Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
AS hingga China Telah Pakai Regulasi Pembatasan Usia untuk Main Medsos
8 November 2024 11:36 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pemerintah Australia mengungkapkan rencana ini sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran atas dampak negatif media sosial pada kesehatan mental dan perkembangan sosial remaja.
“Mereka, seperti saya, sangat khawatir tentang keselamatan anak-anak kita saat daring,” tutur Perdana Menteri Australia Anthony Albanese saat mengumumkan rencana larangan sosial media bagi anak di bawah 16 tahun, seperti dikutip dari Guardian.
“Saya ingin orang tua dan keluarga Australia tahu bahwa pemerintah mendukung Anda. Saya ingin orang tua dapat berkata, ‘Maaf, kawan, itu melanggar hukum.’,” tambahnya.
Albanese menjelaskan, platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok kemungkinan besar akan diminta untuk menerapkan teknologi verifikasi usia (age verification technology), yang dapat mencakup penggunaan biometrik atau sistem basis data pemerintah.
Meski demikian, detail teknis tentang cara pelaksanaan regulasi ini masih dalam tahap perencanaan, sambil menunggu hasil uji coba yang tengah berlangsung.
ADVERTISEMENT
Australia menargetkan agar undang-undang ini dapat disahkan dalam tiga minggu mendatang, dengan ancaman denda bagi platform yang gagal mematuhi aturan.
Menurut Menteri Komunikasi Australia Michelle Rowland, pemblokiran ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan online yang lebih aman bagi anak-anak, khususnya dalam menghindari paparan konten berbahaya dan menurunkan risiko masalah mental akibat paparan berlebihan terhadap media sosial.
Australia juga merencanakan kolaborasi dengan organisasi terkait untuk memastikan infrastruktur verifikasi usia berjalan dengan baik sebelum aturan ini diterapkan secara luas.
Beberapa negara lain telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa, dirangkum dari analisis Guardian dan Al Jazeera, berikut penjelasan lengkapnya:
1. Amerika Serikat
Undang-Undang Perlindungan Privasi Anak di Internet (Children’s Online Privacy Protection Act atau COPPA) telah diterapkan di Amerika Serikat sejak 1998.
ADVERTISEMENT
COPPA mewajibkan situs web untuk mendapatkan persetujuan orang tua sebelum mengumpulkan data dari anak-anak di bawah 13 tahun.
Namun, pelaksanaannya terbatas pada privasi dan bukan pada akses, yang berarti anak-anak masih dapat mengakses media sosial dengan membuat akun palsu atau memalsukan usia mereka.
2. Uni Eropa
Uni Eropa, melalui Peraturan Perlindungan Data Umum (General Data Protection Regulation atau GDPR), mewajibkan batas usia minimal 16 tahun untuk akses internet tanpa izin orang tua.
Pada 2015, Uni Eropa mengusulkan undang-undang yang melarang anak-anak di bawah 16 tahun mengakses internet, termasuk media sosial, tanpa izin orang tua.
Namun, baik perusahaan teknologi maupun kelompok hak asasi manusia memprotes regulasi itu. Alasannya, karena akan membatasi hak anak-anak untuk mengakses informasi di era digital.
ADVERTISEMENT
Versi undang-undang yang diamandemen memungkinkan negara-negara dalam blok tersebut untuk memilih keluar atau menerapkan versi undang-undang yang berbeda.
Beberapa negara anggota seperti Jerman dan Prancis telah menerapkan batasan usia yang ketat sesuai standar GDPR, meskipun regulasi ini lebih difokuskan pada pengelolaan data pribadi dan privasi pengguna daripada mencegah akses media sosial.
3. Prancis
Pada 2023, Prancis menjadi salah satu negara yang lebih ketat dalam pembatasan akses media sosial. Negara ini menetapkan aturan yang melarang akses media sosial bagi anak-anak di bawah 15 tahun tanpa izin orang tua.
Peraturan ini dilengkapi dengan ancaman denda bagi platform yang gagal mematuhi aturan tersebut. Presiden Emmanuel Macron mendukung kebijakan ini dengan menegaskan pentingnya menjaga anak-anak dari paparan konten berbahaya di internet.
ADVERTISEMENT
4. Inggris
Inggris telah mengimplementasikan verifikasi usia untuk situs-situs yang menyediakan konten dewasa, meski belum mencakup media sosial.
Negara ini menguji berbagai teknologi verifikasi, seperti pemindaian wajah dan kartu kredit.
Namun, Inggris belum secara penuh memberlakukan kebijakan yang membatasi akses anak-anak ke media sosial. Pihak berwenang masih terus mengevaluasi metode verifikasi yang lebih efektif dan ramah privasi bagi pengguna muda.
Ketika masih menjadi bagian dari UE, negara ini sempat memilih batasan persetujuan orang tua hanya sampai usia 13 tahun.
Pada Mei 2024, pemerintah merekomendasikan untuk menaikkan usia persetujuan orang tua menjadi 16 tahun.
Yang menarik, pada November 2023, Inggris menerbitkan studi besar dari 168 negara yang menggunakan data selama 18 tahun. Temuannya menunjukkan tak ada hubungan kausal antara kesejahteraan remaja dan penggunaan internet.
ADVERTISEMENT
5. China
China terkenal dengan pembatasan akses internet yang ketat, termasuk media sosial untuk anak-anak. Pemerintah China menetapkan aturan bahwa anak-anak tidak boleh menggunakan perangkat digital antara pukul 22.00 hingga 06.00, serta membatasi waktu penggunaan perangkat digital hanya dua jam per hari bagi anak usia 16-18 tahun.
Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kecanduan digital di kalangan anak-anak dan remaja.
6. India dan Brasil
Pada Agustus 2023, India mengesahkan undang-undang yang membatasi akses perusahaan digital terhadap data pribadi anak-anak.
Brasil memberlakukan aturan serupa pada bulan April 2024.
7. Rusia
Rusia telah lama berencana menerapkan pembatasan akses media sosial bagi remaja.
Pada 2017, Rusia mengusulkan undang-undang yang melarang anak-anak di bawah 14 tahun mengakses media sosial tanpa identifikasi. Namun, hingga kini, penerapannya masih terbatas karena berbagai faktor politik dan sosial di dalam negeri.
Teknologi Verifikasi Usia (Age Verification Technology)
ADVERTISEMENT
Penerapan teknologi verifikasi usia masih menjadi tantangan tersendiri. Di antara opsi yang digunakan oleh berbagai negara, metode yang sering diimplementasikan meliputi pemindaian biometrik, validasi identitas melalui kartu ID, dan metode tokenisasi.
Tantangan utama dalam penerapan teknologi ini adalah bagaimana melindungi privasi pengguna muda tanpa menghalangi akses mereka secara berlebihan.
Meski beberapa negara telah berhasil menerapkan teknologi ini secara terbatas, efektivitasnya dalam menekan penggunaan media sosial bagi remaja masih membutuhkan evaluasi lebih lanjut.