Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Berita Palsu Pemicu Krisis Qatar-Saudi Ditanam Hacker
8 Juni 2017 6:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Penyelidikan awal mengonfirmasi bahwa Kantor Berita Qatar telah diretas, dan berita palsu ditanam di situsnya. Berita palsu itu --yang menyebut Emir Qatar berkata “Iran adalah kekuatan besar di regional dan Qatar berhubungan baik dengan Israel”-- memicu keretakan Qatar dengan negara-negara tetangganya di Teluk Persia, dan akhirnya berujung pemutusan hubungan diplomatik oleh Arab Saudi cs terhadap Qatar.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip Reuters, Rabu (7/6), Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan, “Peretasan menggunakan teknik tingkat tinggi dan metode inovatif, dengan memanfaatkan celah elektronik di situs Qatar News Agency.”
Hacker atau peretas itu, menurut CNN dalam laporannya, berasal dari Rusia. Hal ini langsung dibantah oleh Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang mengatakan laporan tersebut “palsu.”
Dalam menyelidiki kasus berita palsu terkait sang Emir yang berakibat fatal dan mengancam stabilitas kawasan, Qatar tak main-main. Negara kecil yang kaya raya itu secara khusus mendatangkan penyelidik dari Amerika Serikat dan Inggris.
Untuk itu Kementerian Luar Negeri Qatar berterima kasih kepada Biro Investigasi Federal AS (FBI) dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Nasional Inggris yang telah bekerja sama dengan mereka untuk mengungkap kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
[Baca juga: Qatar vs Saudi: Semua yang Perlu Anda Tahu ]
Dua pekan lalu, 24 Mei, Kantor Berita Qatar memuat laporan tentang pidato Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Tsani, pada suatu upacara militer. Laporan itu tak menyertakan video ketika sang Emir berpidato.
Dalam pidato itu, Tamim menyatakan bahwa Iran adalah “kekuatan besar”. Ia juga mengatakan Qatar memiliki hubungan “baik” dengan Israel, dan membela kelompok Hamas dan Hizbullah di Palestina yang dianggap Saudi sebagai ekstremis.
Pernyataan tersebut lantas dipasang pada news ticker stasiun televisi Qatar, lagi-lagi tanpa menayangkan cuplikan pidatonya.
Pada news ticker itu, Tamim dilaporkan mengatakan “Iran mewakili kekuatan regional dan Islam yang tidak bisa diabaikan, sehingga tidak bijaksana jika melawan mereka. Iran adalah kekuatan besar dalam stabilitas di kawasan.”
ADVERTISEMENT
Tamim juga mengatakan “Qatar tengah bersitegang dengan Presiden AS Donald Trump.”
[Baca juga: Donald Trump, sang Berandal di Krisis Qatar-Saudi ]
Pemberitaan Qatar News Agency dan news ticker itu lantas ditanggapi keras Saudi. Saudi dan Uni Emirat Arab memblokir seluruh media Qatar, termasuk Al Jazeera yang terbesar.
Otoritas Qatar mengklaim pemberitaan Qatar News Agency dan news ticker di stasiun televisi Qatar tersebut tak benar, menyebut media mereka diretas dan disusupi berita hoaks, dan mendatangkan penyelidik dari AS.
Senin (5/6), Saudi bersama negara-negara sekutunya, yakni Uni Emirat Arab, Bahrain, Yaman, Mesir, Libya, plus Maladewa dan Maurutius yang berlokasi lebih jauh, memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar dan menutup wilayah udara, darat, dan air mereka dari Qatar.
ADVERTISEMENT
Saudi dan sekutunya menuding Qatar mendukung kelompok militan, ekstremis, dan sektarian. Qatar juga dituduh membantu Iran, rival Saudi di Timur Tengah.
[Baca juga: Qatar Terjepit Kobar Api Perseteruan Saudi-Iran ]
Saat ini Qatar tengah mengupayakan menempuh jalur perundingan untuk memperbaiki hubungannya dengan Saudi, di bawah mediasi Kuwait.
Saudi mengajukan sejumlah persyaratan kepada Qatar untuk berdamai, yakni meminta Qatar menghentikan dukungannya terhadap Hamas dan Ikhwanul Muslimin, mengendalikan medianya yang kerap memberitakan kelompok (yang dianggap Saudi sebagai) ekstremis, dan tidak mencampuri urusan negara-negara lain.
Belakangan, selain rivalitas Saudi dan Iran di Timur Tengah, perebutan pengaruh terselubung antara Saudi dan Qatar pun perlahan meningkat, membuat Saudi jengah, dan jadi alasan lain di balik sikap kerasnya terhadap Qatar.
ADVERTISEMENT