BMKG: Ada Potensi Tsunami 28 Meter di Pacitan, Masyarakat Harus Waspada

12 September 2021 17:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi peringatan Tsunami. Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi peringatan Tsunami. Foto: Zabur Karuru/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, meminta masyarakat di Pacitan, Jawa Timur, untuk waspada. Sebab, ada potensi bencana tsunami setinggi 28 meter.
ADVERTISEMENT
Dwikorita mengatakan, data ini berdasarkan penelitian terbaru BMKG. Menurutnya, bencana gempa tsunami mengintai pesisir selatan Jawa akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
“Berdasarkan hasil penelitian, di Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4-6 kilometer dari bibir pantai,” kata Dwikorita dalam keterangannya, Minggu (12/9).
Dwikorita bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji sudah melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.
Dwikorita menyebut, dengan skenario tersebut, masyarakat di zona bahaya harus terus berlatih rutin melakukan evakuasi mandiri bila mendapat peringatan dini tsunami maksimal 5 menit setelah gempa terjadi.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, masyarakat di wilayah pesisir pantai harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi jika merasakan guncangan gempa besar.
“Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit. Sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh,” ucap Dwikorita.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Foto: BMKG
Dwikorita menekankan, bencana tsunami ini masih bersifat potensi. Artinya, bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi. Meski begitu, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario ini.
“Jika masyarakat terlatih, maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
Dwikorita menuturkan, hingga saat ini belum tidak ada teknologi di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat. Seperti lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi dan magnitudo gempa. Semua masih sebatas kajian berdasarkan sejarah gempa di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, BMKG telah memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan dan menambah jalur evakuasi lengkap disertai rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.
Hal itu dikarenakan luasnya zona bahaya atau zona merah dan padatnya pemukiman penduduk. Sehingga pemerintah daerah harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang diperlukan.
"Pemerintah daerah juga perlu mempersiapkan secara khusus sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia dan difabel. Selain itu, masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya," kata Dwikorita.
ADVERTISEMENT
“Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stock/cadangan logistik yang memadai," tutup dia.