Alasan Wali Murid Gugat SMA Gonzaga: Sekolah Abaikan Permendikbud

4 November 2019 15:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana SMA Kolase Gonzaga, Jakarta Selatan, Rabu (30/10). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Wali murid BB, Yustina Supatmi, mengungkap alasannya berani menggugat secara perdata pihak SMA Kolese Gonzaga ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
ADVERTISEMENT
Melalui pengacaranya, Susanto Utama, Yustina menilai keputusan sekolah tak menaikkan BB ke kelas XII cacat hukum.
Sebab menurut Susanto, keputusan sekolah itu tak sesuai dengan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
"Di Permendikbud Nomor 53 tahun 2015 mengatakan bahwa siswa itu tidak naik kelas kalau dia memiliki nilai merah 3 (mata pelajaran). Sedangkan si anak BB ini dari awal masuk sekolah (kelas X) SMA sampai dengan kelas XI dia hanya satu (nilai) merahnya itu, nilai sejarah itu," ujar Susanto di PN Jaksel usai persidangan pada Senin (4/11).
"Jadi menurut kami hal itu bertentangan dengan Permendikbud Nomor 53 tahun 2015," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Aturan yang dimaksud Susanto itu ada di Pasal 10 ayat (2) Permendikbud tersebut. Berikut bunyinya:
Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 mata pelajaran pada kompetensi pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/atau sikap belum baik.
Terlebih, kata Susanto, orang tua BB tidak diberi peringatan mengenai kekurangan anaknya di salah satu mata pelajaran. Sehingga Susanto merasa proses penilaian terhadap keputusan tidak menaikkan BB ke kelas XII sangat tertutup.
"Orang tua kita tidak pernah diberikan peringatan terkait permasalahan yang dialami oleh adik kami (BB -red). Jadi memang kita tujuan ini kalau memang ada mediasi ya kita buka-bukaan saja, jangan menjadi alasan. Kita bisa terima kalau clear," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Yustina Supatmi (kanan), orang tua dari BB, murid Kolese Gonzaga yang tak naik kelas. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Yustina yang hadir di PN Jaksel juga angkat bicara. Ia ingin persidangan tersebut bisa mengungkap proses apa saja yang ditempuh SMA Kolese Gonzaga untuk memutuskan anaknya, BB, tinggal kelas bersama beberapa siswa lainnya.
Ia ingin mengetahui apakah keputusan sekolah yang tak sesuai Permendikbud tetap sah atau tidak.
"(Persidangan) Ini benar-benar menguji proses. Jadi proses itu peraturan apa saja. Prosesnya termasuk apakah ada rapat dewan guru dan lain-lain. (Persidangan ini) hanya untuk menguji prosesnya saja. Proses ini apakah sudah sesuai dengan peraturan itu saja intinya," ungkap Yustina.
"Jadi sebetulnya ini yang kita minta dengan kuasa hukum prosesnya ini apa sudah sesuai dengan Permendikbud, itu saja," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Yustina tak menampik ia menerima rekomendasi dari sekolah agar anaknya pindah sekolah. Namun ia tetap ingin mencari keadilan atas keputusan SMA Kolese Gonzaga terhadap anaknya.
ADVERTISEMENT
"Kami sudah terima dan orang tua sudah tanda tangan dan itu di luar sekolah, jadi sudah selesai itu. Yang pasti itu proses pendidikan yang kami tanyakan apakah proses BB ini sudah sesuai dengan Permendikbud yang ada proses tentang kenaikan kelas," kata Yustina.
Kuasa Hukum SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur (kanan). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sementara itu kuasa hukum SMA Kolese Gonzaga, Edi Danggur, menyatakan sekolah memiliki diskresi untuk menentukan siswa tak naik kelas, meski hanya tak lulus di satu mata pelajaran.
"Sekolah boleh menentukan dong. Satu saja yang tidak tuntas, orang itu bisa tidak naik kelas," ucap Edi.
Adapun dalam gugatannya, Yustina meminta majelis hakim menyatakan anaknya berhak naik ke kelas XII.
Selain itu Yustina juga menggugat sekolah secara materiil sebesar Rp 51.683.000 dan immateril sebesar Rp 500.000.000. Yustina pun meminta majelis hakim menyita sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT