Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
9 Ramadhan 1446 HMinggu, 09 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Curah hujan ekstrem mengguyur wilayah Jabodetabek di awal Januari 2020. Akibat tingginya intensitas hujan ini, banjir yang cukup luas melanda sebagian besar wilayah Jabodetabek.
ADVERTISEMENT
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, tingginya intensitas curah hujan ini terjadi secara periodik atau berupa siklus setiap 20-10 tahun sekali.
Namun, ia menambahkan, kian hari siklus hujan ekstrem kian terpangkas waktunya menjadi lebih cepat.
"Hujan intensitas ekstrem itu ada siklusnya, tapi tampaknya siklus itu semakin memendek. Yang biasanya 10 tahunan, 20 tahunan, (sekarang) menjadi datang hanya dalam waktu 5 tahun atau kurang," kata Dwikorita dalam acara peluncuran Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Gedung BPPT, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (3/12).
Menurut Dwikorita, semakin terpangkasnya waktu siklus hujan ekstrem disebabkan oleh perubahan iklim.
"Artinya apa? Kenapa bisa demikian, meskipun hujannya tinggi perubahan iklim itu yang mempercepat siklus itu datang. Jadi ada pengaruhnya," jelas Dwikorita.
Mantan Rektor UGM itu juga mengungkapkan apa yang menjadi indikator dari perubahan iklim. Di antaranya adalah adanya indikasi kenaikan suhu di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"BMKG itu ada data minimal 30 tahun terakhir terindikasi ada kenaikan suhu merata hampir di seluruh Indonesia. Mulai dari 0,1 derajat celcius sampai 1,0 derajat celcius," ungkap Dwikorita.
"Memang kelihatan kecil, tapi dampaknya itu bisa parah. Dan dunia itu membatasi sampai 2030 perubahan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat celcius. Sementara itu 2020 ini (kenaikan) sudah hampir 1,0 celsius," imbuhnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan kondisi super ekstrem yang melanda Ibu Kota Jakarta belakangan ini tidak terlepas dari tingkah laku manusia yang ingin mengubah fungsi dari alam. Salah satunya mengubah hutan konservasi menjadi tempat pertambangan.
"Penyebab utama akibat banjir dan longsor, itu adalah perubahan vegetasi, alih fungsi lahan," tuturnya.
Doni menekankan para pemangku kepentingan agar lebih mawas terhadap lingkungan. Pelaku usaha harus memperhatikan keseimbangan alam.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai kita dapat keuntungan ekonomi besar tapi kerugian jiwanya juga besar," pungkasnya.