasi kita," ucapnya.
Secara umum dia menyoroti tidak solidnya kalangan elite dalam konsolidasi demokrasi, khususnya untuk menciptakan keamanan di Indonesia. Ia juga menyatakan bahwa bibit pertama terorisme adalah intoleransi.
ADVERTISEMENT
"Kita harus memberikan (perhatian) pada isu intoleransi sebagai hulu dari terjadinya aksi terorisme," pungkasnya.