BMKG: Jangan Panik, Panas Terik di Indonesia Tak Seperti Heatwave

25 April 2023 11:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pengunjung Kuil Kanda Myojin terlihat melalui kabut dingin, saat gelombang panas melanda di Tokyo, Jepang, Selasa (28/6/2022). Foto: Kim Kyung-Hoon/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengunjung Kuil Kanda Myojin terlihat melalui kabut dingin, saat gelombang panas melanda di Tokyo, Jepang, Selasa (28/6/2022). Foto: Kim Kyung-Hoon/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sejak pekan lalu hingga hari ini, sebagian negara-negara di Asia Selatan masih terdampak gelombang panas atau heatwave.
ADVERTISEMENT
Badan meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos, telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40 derajat celsius yang telah berlangsung beberapa hari belakangan dengan rekor-rekor baru suhu maksimum di wilayahnya.
Badan Meteorologi China (CMA) melaporkan, lebih dari 100 stasiun cuaca di China mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah pengamatan instrumen untuk bulan April ini. Di Jepang, "panas yang luar biasa" juga teramati dalam beberapa hari terakhir.
Kumarkhali, kota di distrik Kusthia, Bangladesh, menjadi daerah terpanas dengan suhu maksimum harian yang tercatat sebesar 51,2 derajat celsius pada 17 April 2023. Sedangkan 10 kota terpanas di Asia lainnya terjadi sebagian besarnya berada di Myanmar dan India.
ADVERTISEMENT

Suhu Panas Maksimal di Indonesia Masih 37,2 Derajat Celsius

Sementara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, di Indonesia sendiri, suhu maksimum harian tercatat mencapai 37,2 derajat celsius, di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu.
Suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semu matahari. Namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina, dan Asia Timur pada tahun 2023 ini, termasuk yang paling signifikan lonjakannya.
Para pakar iklim menyimpulkan, tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering.

Suhu Panas di Indonesia Bukan Gelombang Panas

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. Foto: Maulana Ramadhan/kumparan
Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Sedangkan secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2 derajat celsius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada tanggal 17 April 2023.
"Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36 derajat celsius di beberapa lokasi. Variasi suhu maksimum 34 hingga 36 derajat celsius untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," jelas Dwikorita.
ADVERTISEMENT
Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November.

Kaitan Gelombang Panas dan Radiasi Ultraviolet

Suhu di pusat kota Nimes, Prancis, Senin (1/8/2022). Foto: Pascal Guyot/AFP
Belakangan informasi kondisi suhu udara yang panas juga dikaitkan dengan fluktuasi radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari. Besar kecilnya radiasi UV yang mencapai permukaan bumi memiliki indikator nilai indeks UV. Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori: 0-2 (Low), 3-5 (Moderate), 6-7 (High), 8-10 (Very high), dan 11 ke atas (Extreme).
Secara umum, pola harian indeks ultraviolet berada pada kategori 'Low' di pagi hari; mencapai puncaknya di kategori "High", "Very high", sampai dengan "Extreme" ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari antara pukul 12.00 sampai 15.00 waktu setempat; dan bergerak turun kembali ke kategori "Low" di sore hari.
ADVERTISEMENT
Pola ini bergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, dan tutupan awan.
"Tinggi rendahnya indeks UV tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah. Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian seperti disampaikan di atas secara rutin dapat teramati dari hari ke hari meskipun tidak ada fenomena Gelombang Panas," jelas Dwikorita.
Faktor cuaca lainnya seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembapan udara dapat memberikan kontribusi lebih terhadap nilai indeks UV.
Untuk lokasi dengan kondisi umum cuacanya diprakirakan cerah-berawan pada pagi sampai dengan siang hari dapat berpotensi menyebabkan indeks UV pada kategori "Very High" dan "Extreme" di siang hari.