Akan Bicara di ICJ, Menlu Retno Diharapkan Bisa Menginspirasi seperti Bung Karno

16 Januari 2024 17:10 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan paparannya saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1/2024).  Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan paparannya saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1/2024). Foto: M Agung Rajasa/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, akan memberikan pernyataan lisan berupa legal opinion soal pelanggaran hukum internasional oleh Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
ADVERTISEMENT
Mewakili Indonesia, Retno bakal menyampaikan pernyataan lisan ini di hadapan Mahkamah Internasional (International Criminal Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, pada 19 Februari.
Dalam kurun waktu 30 menit — durasi yang diberikan kepada setiap perwakilan negara PBB menyampaikan legal opinion-nya di hadapan ICJ, Retno diharapkan mampu memberikan pidato 'menggelegar' dan menginspirasi dunia seperti yang dilakukan Presiden Soekarno dulu.
Lukisan karya Otto Djaya tentang Pidato Soekarno di Lapangan Ikeda, koleksi Museum Senirupa dan Keramik di lobi Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Agustus 2023. Foto: Dok. Lynda Ibrahim
Menilik sejarah, Ir. Soekarno telah menginspirasi negara-negara yang dijajah untuk bangkit melalui pidato bersejarahnya yang kini dikenal luas bernama 'Indonesia Menggugat'. Pidato yang dibacakan Soekarno dalam persidangan di Landraad, Bandung, pada 1930 ini berisi pledoi (pembelaan) ketika ia dituduh hendak menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.
Mengacu pada sejarah tersebut, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, berpendapat Retno diharapkan bisa mencontoh tindakan Bung Karno dan tidak sekadar memberikan pidato 'datar-datar' saja.
ADVERTISEMENT
"Dalam pandangan saya, karena Ibu Menlu dapat waktu 30 menit — jadi dalam pandangan saya, Ibu Menlu harus menyampaikan sesuatu yang menggelegar," tutur Hikmahanto saat ditemui di Kementerian Luar Negeri RI, pada Selasa (16/1).
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juhana dalam program DipTalk kumparan. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Adapun Indonesia sebelumnya telah memberikan pernyataan tertulis (written statement) berisi pandangan soal genosida dan pelanggaran hukum internasional oleh Israel kepada ICJ pada Juli 2023.
Menurut Hikmahanto, dalam kesempatan penyampaian oral statement nanti, Indonesia diharapkan membuat retorika berisi perspektif dari sisi sesama negara yang pernah dijajah dan membuat dunia berpikir ketika mendengarnya.
"Saya harap enggak usah mengulang lagi apa yang sudah dalam bentuk written submission, tetapi harus dalam bentuk narasinya, ceritanya, dan itu yang jangan datar-datar," jelas Hikmahanto.
ADVERTISEMENT
"Jangan datar-datar itu yang kemudian kalau bisa ada retorika-retorika yang mempertanyakan dan melihat dari perspektif negara-negara berkembang, negara-negara yang pernah dijajah oleh negara-negara Barat. Dan kemudian juga melihat bahwa PBB ini sangat dikuasai oleh negara-negara Barat tidak mencerminkan warna dari negara-negara kebanyakan," tambahnya.
Sidang gugatan Afrika Selatan terhadap Israel atas tuduhan genosida di Jalur Gaza yang digelar di Mahkamah Internasional (ICJ), Den Haag, Belanda, Kamis (11/1/2024). Foto: Thilo Schmuelgen/REUTERS
Dalam kesempatan berbicara di ICJ nanti, sambung Hikmahanto, Indonesia bisa menyampaikan retorika-retorika yang membuat warga dunia — khususnya Barat, yang gencar mempromosikan demokrasi, dibuat berpikir ulang.
Contohnya seperti apakah sebenarnya Israel punya hak menduduki tanah Palestina, bagaimana hak tanah milik warga Palestina lalu bisa diserahkan ke Israel, bagaimana pengambilan keputusan di Dewan Keamanan PBB ternyata tidak berbanding lurus dengan demokrasi, dan kefrustrasian warga dunia atas konflik Israel-Palestina yang tak kunjung usai selama puluhan tahun.
ADVERTISEMENT
"Harusnya kita bisa mengatakan bahwa bukankah negara-negara Barat yang sangat mengagungkan demokrasi harusnya melihat bahwa Majelis Umum PBB itu merupakan representasi dari negara-negara? Dan di situ pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis — tidak seperti di Dewan Keamanan PBB yang ada hak vetonya," jelas Hikmahanto.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menunjukkan peta Palestina saat pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat, Selasa (11/2). Foto: REUTERS / Shannon Stapleton
"Jadi isu kayak begini ini bisa dimunculkan. Belum lagi kalau kita bicara terkait dengan kefrustrasian dunia terhadap masalah ini karena kita sudah coba ke Dewan Keamanan PBB, ke Majelis Umum PBB bahkan beberapa mungkin juga ke Mahkamah Internasional, tapi enggak selesai-selesai juga," papar dia.
Hikmahanto memang memandang advisory opinion yang diminta ICJ tidak sepenuhnya efektif dan tak memiliki kekuatan mengikat untuk mampu menghentikan agresi Israel. Meski begitu, ia berharap melalui pidato 'menggelegar' dari Indonesia — setidaknya bisa membuat dunia terinspirasi, seperti apa yang telah diwariskan Soekarno.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu semua, kata Hikmahanto, Indonesia memiliki satu hal yang bisa dicapai melalui partisipasinya dalam ICJ: memberikan pidato yang menggelegar hingga harapannya bisa menjadi inspirasi.
"Indonesia Menggugat yang disampaikan oleh Bung Karno, itu yang membuat menginspirasi banyak orang, akhirnya kita bisa merdeka. Inspirasi itu yang penting," tegasnya.
"Jadi jangan cerita tentang, oh nanti putusannya Bung Karno salah, Bung Karno masuk penjara, diasingkan, dan lain sebagainya. Tetapi dari situ, dari kata-kata Indonesia menggugat, itu akhirnya Indonesia bisa merdeka," tutup Hikmahanto.