Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Kabar gembira bagi-bagi sertifikat gratis pada 2017 menyisakan keresahan di benak nelayan pantai utara Jakarta . Pasalnya, sertifikat hak pengelolaan dua pulau reklamasi di Teluk Jakarta―pulau C dan D yang dipegang PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group―terlanjur terbit.
ADVERTISEMENT
Artinya, negara sudah mengakui keberadaan pulau palsu tersebut.
Sodoran sertifikat hak pengelolaan tanah (HPL) Pulau C dan D itu terselip dalam agenda bagi-bagi sertifikat tanah gratis oleh Presiden Jokowi di Lapangan Park and Ride, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 20 Agustus 2017.
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat itu menunggu giliran penyerahan bersama ribuan warga Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang.
Agustus 2017 itu, rancangan 17 pulau reklamasi yang direncanakan sejak rezim Orde Baru masih mendapat restu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dari 17 pulau, empat pulau―Pulau C, D, G, dan N―sudah mulai terbentuk di pesisir Jakarta. Di Pulau D, pembangunan properti rumah tinggal dan rumah kantor bahkan telah berlangsung.
Selang dua bulan setelah penyerahan sertifikat HPL, Oktober 2017, pemerintah pusat kembali memuluskan jalan reklamasi. Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mencabut moratorium reklamasi yang dikeluarkan oleh menteri sebelumnya, Rizal Ramli, pada 2015.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, pengelolaan Pulau C dan D sah dalam genggaman PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan Agung Sedayu Group. Serifikat hak guna bangunan (HGB) Pulau D pun sudah terbit pada 24 Agustus 2017. HGB berlaku selama 30 tahun.
Usai sertifikat HGB terbit dan moratorium reklamasi dicabut, Pemprov DKI Jakarta dan pengembang Pulau C dan D, PT Kapuk Naga Indah, memperbarui perjanjian pengelolaan Pulau D. Jatah pengelolaan yang semula hanya dikuasai pengembang melalui HGB, dilepas sebagian.
“Jadi 48,05 persen (lahan) itu hak Pemda DKI. Sementara 51,95 persen diberikan (melalui) HGB kepada pihak kedua (pengembang) dari total 312 hektare (luas Pulau D),” kata Kepala Badan Pengelola Aset Daerah DKI Jakarta, Achmad Firdaus, sambil membacakan isi adendum Pulau D kepada kumparan di kantornya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (15/10).
ADVERTISEMENT
Adendum perjanjian menjelaskan lebih rinci hak Pemprov DKI. Perubahan perjanjian yang sebelumnya diteken pada Agustus 2017, membagi pengelolaan Pulau D. Namun reklamasi pulau itu terus berlanjut.
Peralihan Gubernur DKI Jakarta pun tak menggoyahkan Pulau D. Pulau itu merupakan satu dari empat pulau reklamasi yang bertahan setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin 13 pulau reklamasi .
Di atas Pulau D, telah berdiri 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah, 212 rumah kantor, dan 311 rumah kantor sekaligus tempat tinggal. Bangunan-bangunan itu kokoh meski reklamasi dihentikan. Mereka kemudian disegel. Hingga kini, alat-alat berat masih terlihat di sebagian lokasi Pulau C dan D.
Gubernur Anies kemudian membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BKPB Pantura Jakarta) pada 4 Juni 2018. Namun, lembaga yang diketuai Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah itu belum menelurkan keputusan apa pun terkait pulau reklamasi.
ADVERTISEMENT
Saefullah mengatakan, saat ini BKPB Pantura Jakarta berencana melakukan penataan ruang. Soal pengelolaan pulau-pulau reklamasi yang terlanjur berdiri lebih lengkapnya menunggu pembahasan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di DPRD DKI Jakarta.
Anies mengaku menemui jalan terjal soal reklamasi ini. Ia yang berjanji menghentikan reklamasi saat kampanye Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, bertekad melakukan tata kelola. Itu sebabnya ia lalu membentuk BKPB Pantura Jakarta.
BKPB Pantura Jakarta telah menyusun penghentian reklamasi yang ditetapkan melalui peraturan gubernur. Izin reklamasi yang sudah terbit sebelum Anies menjabat, satu per satu dicabut.
“Begitu gampangnya dapat izin reklamasi. Jadi ketika saya menandatangani (penghentian izin reklamasi), itu jenis pembatalannya ada yang membatalkan keputusan gubernur, ada yang membatalkan surat,” kata Anies saat berbincang dengan kumparan di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (19/10).
ADVERTISEMENT
Atas kajian badan tersebut, rencana pembangunan 13 pulau dihentikan. Pulau-pulau yang belum keburu berwujud itu ialah Pulau A, B, dan E (PT Kapuk Naga Indah); Pulau I, J, dan K (PT Pembangunan Jaya Ancol); Pulau M (PT Manggala Krida Yudha); Pulau O dan F (PT Jakarta Propertindo); Pulau P dan Q (KEK Marunda Jakarta); Pulau H (PT Taman Harapan Indah); dan Pulau I (PT Jaladri Kartika Pakci).
Soal pulau reklamasi yang terlanjur terbentuk, Anies memutuskan untuk menunggu seperti Saefullah. Penentuan nasib empat pulau yang tersisa―Pulau C dan D di bawah pengembang PT Kapuk Naga Indah, Pulau G di bawah PT Muara Wisesa Samudera, dan Pulau N dikelola BUMN PT Pelindo II―masih menunggu selesainya Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
ADVERTISEMENT
Anies yakin dapat mengambil alih hak atas pulau-pulau itu dengan mencabut HGB yang terlanjur terbit untuk Pulau C dan D.
“Aturannya memang bisa. Saya baca bisa kok. (Badan Pertanahan Nasional) bisa mengeluarkan HGB dan membatalkan HGB,” kata Anies.
Sementara PT Kapuk Naga Indah tak mau menanggapi soal reklamasi tersebut.
“Saya belum bisa memberikan komentar,” kata kuasa hukum PT KNI, Kresna Wasedanto, kepada kumparan, Selasa (24/10).
------------------------
Simak laporan mendalam Setengah Hati Setop Reklamasi? di Liputan Khusus kumparan.