Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Menjelang musyawarah nasional (Munas) Golkar, calon ketua umum Bambang Soesatyo (Bamsoet ) mewanti-wanti agar pemimpin Golkar di periode berikutnya tidak dipilih secara aklamasi. Menurutnya, pemilihan secara aklamasi memiliki sejarah buruk bagi partai berlambang beringin ini.
ADVERTISEMENT
"Kita tentu ingat sejarah Partai Golkar. Mengapa kita sempat pecah, (kubu) Ancol dan (kubu) Bali? Itu karena aklamasi. Dan bukan tidak mungkin, kalau aklamasi kita paksakan, nanti bisa juga berbuah yang sama," kata Bamsoet dalam diskusi publik di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (12/11).
Pada akhir tahun 2014 silam, munas IX Golkar di Bali mencetuskan nama Aburizal Bakrie (Ical) sebagai ketua umum. Namun, putusan itu tidak diakui oleh sebagian kader Golkar lainnya.
Kubu yang menentang pelantikan Ical sebagai ketua umum itu lantas membentuk tim penyelamatan Partai Golkar (TPPG). Tak hanya melayangkan gugatan atas hasil munas Bali, tim ini juga membentuk munas tandingan yang memenangkan Agung Laksono sebagai ketua umum.
Baru pada 2016 lalu, kedua kubu Partai Golkar 'rujuk' dan membuka musyawarah nasional luar biasa (Munaslub). Dalam munaslub ini, Setya Novanto terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar hingga akhirnya mundur karena terjerat kasus korupsi.
Belajar dari sejarah panjang tersebut, Bamsoet menilai, untuk mengelola sebuah partai atau negara dibutuhkan kemampuan yang berbeda dari mengurus perusahaan. Jika di perusahaan para karyawan akan menurut pada pimpinan, di partai, para kader bisa bebas menunjukkan aspirasi mereka.
ADVERTISEMENT
"Ini partai, orang-orangnya bekerja secara sukarela tanpa digaji karena semangat untuk memajukan organisasi, semangat memberikan manfaat kepada rakyat," tegas Bamsoet.
Namun, ia menilai, sebenarnya proses aklamasi bisa-bisa saja dilakukan. Asalkan, memenuhi syarat yang benar, yakni disetujui seluruh pihak tanpa ada kelompok yang memprotes.
"Aklamasi dalam sebuah proses demokrasi dimungkinkan dicapai apabila prosesnya benar, didukung sepenuhnya oleh pemilih suara tanpa ada rekayasa dan tekan menekan, apalagi mengancam," pungkasnya.
Dalam Munas yang digelar 4-6 Desember mendatang, Partai Golkar akan memilih ketua umum mereka yang baru. Ada dua nama yang mencuat sebagai kandidat terkuat, yakni Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
Pemilihan ini memanaskan suhu di internal Golkar. Pasalnya, Bamsoet yang semula mengaku tidak akan maju karena sudah menjadi Ketua MPR, tiba-tiba menyatakan diri ingin tetap menjadi calon ketua umum.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, menurut kubu Bamsoet , ada sejumlah kader pendukung mereka yang tiba-tiba dipecat dari jabatannya. Bahkan, Bamsoet menyebut, ada ketua Komisi Fraksi Golkar yang dipindah ke komisi lain karena mendukung dirinya.