Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Diaspora: Orang Indonesia di Perantauan
14 Juni 2017 7:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Bulan depan, 1-4 Juli, Kongres Diaspora Indonesia yang keempat akan digelar di Jakarta. Mengambil tema “Bersinergi membangun negeri” kongres ini cukup istimewa karena akan dihadiri oleh mantan presiden AS Barack Obama yang pernah 4 tahun tinggal di Jakarta semasa SD.
ADVERTISEMENT
Diaspora menjadi istilah yang digunakan untuk menunjukkan sebaran orang dari negara tertentu yang merantau hingga menetap di luar negeri.
Setidaknya, sekitar 7-8 juta warga atau keturunan Indonesia tinggal tersebar di berbagai negara mulai Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Suriname, hingga Madagaskar.
Jumlah tersebut terbilang sedikit dibanding diaspora China yang mencapai angka 50 juta jiwa pada 2012. Tak heran jika hampir selalu ada Chinatown di berbagai negara --yang di Indonesia dikenal dengan sebutan “Pecinan”. Mulai Pecinan di Glodok, Jakarta Barat, sampai Chinatown di Manhattan, New York.
Dalam sejarahnya, China, salah satu negeri dengan kebudayaan tertua di dunia, memang mengirimkan warganya untuk berdagang dan mengeksplorasi kawasan jalur sutra dan Laut China Selatan. Gelombang migrasi China kemudian meningkat ketika perang sipil berkecamuk periode 1911-1949.
ADVERTISEMENT
Sementara sebaran orang Indonesia di masa lampau terjadi karena banyak hal, seperti pengiriman pekerja, perdagangan, hingga adat merantau yang dimiliki beberapa suku.
Persebaran warga Indonesia paling banyak terdapat di lima negara, yakni Malaysia, Belanda, Australia, Suriname, dan Kaledonia. Dari tiap negara, muncul cerita-cerita berbeda.
Pada abad ke-17 hingga 18, banyak suku Bugis, Minangkabau, dan Jawa yang hijrah ke area di Semenanjung Malaya. Alasannya, mendapat kontrak kerja di masa pemerintahan Inggris hingga untuk melawan kolonialisme Belanda.
ADVERTISEMENT
[Baca juga: Orang Maluku di Belanda: Mempertanyakan Nasionalisme ]
Suku Minangkabau yang hijrah ke Malaysia diceritakan membangun Negeri Sembilan di sana, sedangkan Suku Bugis melahirkan banyak raja yang lalu menjadi penguasa Malaysia.
Selanjutnya di Suriname dan Kaledonia, sudah terkenal bagaimana keturunan Jawa di sana masih menjaga adat dan budayanya. Migrasi orang Jawa ke Suriname diperkirakan terjadi pada 1890-1939. Setidaknya sebanyak 32.956 warga Jawa dikirim ke Suriname pada masa penjajahan Belanda untuk menjadi pekerja perkebunan di sana.
Tapi kini, keturunan Jawa di Suriname bahkan ada yang sudah pernah mencalonkan diri sebagai presiden.
Tak jauh berbeda dengan Suriname, kedatangan orang Indonesia di Kaledonia pun diawali pada masa kolonialisme Belanda. Tahun 1896 menjadi gelombang pertama dikirimnya 170 orang asal Jawa ke Kaledonia. Pengiriman tenaga kerja itu terjadi dalam tiga gelombang hingga 1970.
ADVERTISEMENT
Sekarang sekitar 7.000 keturunan Indonesia menjadi salah satu kelompok berpengaruh di negara kecil tersebut.
Diaspora kini bukan hanya karena soal pengiriman tenaga kerja, tapi juga keniscayaan dari arus globalisasi. Bukan hanya menyebar sebagai TKI, pun melalui jalur-jalur pendidikan hingga karier yang mumpuni yang dimiliki para diaspora Indonesia.
Satu hal yang pasti, di manapun mereka berada, meski sudah tak lagi berkewarganegaraan Indonesia, namun tanah air Indonesia memiliki tempat tersendiri di hati.