Amnesty International Bantah soal Tak Ada Pelanggaran HAM Sejak 2014

13 Desember 2019 6:27 WIB
comment
14
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Amnesty International membantah dan mempertanyakan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengklaim tak ada pelanggaran HAM sejak awal kepemimpinan Presiden Jokowi hingga kini.
ADVERTISEMENT
"Saya kurang mengerti pernyataan Menko (Mahfud) belakangan ini. Seperti tak punya arah dalam menjalankan tugas-tugas pokok dan fungsinya dalam mengkoordinasikan sektor politik hukum dan keamanan," ujar Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, saat dikonfirmasi, Kamis (12/12) malam.
Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid. Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Usman lantas menyinggung beberapa kasus besar yang terjadi sejak 2014 yang hingga kini tak kunjung selesai. Pertama, kasus yang terjadi di awal kepemimpinan Presiden Jokowi pada 2014 silam, yakni penembakan di Paniai, Papua.
"Jika tidak pernah ada pelanggaran HAM sejak 2014, lalu apa artinya peristiwa penembakan warga dan siswa sekolah menengah atas di Paniai, Papua, yang sudah diakui sendiri oleh Presiden?" jelas Usman.
Kasus penembakan Paniai terjadi pada 8 Desember 2014. Saat itu, warga berunjuk rasa memprotes pemukulan terhadap remaja yang bertikai dengan anggota TNI.
ADVERTISEMENT
Namun dalam aksi itu, aparat diduga melepas tembakan ke arah massa. Akibatnya 5 orang tewas dan 13 lainnya terluka. Seluruh korban tewas adalah pelajar SMA Negeri 1 Paniai.
Kondisi kawasan hutan menuju sejumlah daerah pedalaman diantaranya Dogiyai, Paniai hingga yang terjauh Kampung Obano di Papua, Rabu (28/11/2018). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kemudian, Usman juga menyinggung kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan pada April 2017, yang hingga kini tak kunjung tuntas. Bahkan, menurutnya, masyarakat sudah jengah dengan janji pemerintah dalam mengusut kasus ini.
"Kasus Novel Baswedan adalah contoh yang paling mencolok di mata masyarakat yang sudah tak lagi bisa dibohongi," terangnya.
Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal usai menjalankan ibadah salat Subuh di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakut. Akibat kejadian itu, mata kiri Novel rusak dan beberapa kali harus menjalani operasi di Singapura.
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hadiri acara Inspiring Talks Dedikasi untuk Negeri di Jakarta, Sabtu (9/11). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain itu, Usman menyinggung kasus aparat yang melakukan kekerasan dalam mengatasi kerusuhan pada 22 Mei lalu di depan kantor Bawaslu, Jakarta Pusat. Menurutnya, hal itu adalah bentuk kriminal luar biasa yang tak hanya bisa diselesaikan dengan saksi disiplin.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah harus bisa memahami sekaligus juga membedakan mana yang sebatas pelanggaran disiplin dan mana yang merupakan tindakan kriminal. Perbuatan kriminal yang dilakukan aparat dalam peristiwa Mei 2019 bukanlah kriminal biasa, melainkan produk dari kebijakan represif negara yang menggunakan kekuatan secara berlebihan.
Kondisi kerusuhan di sekitar Bawaslu. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Dengan adanya beberapa contoh kasus di atas, Usman menganggap pernyataan Mahfud MD yang menyebut tak ada pelanggaran HAM sejak 2014 tak berdasarkan pemikiran hukum dan HAM. Padahal, kasus-kasus semacam itu, telah sering digaungkan para aktivis HAM agar pemerintah serius menuntaskannya.
"Pernyataan itu seperti tidak dilandaskan pada pemikiran hukum dan HAM yang memadai. Ada banyak kasus lain yang telah diperlihatkan oleh para organisasi HAM seperti KontraS, LBH, hingga lembaga resmi negara seperti Komnas HAM dan Ombudsman. Mereka sudah berkali-kali bersuara dan meminta pemerintah serius mengungkapnya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Mahfud MD menjelaskan pelanggaran HAM dan kejahatan kriminal adalah dua hal yang berbeda. Kasus-kasus yang menimbulkan korban tewas tak otomatis disebut pelanggaran HAM, namun kejahatan.
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan keterangan kepada watawan di kantornya. Foto: Aprilandika Hendra Pratama
"Pelanggaran HAM by law menurut definisi hukum adalah pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah dengan terencana dan dengan tujuan tertentu. Itu pelanggaran HAM," tutur Mahfud di Kantor Menko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
"Kalau misalnya tentara ngamuk karena istrinya diselingkuhi, itu bukan pelanggaran HAM. Itu kriminal, dan itu banyak. Ada juga polisi diamuk oleh rakyat, itu bukan pelanggaran HAM. Ada rakyat ngamuk ke rakyat, itu bukan pelanggaran HAM. Itu yang sifatnya horizontal itu kejahatan namanya kerusuhan," imbuh Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud MD menyebut sejak kepemimpinan Presiden Jokowi tak ada isu pelanggaran HAM yang terjadi.
ADVERTISEMENT
"Coba lihat di era Pak Jokowi, sejak 2014 sampai sekarang tidak ada satu pun isu pelanggaran HAM," ucap Mahfud.