BNPT Ungkap Ada 300 WNI di Suriah Terpapar Radikal, Anak-anak Akan Dipulangkan

8 September 2023 22:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel pada acara puncak HUT ke-13 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel pada acara puncak HUT ke-13 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
BNPT Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel mengatakan BNPT telah membentuk satuan tugas untuk memulangkan WNI yang berangkat ke negara yang rawan terpapar radikalisme.
ADVERTISEMENT
“Kita sekarang sudah membentuk satgas kebetulan saya ketuanya satgas untuk di tiga negara di Suriah, kemudian di Afghanistan dan Filipina,” kata Rycko kepada wartawan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat (8/9).
Dari data BNPT, negara Suriah menjadi negara yang paling didatangi oleh WNI yang terpapar radikalisme atau foreign terrorist fighters (FTF) yang jumlahnya hingga 300 orang.
“300-an di Suriah itu yang terdata lho, yang termonitor sama kita 9 orang di Afghanistan dan 8 orang di Filipina,” ujarnya.
Ilustrasi teroris. Foto: Shutter Stock
Rycko mengatakan repatriasi atau pemulangan WNI dari negara yang rawan radikalisme itu saat ini belum bisa terakomodir secara penuh.
Sebab, aturan Indonesia saat ini pemulangan WNI dari negara rawan radikalisme itu hanya untuk anak-anak usia di bawah 10 tahun.
ADVERTISEMENT
“Sejauh ini pemerintah saat ini, kebijakan pemerintah sampai saat ini kita melakukan repatriasi kepada anak-anak yang di bawah 10 tahun ke bawah,” tuturnya.
Ia menyebut alasan mengapa baru bisa memulangkan anak-anak itu karena belum adanya program deradikalisasi.
“Kita perlu mempersiapkan program yang matang untuk deradikalisasi, mulai dari tempatnya di mana , siapa yang melakukan treatment itu, apa programnya, program kebangsaannya, program keagamaannya, program kesehatannya bukan fisik,” jelasnya.
“Karena mereka datang ke sana atas keinginan sendiri ya kemudian bergabung dengan suatu kelompok terorisme dan kehidupan sehari-hari seperti itu kemudian tidak mudah mengubah mindset, mengubah perilaku mereka dalam sekejap,” tandasnya.