Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Agustinus Wibowo: Orang Jawa Suriname Salat Menghadap Barat dan Timur
14 Juni 2017 17:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Program Residensi Penulis 2016 yang diikuti oleh Agustinus Wibowo memberi pengalaman mengesankan tersendiri baginya. Salah satunya, ia menemukan bahwa di Suriname ada kelompok orang Jawa yang salat menghadap barat, tapi ada pula yang menghadap timur.
ADVERTISEMENT
Agus, sapaan akrab Agustinus Wibowo, menunturkan kisahnya melakukan riset selama empat bulan di Belanda dan Suriname secara khusus kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (13/6).
Berkat Program Residensi Penulis, Agus mendapat dana dari pemerintah Indonesia untuk melakukan riset di luar negeri dalam upaya penyusunan buku terbarunya. “Dari segi biaya saya sangat terbantu. Mungkin kalau dari biaya sendiri saya perlu bertahun-tahun untuk mengumpulkannya,” ujarnya.
[Baca juga: Penulis Indonesia ke Luar Negeri, Apa Untungnya? ]
“Dengan surat-surat resmi dari pemerintah, itu juga sangat membantu saya untuk membuka jaringan dengan peneliti dan narasumber di sana,” tutur Agus menambahkan.
Agus melakukan riset di Belanda dan Suriname sejak awal November 2016 hingga akhir Februari 2017 lalu. Awalnya Agus hanya ingin melakukan riset ke Belanda, tapi dengan kondisi lapangan yang ia temukan, ia merasa perlu untuk juga melakukan riset di Suriname.
ADVERTISEMENT
“Saya bersyukur sekali dengan fleksibilitas program residensi ini,” tuturnya.
[Baca juga: Cerita Diaspora: Orang Indonesia di Perantauan ]
Sebelum mengikuti program residensi itu, Agus telah memulai proyek membuat suatu tulisan tentang perbatasan Indonesia. “Jadi sebelum saya mengerjakan project ini saya sudah jalan keliling Indonesia. Saya pergi ke Papua, perbatasan Papua-Papua Nugini, Aceh, hingga Toraja dan banyak sekali isu-isu tentang sejarah kita, isu tentang malasah border kita yang saya nggak temukan jawabannya di lapangan,” kisahnya.
Penulis tiga buku berjalanan berjudul Selimut Debu, Garis Batas dan Titik Nol itu menyatakan, “Saya mesti baca banyak sekali referensi dan dari sejarah yang saya baca, kebanyakan materinya ada di Belanda.”
Untuk itulah Agus merasa perlu melakukan riset ke Belanda dan pengumuman program residensi pada 2016 lalu membuatnya tertarik untuk mendaftarkan diri. “Saya daftar dan tidak lebih dari sepuluh hari sudah dikabari,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di Belanda, tepatnya di kota Leiden, Agus banyak membaca dokumen-dokumen di Perpustakaan Leiden. “Saya banyak berinteraksi dengan scholars dan para profesor di sana yang meriset tentang Papua, soal Aceh, soal Toraja, dan yang paling besar pengaruhnya buat saya adalah tentang Maluku,” ujarnya.
Agus mengaku dirinya belum pernah sama sekali mendengar tentang isu Maluku. “Jika di Indonesia isu Maluku tidak terdengar sama sekali, tapi di Belanda justru paling ramai,” ungkapnya.
Di Belanda akhirnya Agus mewawancari diaspora Indonesia yang ada di Belanda, terutama yang berasal dari Maluku. “Selama di Belanda, lebih dari sebulan saya fokus soal Maluku” ujarnya.
[Baca juga: Orang Maluku di Belanda: Mempertanyakan Nasionalisme ]
Tak hanya meriset dan mewancarai diaspora Maluku di Belanda, Agus pun akhirnya bertolak ke Suriname untuk meriset dan mewawancarai diaspora Jawa yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
Di sanalah Agus menemukan fakta untuk bawah ada orang-orang muslim Suriname yang salat menghadap barat. Padahal, Kakbah yang merupakan arah tujuan umat muslim untuk salat ada di kota Mekkah, Arab Saudi, yang notabene berada di timur Suriname, bukan barat.
Rupaya kelompok muslim Suriname yang salat mengahadap barat itu masih membawa adat dari Jawa. Orang-orang muslim di Pulau Jawa wajar salat menghadap barat karena Kakbah memang ada di barat Pulau Jawa, Indonesia.
“Di Suriname saya pergi ke masing-masing kelompok, Islam yang hadap timur dan Islam yang hadap barat. Itu tuh ada golongan-golongannya lagi. Masing-masing kelompok alirannya yang beda-beda. Kemudian agama Kejawen di sana pun ada banyak sekali golongannya,” terang Agus.
ADVERTISEMENT