Bangladesh Akan Jatuhkan Hukuman Mati untuk Kasus Kecelakaan Jalanan

6 Agustus 2018 15:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Bangladesh menyatakan tengah mempertimbangkan penerapan hukuman mati untuk pelaku kecelakaan lalu lintas yang menewaskan korbannya. Pernyataan ini disampaikan setelah aksi besar-besaran pelajar dan mahasiswa dalam sepekan terakhir.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, aksi protes pelajar telah memasuki hari kesembilan pada Senin (6/8). Aksi ini digelar untuk mengecam kematian dua pelajar yang tewas tertabrak bus milik perusahaan transportasi swasta di Dhaka pada 29 Juli lalu.
Aksi ini diikuti ribuan orang di Dhaka, kerap berakhir bentrok dengan aparat. Sebanyak 100 orang terluka dalam aksi berujung ricuh pada Sabtu lalu.
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Kementerian Kehakiman Bangladesh mengatakan akan melakukan amandemen untuk memenuhi tuntutan pelajar. "Dalam amandemen ini, diajukan tingkat hukuman tertinggi jika terjadi pembunuhan terjadi akibat kecelakaan lalu lintas," kata staf Kementerian Kehakiman.
Hukuman tertinggi akibat kecelakaan lalu lintas saat ini di Bangladesh adalah tiga tahun. Hukuman mati jarang digunakan untuk kasus kecelakaan lalu lintas.
Otoritas transportasi Bangladesh sempat mendata hukuman bagi pelaku kecelakaan lalu lintas di berbagai negara. Salah satu yang terparah adalah Inggris dengan 14 tahun, dan paling ringan India dua tahun.
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Namun para pelajar mengaku tidak puas dengan langkah pemerintah tersebut. Sheikh Shafi, mahasiswa politeknik di Dhaka yang kehilangan saudaranya akibat kecelakaan lalu lintas pada 2015, mengatakan masalah yang ada saat ini adalah supir bus Bangladesh tidak diupah secara bulanan, melainkan dengan sistem komisi berdasarkan jumlah penumpang.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, untuk mencari uang lebih banyak para supir bus harus bekerja lebih lama dan membuat tubuhnya kelelahan. Hal ini lantas membuat mereka tidak waspada di jalanan sehingga bisa memakan korban.
"Tuntutan kami adalah perusahaan pemilik bus mempekerjakan mereka maksimum 10 jam. Sistem komisi harus dihapuskan," kata Shafi.
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi mahasiswa di Bangladesh (6/8). (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)