Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Rombongan aparatur Kejaksaan Agung tiba di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jl. Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa sore (20/6). Dipimpin Jaksa Agung Muda Intelijen Amir Yanto, rombongan diterima sahibulbait, Sekjen MUI Amirsyah Tambunan. Bersama-sama, mereka segera memasuki ruang rapat.
Selain Amirsyah, hadir dalam ruangan rapat itu antara lain Wasekjen Bidang Hukum dan HAM MUI Ikhsan Abdullah, Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MUI Utang Ranuwijaya, dan Ketua Tim Peneliti Ma’had Al-Zaytun MUI Firdaus Syam.
Sumber kumparan yang mengetahui pertemuan itu menyatakan, kedatangan Amir Yanto ke MUI tak lain untuk berkoordinasi dalam menyikapi dugaan penyebaran agama yang menyimpang oleh pemimpin ma’had atau pondok pesantren Al-Zaytun , Syekh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang .
Kehadiran Amir tak hanya mewakili Kejagung, tapi juga sebagai Wakil Ketua Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan. Tim ini berisi perwakilan dari Kejagung, Kemendagri, Kemenag, Kemendikbud, TNI, Polri, BIN, dan Forum Kerukunan Umat Beragama.
Dalam pertemuan yang berlangsung 1,5 jam itu, Jamintel disebut meminta landasan fatwa MUI sebelum aparat mengambil tindakan hukum terhadap Panji dan Al-Zaytun. Fatwa MUI diperlukan agar penegakan hukum punya basis argumen kuat secara agama.
Selang dua hari, Kamis (22/6), MUI mengumumkan fatwa mengenai hukum wanita menjadi khatib Jumat. Fatwa ini dikeluarkan guna menanggapi niat Panji Gumilang menjadikan perempuan sebagai khatib salat Jumat.
Dalam fatwa MUI yang diteken pada 13 Juni itu, ditegaskan bahwa khotbah Jumat oleh wanita di hadapan jemaah laki-laki hukumnya tidak sah dan membuat salat Jumat juga jadi tidak sah.
Polemik Al-Zaytun bukan cuma soal rencana menjadikan perempuan sebagai khatib Jumat, tapi juga cara salat berjemaah yang bercampur antara lelaki dan perempuan, dihadiri nonmuslim, serta saf salat yang renggang antar makmum—sampai-sampai banyak orang menyindir bahwa jemaah Al-Zaytun tetap menerapkan social distancing meski pandemi COVID-19 sudah lewat.
Panji Gumilang dalam khotbah Jumat (28/4) di Masjid Al-Hayat, Al-Zaytun, juga menyatakan diri sebagai penganut mazhab Soekarno, bukan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, maupun Hambali yang merupakan empat mazhab utama dalam Islam.
Selain itu, Panji kerap mengajak jemaah menyanyikan salam Ibrani/Yahudi “Havenu Shalom Aleichem”. Ia juga menyebut berhaji tak perlu ke Tanah Suci, tapi cukup berkeliling Al-Zaytun dan melempar jumroh berupa 7 sak semen untuk pembangunan ma’had.
Tak kalah kontroversial, Panji Gumilang mengatakan Al-Quran bukan kalam Allah, melainkan kalam Nabi Muhammad yang didapat dari wahyu Ilahi.
Wasekjen MUI Bidang Hukum dan HAM Ikhsan Abdullah menegaskan, cara beragama Panji Gumilang yang menyimpang harus dihentikan dan tidak boleh dibiarkan karena akan mengotori ajaran Islam.
“Dampaknya bukan hanya merusak akidah, tapi juga meresahkan umat. Dia (Panji Gumilang harus segera ditindak secara hukum, dan Ma’had Al-Zaytun perlu dibina supaya tidak terpapar,” ujar Ikhsan kepada kumparan di kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/6).
Keresahan yang makin memuncak membuat warga berunjuk rasa di depan Ponpes Al-Zaytun. Mereka meminta Panji Gumilang ditangkap dan Al-Zaytun dibubarkan. Bukan hanya karena terindikasi sesat, tapi juga karena diduga terkait Negara Islam Indonesia—kelompok yang berdiri pada 1949 untuk membentuk negara Islam di Indonesia.
Dimonitor sejak 2002
Al-Zaytun maupun Panji Gumilang sesungguhnya bukan kali ini saja meresahkan masyarakat. Mereka pun pernah bikin geger pada 2011. Ketika itu marak kasus orang hilang. Mereka terindikasi dibaiat jadi anggota NII dengan Al-Zaytun sebagai pusatnya.
Namun seiring berjalannya waktu, isu tersebut menguap begitu saja. Panji pun membantah tuduhan bahwa ia dan Al-Zaytun terlibat NII. Meski demikian, para bekas pengikut NII secara gamblang menyebut keterkaitan NII Komandemen Wilayah (KW) 9 dengan Al-Zaytun. Mereka bahkan menyebut Panji Gumilang sebagai Imam NII KW9.
Menurut eks pengikut NII, Al-Zaytun merupakan salah satu outlet NII KW9 untuk menghimpun dana umat. Al-Zaytun yang berdiri pada 1999 dan diresmikan oleh Presiden B.J. Habibie sengaja ditampilkan dan dibesarkan untuk menarik minat masyarakat.
“Itu bagian dari strategi dakwah. [Al-Zaytun] harus tampak. Kalau tidak tampak, tidak ada pintunya bagi orang untuk bisa masuk; [ajaran] tidak menyebar,” kata mantan pentolan NII Al Chaidar kepada kumparan di Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Selasa (20/6).
Kontroversi yang kerap mengiringi Al-Zaytun sejak pendiriannya kemudian membuat Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama meneliti ponpes itu pada 2002. Namun, Depag kala itu belum menemukan hubungan Al-Zaytun dan NII KW9; belum pula menjumpai bukti-bukti kesesatan Al-Zaytun.
Namun, penelusuran tak berhenti. MUI kemudian membentuk tim peneliti sendiri yang diketuai oleh Ma’ruf Amin (saat itu merupakan Ketua Komisi Fatwa MUI). Hasil pelacakan MUI lebih ekstensif. Mereka menemukan indikasi kuat relasi-afiliasi antara Al-Zaytun dan NII KW9. Hubungan keduanya mencakup sisi histori, finansial, sampai kepemimpinan.
MUI juga menemukan penyimpangan ajaran Islam terkait NII KW9 berupa mobilisasi dana atas nama Islam yang diselewengkan, dan ayat-ayat Al-Quran yang ditafsirkan menyimpang. Ada pula indikasi penyimpangan paham keagamaan soal zakat fitrah dan kurban.
Al Zaytun menetapkan nilai Rp 150 ribu sebagai pengganti hewan kurban. Sementara besaran zakat fitrah di ma’had itu bukan 3,5 liter beras atau uang setara itu, melainkan minimal Rp 50 ribu sampai tak terhingga, tergantung kadar keimanan dan pengakuan atas dosa-dosanya.
Anehnya lagi, zakat fitrah dan zakat-zakat lain di Al-Zaytun diprioritaskan untuk pembangunan ponpes. Padahal Al-Quran telah mengatur bahwa zakat fitrah ditujukan untuk 8 golongan (fakir, miskin, riqab/hamba sahaya, gharim/orang berutang yang sulit melunasinya, mualaf, fisabilillah/pejuang agama, ibnu sabil/musafir yang kehabisan bekal, dan amil/penyalur zakat).
Disebut Beraliran Isa Bugis
Panji Gumilang dan pengurus Al-Zaytun disebut memiliki tafsir dan rasionalisasinya sendiri mengenai hukum Islam. Menurut Al Chaidar, itu bagian dari aliran Isa Bugis yang dianut Panji.
“[Aliran] Isa Bugis itu saintologi, segala ajaran Islam harus dirasionalkan. Semisal Nabi Musa punya tongkat yang bisa membelah laut, dimaknai tongkat adalah komando dan membelah laut diartikan kapal atau armada untuk menyeberangkan orang. Makanya Al-Zaytun punya program membuat kapal,” jelas Al Chaidar.
Aliran Isa Bugis telah difatwa sesat oleh MUI pada 2015 karena bertentangan dengan rukun iman, rukun Islam, Al-Quran dan hadis. Mereka disebut menerjemahkan Al-Quran sesuai keinginan sendiri.
Di sini kejanggalan mengemuka, sebab NII yang dibentuk pada 1949 oleh politisi muslim Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tidak menganut aliran Isa Bugis. Itu sebabnya Al Chaidar dalam buku yang ia tulis, Sepak Terjang KW9 Abu Toto Syekh A.S. Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo, menyebut NII KW9 yang berwujud Al-Zaytun sebagai NII faksi palsu.
Departemen Agama kembali meneliti Al-Zaytun pada 2004 setelah MUI mengeluarkan temuan tentang penyimpangan ma’had itu. Kali ini Depag mempercayakan penelusuran kepada tim peneliti Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP) yang diketuai Ahmad Syafii Mufid—seorang dosen lulusan IAIN Walisongo Semarang, Antropologi UI, UIN Yogyakarta, dan Islamic Studies Universitas Leiden Belanda.
INSEP kemudian meminta keterangan dari berbagai pihak di internal dan eksternal Al-Zaytun, baik yang mendukung maupun mencurigai ma’had itu. Hasil penelitian yang dibukukan pada 2011 dengan judul Al-Zaytun The Untold Stories: Investigasi terhadap Pesantren Paling Kontroversial di Indonesia itu mengonfirmasi adanya hubungan antara Al-Zaytun dan NII KW9.
Syarwani sebagai Ketua Yayasan Pesantren Indonesia yang menaungi Al-Zaytun, dan Ules Suja’i selaku penasihat NII dan Al-Zaytun, mengatakan bahwa pendirian Ma’had Al-Zaytun merupakan perubahan strategi perjuangan NII dari gerakan bawah tanah dan cara kekerasan ke metode pendidikan.
“Karena kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah dan tidak pernah menang, mereka memilih ‘pendidikan’ sebagai garis perjuangan politik. Sebagai sebuah faktor, sejarah NII dan para aktornya memengaruhi berdirinya Ma’had Al-Zaytun,” tulis tim peneliti INSEP.
Jejak Awal Panji Gumilang: Lulusan IAIN, Diduga Rekrutan Intel
Perubahan strategi perjuangan NII tak lepas dari faktor historis usai pemimpinnya, Kartosoewirjo, dihukum mati pada 1962. Para tokoh NII saling mengeklaim sebagai penerus sah Kartosoewirjo, namun tak mampu menyamai perjuangan pendahulunya.
Pada 1978, Adah Jaelani menjadi Imam NII. Ia menghidupkan lagi komandemen-komandemen wilayah NII dan membentuk teritori baru, KW9 yang mencakup Jakarta dan sekitarnya. Di KW9, Adah menunjuk Seno sebagai pemimpin militer dan Abdul Karim Hasan sebagai pemimpin sipil.
Komando Abdul Karim selanjutnya berkembang pesat sehingga dijadikan pusat (ummul qura) NII. Pada periode inilah Abdus Salam alias Panji Gumilang disebut berbaiat dan bergabung dengan NII KW9. Panji adalah lulusan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia juga pernah menimba ilmu di Ponpes Gontor tapi tak lulus.
Masih pada tahun yang sama, 1978, Panji yang telah bergabung dengan NII KW9 lalu ditangkap aparat dan ditahan di Bandung karena dugaan keterlibatannya dengan, antara lain, dakwah NII.
Tahun 1982, setelah Panji Gumilang bebas, ia menuju Sabah, Malaysia, diduga untuk menghindari aparat lantaran dituduh terlibat gerakan Komando Jihad. Namun, menurut Panji, ia ke Sabah untuk menjadi juru dakwah Rabithah Alam Al Islami, lembaga Islam nonpemerintah terbesar di dunia.
Pada 1987, Panji pulang ke Indonesia dan kembali ke NII KW9. Ia ketika itu punya nama julukan Syamsul Alam atau Abu Toto. Kedekatannya dengan Abdul Karim membuat Panji dipercaya sebagai staf luar negeri. Posisi ini membuatnya menjadi orang nomor tiga dalam struktur NII KW9.
Menurut Al Chaidar, kembalinya Panji ke NII KW9 melibatkan campur tangan Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN)—kini BIN.
“[Panji] direkrut BAKIN sebagai intel setelah tertangkap di Sabah, kemudian disuruh masuk ke NII KW9,” ujar Al Chaidar.
Setelah Abdul Karim meninggal pada 1992, kepemimpinan NII KW9 beralih ke Muhammad Rais. Namun tak lama kemudian Rais ditangkap. Tongkat komando lalu jatuh ke Panji Gumilang. Pada 1996, Adah Jaelani mengangkat Panji sebagai Imam NII menggantikannya. Panji otomatis membawahi seluruh komandemen wilayah NII.
Kelihaian Panji mengambil hati orang disebut membuatnya dipercaya sebagai imam. Panji misalnya memberi fasilitas mobil dan membantu renovasi rumah para tokoh NII.
“Anaknya Kartosoewirjo—Pak Tahmid, Pak Dodo—dibuatkan rumah,” kata Al Chaidar.
Membangun Al-Zaytun
Sejak memimpin NII KW9, Panji Gumilang menghidupkan gagasan pendidikan. Ini tak lepas dari latar belakangnya yang pernah menjadi guru dan kepala sekolah di Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar, Pandeglang, Banten.
Panji dan rekan-rekannya lalu mendirikan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI). Pada 1994, mereka menemukan lokasi yang cocok untuk membangun pondok pesantren di Indramayu, Jawa Barat. Tahun 1996, ponpes mulai dibangun; dan tahun 1999 mulai beroperasi.
Dipilihnya nama Al-Zaytun ketika itu disebut-sebut karena kedekatan Panji dengan keluarga Cendana. Hal ini dikaitkan dengan pembangunan Masjid At-Tin di TMII pada 1997. Nama At-Tin dan Az-Zaytun berada dalam satu tarikan napas di Surat At-Tin.
Menurut Al Chaidar, dipilihnya Indramayu erat kaitannya dengan Kartosoewirjo yang dahulu juga memilih Jawa Barat sebagai basis perjuangan. Di samping itu, ajaran Isa Bugis yang diyakini dianut Panji mempercayai Jabar sebagai lokasi kebangkitan Islam di masa depan.
Kentalnya aroma NII di Al-Zaytun tampak dari susunan organisasinya di awal pendirian. Sebanyak 18 tokoh NII KW9, termasuk Panji Gumilang, menduduki jabatan di YPI.
Keterkaitan Al-Zaytun dan NII juga terlihat ketika Panji berkonfrontasi dengan Timbara atau Garda Ma’had (penjaga keamanan ponpes) pada September 2001. Dalam dokumen yang diperoleh tim peneliti INSEP, Panji dalam keadaan emosi menyebut dirinya sebagai Imam NII dan Panglima TII, sekaligus menyinggung Sapta Subaya (sumpah tentara NII).
Dana Jumbo Al-Zaytun
Pembangunan Ma’had Al-Zaytun yang memiliki luas 1.200 hektare tentu membutuhkan dana besar. Dalam buku Al-Zaytun The Untold Stories, eks pengikut NII Amin Djamaluddin menyebut bahwa salah satu dana awal pembangunan ponpes berasal dari mantan orang nomor satu NII, Adah Jaelani.
Saat menyerahkan tampuk kepemimpinan NII ke Panji Gumilang, Adah sekaligus memberikan emas seberat 1,5 ton. Harga emas ketika itu Rp 50 ribu per gram sehingga nilai emas tersebut mencapai Rp 75 miliar.
Dana pembangunan Al-Zaytun juga bersumber dari infak wajib dan takziyah baitiyah (pembersihan harta) jemaah NII. Infak yang diwajibkan kala itu sebesar USD 25 per bulan per orang, dengan kurs dolar ke rupiah masih di kisaran Rp 2.000. Sementara besaran takziyah baitiyah adalah 2,5% dari seluruh harta yang dimiliki jemaah.
Saat Al-Zaytun belum berdiri, jumlah jemaah NII KW9 pada 1995 diperkirakan 68.000 orang. Maka, melalui infak wajib saja, dana yang terkumpul mencapai Rp 43 miliar.
Hal tersebut dibenarkan Al Chaidar. Menurutnya, pengurus NII juga mengumpulkan dana dari luar jemaah melalui kegiatan taklim.
“Taklimnya tidak seperti majelis taklim biasa. Taklimnya menempatkan orang jadi tukang parkir dan tukang minta-minta pakai kotak amal di bus atau terminal. Pasukan di bawah saya waktu itu hampir 5.000 orang yang memungut lewat kotak amal, per hari bisa sampai Rp 8 juta,” kata Al Chaidar yang pernah bergabung dengan NII.
Ketika Al-Zaytun sudah berdiri, pengurus ponpes juga mendapat dana dari operasional dari ma’had seperti dana pendidikan santri USD 1.500–3.000; hasil usaha kantin, laundry, dan penginapan; serta infak dan sedekah dari tamu ponpes.
Al-Zaytun pun mendapat pemasukan dan sumbangan dari para donatur yang mayoritas dekat dengan pemerintahan. Pengusaha Orde Baru yang juga adik tiri Soeharto, Probosutedjo, misalnya pernah menghibahkan tanah 800 hektare di Cibinong, Bogor, kepada Al-Zaytun.
Saking tak sedikit pejabat dan kelompok yang menyumbang ke Al-Zaytun, muncul spekulasi bahwa pengumpulan dana itu juga merupakan bentuk pencucian uang.
The Untouchable Panji Gumilang
Al-Zaytun dan Panji Gumilang tak pernah surut diterpa masalah, mulai dari dugaan kaitannya dengan NII, penyerobotan tanah warga, hingga pelecehan seksual terhadap eks pegawai yang sudah dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Namun, semua itu bak angin lalu.
Memang, bukan berarti Panji kebal hukum. Ia sempat masuk bui selama 10 bulan pada 2015 dalam kasus pemalsuan dokumen YPI atas laporan eks tokoh NII, Imam Supriyanto. Namun, kasus-kasus lainnya nyaris tak terdengar lagi.
Sejumlah sumber menyebut bahwa kokohnya Panji dan Al-Zaytun lantaran didukung intelijen. Hal ini diamini Al-Chaidar. Menurutnya, Al-Zaytun merupakan program defaksi intelijen agar para pengikut NII atau orang yang ingin mendirikan negara Islam berhimpun di suatu tempat dan tidak terpencar.
“Setelah terperangkap di situ, kemudian diiisap habis-habisan, dibuat jera karena harta bendanya semua diserahkan untuk membiayai [NII],” ucap Al Chaidar.
Ia menambahkan, dana para pengikut NII itu ada pula yang mengalir ke oknum pejabat atau aparat. Sementara program defaksi tersebut tidak bersifat institusional.
Panji Gumilang juga disebut dekat dengan orang berkuasa dan mantan-mantan pejabat. Antara melansir, eks Wakil Ketua Ponpes Al-Zaytun Imam Supriyanto menyebut keluarga Cendana pernah menyumbang Rp 5 miliar pada 2005, sedangkan Moeldoko pernah menyambangi Al-Zaytun saat peringatan 1 Muharam pada 2017.
Pada Mei 2003, Hendropriyono yang masih menjabat sebagai Kepala BIN juga pernah meresmikan gedung Soekarno di Al-Zaytun. Kala itu ia menyatakan siap membela Al-Zaytun, dan menyebut pihak yang tidak menyukai ma’had itu sebagai “iblis”.
Pada 2011 ketika isu NII kembali mencuat, Menteri Agama Suryadharma Ali menyambangi Al-Zaytun untuk mengecek langsung. Namun ia tak menemukan kaitan Al-Zaytun dengan NII. Tahun berikutnya, 2012, Suryadharma kembali bertandang ke Al-Zaytun dan malah mengungkapkan rasa cintanya kepada ma’had itu.
“Saya jatuh cinta pada Ponpes Al Zaytun di bawah pimpinan Panji Gumilang,” kata Suryadharma di Ma’had Al Zaytun, Maret 2012, seperti dimuat dalam situs web Kemenag .
Wasekjen MUI Ikhsan Abdullah menilai Panji sangat lihai dalam memengaruhi khalayak, termasuk mereka yang semula mencurigai Al-Zaytun.
“Sehingga sepulang dari Al-Zaytun mereka akan mengatakan tidak ada apa-apa dan justru menjadi PR (public relations) Al-Zaytun,” ucap Ikhsan.
Sumber kumparan menyebut bahwa sederet kontroversi terbaru yang ditampilkan Panji Gumilang adalah strateginya untuk mendapat pengikut baru, sebab para pendukung NII kini sudah banyak berkurang.
Kemunculan Panji menjelang Pemilu 2024 juga disinyalir sebagai unjuk kekuatan kepada aktor politik, bahwa ia punya massa tandingan untuk menghadapi pengunjuk rasa.
Menanti Ketegasan Pemerintah
Gaduh Al-Zaytun membuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat membentuk tim investigasi dan memanggil Panji Gumilang untuk dimintai keterangan. Polri pun tengah mendalami dugaan pidana penistaan agama oleh Panji Gumilang.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan tim investigasi telah melapor ke Menko Polhukam, dan kini perkara Al-Zaytun dilimpahkan ke pemerintah pusat. Mahfud MD menjelaskan, Al-Zaytun akan ditindak dengan tiga langkah hukum: secara pidana, administrasi negara, dan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
“Pidana oleh BareskrimPolri, administrasi negara oleh Kemenag dan Kemenkumham, dan kamtibmas oleh aparat di pemerintah Jawa Barat yaitu Gubernur, Polda, Kodam, dan lain-lain,” ujar Mahfud, Minggu (25/6).