Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ali Sadikin: Dari Saham Anker Bir hingga Lokalisasi
5 Mei 2017 19:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Heboh soal saham bir patut dipertahankan atau dilepas oleh Pemprov DKI mengingatkan publik dengan sosok Gubernur legendaris DKI Jakarta Ali Sadikin. Semasa hidupnya Bang Ali memang kerap membuat kebijakan kontroversial, dari mulai pelacuran hingga bir itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Bang Ali mulai membangun lokalisasi yang dilegalkan di Kramat Tunggak, Jakarta Utara tahun 1970-an. Tak cuma itu, Bang Ali juga membangun kasino untuk warga Jakarta.
Banyak umat Islam Jakarta dan ulama mempertanyakan bahkan menentang kebijakan Bang Ali. Bahkan tak lama setelah menelurkan kebijakan tersebut, ia kemudian dijuluki kelompok Islam sebagai gubernur maksiat. Tak cuma dirinya yang dihujat, Istri Ali pun kena getahnya. Ia disebut madame hwahwe (sejenis judi).
Namun Bang Ali konsisten dengan kebijakan yang diambilnya. Ia punya alasan melakukan dua hal itu.
Untuk pelacuran, dia kerap menemukan para pelacur 'berkeliaran' di jalan Ibu Kota, ia pun merasa risih. Di sepanjang jalan mereka menjajakan diri dengan seronok. Tak cuma risih, Bang ali pun geram.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, Bang Ali berpikir dan menemukan ide untuk melokalisasi para pelacur tersebut di sebuah tempat. Pemprov pun pada akhirnya bisa mengawasi gerak-gerik para pelacur.
Yang utama adalah soal kesehatan dan keamanan para wanita penjaja seks tersebut. Ali yakin memberantas pelacuran tak mudah, maka dia melokalisir pelacuran di Kramat Tunggak untuk meminimalisasi risiko-risiko lainnya yang lebih besar.
Lokalisasi sepertinya tak bisa dipisahkan dengan judi. Bang Ali pun juga menelurkan kebijakan untuk melokalisasi tempat para penjudi di sebuah kasino.
Bang Ali sadar banyak orang kaya Jakarta hobi berjudi di Makau dan Singapura. Ali berpikir buat apa judi ke luar negeri dan membuang rupiah di sana. Pemprov pun tak dapat apa-apa.
ADVERTISEMENT
Pembangunan kasino digalakkan untuk mengakomodir kepentingan perusahaan bir didirikan pula puskesmas dan sekolah di tempat tersebut, misalnya seperti yang terjadi di Cipinang.
Sebelumnya, Bang Ali juga mendirikan Food Station Tjipinang sebagai gudang beras di Cipinang--guna menjaga ketahanan pangan. "Dia (Bang Ali) izinkan (membuat kasino) supaya bisa bangun puskesmas sama sekolah. Enggak ada yang protes," kata Ahok kala itu.
Dalam benaknya, kebiasaan para penjudi tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak di Jakarta. Uang pajak hasil berjudi bisa dipakai untuk membiayai pembangunan Jakarta dengan membuat kasino,
Bang Ali pun sadar. Apapun alasannya, kebijakannya tersebut sulit diterima para ulama.
Bang Ali pun kemudian memutuskan untuk mengumpulkan seluruh ulama di Jakarta dalam sebuah aula besar untuk berdiskusi. Ia memberikan kesempatan kepada setiap orang yang hadir untuk berbicara.
ADVERTISEMENT
Perdebatan pun terjadi. Namun Bang Ali tak menanggapi terlalu serius. Ia hanya memperhatikan ulama saling berdebat soal halal haram. Ia pun sesekali tersenyum.
Sampai akhirnya, Bang Ali mengeluarkan kata-kata saktinya yang membuat para ulama sempat terdiam.
"Begitu juga dengan sekolah, rumah sakit, dan fasilitas lain dibangun dari hasil judi. Jangan pergi ke rumah sakit yang dibangun Pemprov kalau sakit dan katanya haram," tambahnya.
Setelah dilantik pada tahun 1970, Bang Ali memang harus putar otak bagaimana caranya membangun Jakarta dengan baik dengan simpanan di kas daerah tak seberapa. Bayangkan ia hanya punya Rp 18 ,00 dari pemerintah pendahulunya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, bisnis bir kemudian berkembang pesat. Delta Jakarta sebagai perusahaan bir tersukses terus berkembang. Pada 1984, Delta Jakarta mencatatkan namanya di bursa efek, sekaligus menguatkan posisinya sebagai pemain utama produsen bir di tanah air.
Memasuki era 1990-an, kepemilikan saham mulai beralih ke San Miguel Corporation, perusahaan multinasional asal Filipina. Namun, Pemprov DKI Jakarta tetap menjadi salah satu pemegang saham utama.
Pada 1997, Delta Jakarta memulai ekspansi dan memindahkan fasilitas produksi bir dari Jakarta Utara ke Bekasi, Jawa Barat, dengan fasilitas yang lebih modern dan lebih luas. Pemprov DKI pun semakin merasakan dampak investasi yang ditanamkannya.
Sejauh ini, Delta Jakarta memproduksi pelbagai merek bir, macam Anker Bir, Anker Stout, Carlsberg, San Miguel Pale Pilsen, San Mig Light, San Miguel Cerveza Negra, dan Kuda Putih. Pun ada produksi bir untuk kebutuhan ekspor dengan jenama, Batavia. Tak hanya bir, mereka juga bikin minuman non-alkohol, seperti Sodaku dan Soda Ice.
ADVERTISEMENT
Catatan dividen Delta Jakarta untuk Pemprov DKI konsisten. Sumbangannya ke kas daerah mencapai puluhan miliar per tahun. Sepanjang 2010-2014 saja, total dividennya untuk Pemprov DKI mencapai Rp203,64 miliar.
Merujuk Laporan Tahunan Delta Jakarta (2015), Pemprov DKI punya saham 26,25 persen di produsen minuman fermentasi bahan berpati itu. Rinciannya, 23,34 persen milik Pemprov DKI, dan 2,92 persen milik Badan Pengelola Investasi dan Penyertaan Modal DKI Jakarta (BP IPM Jaya).
Adapun sisa saham Delta Jakarta dimiliki San Miguel Malaysia (L) Pte, Malaysia sebesar 58,33 persen, dan publik sebesar 15,41 persen.
Catatan tersebut memang tak bisa dilepaskan dengan kiprah Bang Ali. Ia keras kepala dan selalu yakin dengan tindakannya bukan untuk kepentingan sendiri tapi kemakmuran rakyat.
ADVERTISEMENT
Jika nanti Pemprov DKI benar-benar melepas saham bir, mereka harus betul-betul bisa membuktikan kebijakan tersebut bisa bermanfaat untuk pembangunan di Ibu Kota. Setidaknya demikian.