Alasan Anies Kembali Tarik Rem Darurat dan Terapkan PSBB Ketat di Jakarta

10 Januari 2021 7:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/11). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (17/11). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menarik rem darurat, yang berarti melakukan PSBB dengan pengetatan pada 11-25 Januari 2021. Ia mengambil kebijakan ini agar sejalan dengan arahan pemerintah pusat. Lebih lanjut ia merasa, penanganan pandemi memang harus berjalan secara sinergi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada beberapa alasan lainnya mengapa Anies kembali menarik rem darurat. Berikut rangkumannya :
Anies Ungkap Data, Kasus Corona di Jakarta Selalu Melonjak Usai Libur Panjang
Anies memaparkan beberapa bukti, bagaimana kasus corona selalu melonjak usai libur panjang. Pertama, lonjakan sempat terjadi pada bulan Agustus 2020. Pada bulan tersebut ada libur panjang yakni pada tanggal 15-17 Agustus dan 20-23 Agustus.
"Dua minggu setelah libur panjang, penambahan kasus harian dan penambahan kasus aktif melonjak dengan amat cepat. Di bulan September dalam 11 hari pertama, 30 Agustus-11 September, kasus aktif melonjak sebanyak 49 persen, dari 7.960 kasus menjadi 11.824 kasus," ungkap Anies.
"Bahkan kematian loncat 17 persen," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Anies pun menarik rem darurat pada 9-14 September, dan kasus sempat melandai.
Yang kedua, pada libur panjang 28 Oktober hingga 2 November. Kasus kembali melonjak.
"Dua minggu kemudian terjadilah lonjakan. Yang muncul, kita mulai menyaksikan adanya penambahan kasus yang amat signifikan. Jadi setelah libur 28 Oktober-2 November, 10-14 hari kemudian melonjak," ungkap Anies.
Kasus unjuk rasa yang sempat terjadi di Ibukota dan dikhawatirkan membuat peningkatan corona justru tidak terjadi.
Anies: Kasus Aktif Jakarta 17 Ribu, Tertinggi Selama Pandemi Corona
Anies mengatakan, kasus aktif di Jakarta hingga Jumat (7/1) ada di angka 17.382 kasus. Ini merupakan akumulasi pasien yang dirawat dan melakukan isolasi mandiri.
"Saat ini 17 ribu, penting kita ketahui karena 17 ribu jadi concern kita. Artinya kita harus siapkan fasilitas isolasi terkendali, hotel atau wisma. Fasilitas perawatan, kondisi berat atau sedang. Kasus aktif Jakarta ini adalah yang tertinggi di dalam perjalanan pandemi kita," ujar Anies dalam konferensi yang disiarkan secara virtual, Sabtu (9/1).
ADVERTISEMENT
Selama 9 bulan menghadapi pandemi corona, kata Anies, peningkatan kasus memang selalu terjadi usai libur panjang. Naiknya tren kasus aktif di Jakarta terjadi usai libur panjang yang terjadi di bulan Oktober. Semenjak saat itu kasus terus naik.
"Jakarta pernah alami first wave dan second wave. Apa yang terjadi? Di Jakarta bulan September ketika kita melakukan pengetatan yang sebelumnya kurvanya naik, ketika pengetatan kurvanya mendatar dan penurunannya sampai 50 persen. Dari 13 ribu menurun sampai 6 ribu kasus," jelas Anies.
Standar Baru Masker di Wilayah DKI. Foto: kumparan
Anies Baswedan: Saat Pengetatan, Penurunan Kasus Corona di DKI hingga 50%
Anies mengatakan, berdasarkan pengalaman menghadapi pandemi selama 9 bulan terakhir, pengetatan dinilai selalu berhasil menekan kasus corona di Jakarta. Bahkan penurunan kasus bisa sampai 50 persen.
ADVERTISEMENT
Misalnya pada kenaikan kasus imbas libur panjang di bulan Agustus. Saat itu, Jakarta menarik rem darurat dengan pemberlakuan PSBB ketat pada 14 September hingga 12 Oktober. Selama pengetatan, kasus aktif di Jakarta turun di angka 6 ribu kasus.
"Ketika pengetatan kurvanya mendatar dan penurunannya sampe 50 persen. Dari 13 ribu menurun sampai 6 ribu kasus," kata Anies dalam konferensi virtual, Sabtu (9/1).
Gubernur DKI Anies Baswedan memaparkan grafik perkembangan kasus aktif corona di Jakarta. Foto: Dok. YouTube Pemprov DKI
40% Kasus Corona di DKI dari Klaster Keluarga, Jadi Penularan Terbesar
Anies telah menjelaskan, bagaimana libur panjang justru berpengaruh langsung terhadap lonjakan kasus corona. Dalam lonjakan tersebut, klaster keluarga menempati porsi paling besar.
"Dan klaster penularan terbesar adalah klaster keluarga. Ini ada 40-an persen dari kasus adalah klaster keluarga," sebut dia.
ADVERTISEMENT
Ia mengakui kenaikan kasus COVID-19 di Jakarta seringkali terjadi pascalibur panjang yang totalnya sudah berjalan 4 kali. Dengan tidak adanya masa libur panjang pada Januari ini, Anies berharap kasus corona dapat dituntaskan.
"Apa yang bisa kita simpulkan dari perjalanan sembilan bulan ini, satu ketika kita sama-sama melakukan pengetatan, maka penularan turun dan jumlah kasus aktif menurun. Ketika ada masa libur dan kita sama-sama melakukan kegiatan liburan bersama, maka penularan meningkat kasus aktif bertambah," jelas Anies.
Data Pasien COVID-19 Desember 2020: 72-77% Warga DKI, 17-18% Warga Bodetabek
Dari sejumlah pasien corona yang dirawat di Jakarta, ternyata beberapa berasal dari luar Jakarta. Jumlahnya pun mencapai lebih dari 10 persen. Data ini dipaparkan oleh Anies.
ADVERTISEMENT
"Di bulan Desember ini adalah pekan pertama, kedua, ketiga dari jumlah pasien yang dirawat di Jakarta itu 72 persen sampai 76 warga DKI, 17 sampai 18 persen warga Bodetabek dan 7 sampai 10 persen warga luar Jabodetabek," kata Anies, Sabtu (9/1).
Anies: Jakarta Pernah Mengalami First Wave dan Second Wave Corona
Rem darurat yang ditarik Anies adalah pertimbangan panjangnya dan pengalaman Jakarta dalam menghadapi pandemi. Anies juga menyebut, Jakarta sudah pernah mengalami First Wave dan Second Wave corona.
"Jakarta pernah alami first wave dan second wave. Apa yang terjadi? Di Jakarta bulan September ketika kita melakukan pengetatan yang sebelumnya kurvanya naik. Ketika pengetatan kurvanya mendatar dan penurunannya sampai 50 persen. Dari 13 ribu menurun sampai 6 ribu kasus," ujar Anies dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (9/1).
ADVERTISEMENT
Saat memaparkan kurva kasus DKI, Anies menyebut ada dua kali momen libur panjang yang membuat kasus melonjak. Pertama, libur panjang pada bulan Agustus yakni pada tanggal 15-17 Agustus dan 20-23 Agustus. Saat itu, kasus melonjak hingga 49 persen sehingga Anies menarik rem darurat pada 14 September dan berakhir di 11 Oktober.
Beberapa artikel di atas adalah alasan Anies mengapa ia kembali menarik rem darurat. Berikutnya, kita simak peraturan yang bakal berlaku pada PSBB pengetatan kali ini.
Foto udara Simpang Susun Semanggi saat diberlakukan PSBB di Jakarta, Jumat (27/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Jakarta PSBB Lagi, Ini Daftar Aturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
Anies kemudian merinci pembatasan kegiatan masyarakat yang akan diberlakukan selama masa PSBB:
ADVERTISEMENT
Menurut Anies, sektor esensial yang diperbolehkan untuk tetap beroperasi 100 persen seperti kesehatan, pangan, energi, keuangan, komunikasi, perhotelan, pelayanan dasar, perbankan, dan objek vital nasional.
Sementara untuk transportasi umum akan tetap berjalan dengan pembatasan kapasitas 50 persen. Jam operasionalnya diatur sampai pukul 20.00 WIB.
DKI Berlakukan PSBB Ketat, Aturan PSBB Transisi Otomatis Gugur
Dengan penetapan ini, masa perpanjangan PSBB Transisi yang seharusnya berlaku hingga 17 Januari gugur. Hal itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan, Jangka Waktu, dan Pembatasan Aktivitas Luar Rumah PSBB.
"Pada saat Keputusan Gubernur ini mulai berlaku, Kepgub Nomor 1295 Tahun 2020 tentang Perpanjangan PSBB pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," ujar Anies dikutip Kepgub Nomor 19 Tahun 2021, Sabtu (9/1).
ADVERTISEMENT