Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Berusia 24 Tahun, Grandprix Thomyres Calon Doktor Termuda se-Indonesia
19 September 2017 18:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Berasal dari sebuah desa di kawasan Kupang, Nusa Tenggara Timur, tak menyurutkan Grandprix Thomryes Marth Kadja untuk menggapai mimpi menjadi ilmuwan muda.
ADVERTISEMENT
Pria berusia 24 tahun ini sebentar lagi akan menghadapi sidang untuk meraih gelar doktor pada Jumat (22/9). Jika berhasil melewati sidang penelitian akhir, ia akan memecahkan rekor MURI sebagai doktor termuda di Indonesia.
"Iya jadi ini sidang terakhir untuk meraih gelar doktor. Sebelumnya tanggal 6 September lalu sudah ada sidang tertutup, nah yang ini sidang akhir. Pengujinya ada 2 dosen ITB, 1 dosen dari UI," jelas Grandprix saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Selasa (19/9).
Grandprix meraih gelar Sarjana Kimia dengan predikat cum laude di Universitas Indonesia tahun 2013. Setelah lulus, ia berhasil mendapat beasiswa PMDSU dari Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi untuk melanjutkan studi ke Institut Teknologi Bandung di jurusan yang sama. PMDSU merupakan program percepatan pendidikan yang diberikan kepada lulusan sarjana terpilih untuk menjadi seorang doktor dengan masa pendidikan selama 4 tahun.
ADVERTISEMENT
"Jadi setelah lulus tahun 2013 itu saya daftar PMDSU. Kebetulan itu tahun pertama program beasiswa itu dibuka, dan dibukanya dua tahun sekali. Saya pilih ITB karena kebetulan jurusan yang saya mau ada di sana," kata Grandprix.
Untuk meraih gelar doktor, Grandprix membuat disertasi seputar zeolit, yaitu sebuah material yang berfungsi untuk memproduksi bahan bakar.
"Kegunaan (zeolit) ini memang banyak, bisa digunakan untuk industri farmasi. Jadi memang kita membuat sendiri material itu, karena sebagian besar di industri petrokimia di Indonesia itu masih mengimpor, membeli dari luar, jadi maunya ke depan kita bisa buat sendiri, bisa mandiri," ungkap Grandprix.
Perjalanan panjangnya meraih program doktor bukannya tanpa halangan. Grandprix mengaku, tak semua penelitian yang ia lakukan berjalan mulus. Semangat dari orang tua dan orang-orang terdekatlah yang selalu memacu Grandprix untuk terus bangkit.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita penelitian kan kita publish artikel ilmiah di jurnal international. Kalo kita submit itu belum tentu semuanya diterima. Kadang-kadang ada juga yang ditolak. Nah momen-momen kayak gitu sih yang kadang suka bikin nge-drop," ungkapnya.
Jika telah berhasil meraih gelar doktor nanti, Grandprix bercita-cita berkarier di dunia pendidikan sebagai seorang dosen. Semoga selalu menginspirasi dan sukses selalu, ya.